Thursday 9 June 2011

pelaksanaan wawancara konseling

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal hidupnya manusia mengalami kebersamaan dan mengajar kebahagiaan hidup bersama dengan orang lain. Selama hidupnya manusia menjadi anggota dalam suatu kelompok, mulai dari kelompok keluarganya sampai menggabungkan diri dengan kelompok teman sebaya, orang seiman, kawan secabang olahraga, warga sekampung, rekan sepekerjaan, sahabat yang sehaluan, anggota seorganisasi, yang memperjuangkan idealisme-idealisme tertentu dibidang kemasyarakatan, dan sebagainya. Kegiatan pendidikan formal juga berlangsung dalam lingkungan kelompok besar dan kecil. Perkembangan manusia muda untuk sebagian besar tergantung dari kualitas kehidupan berkelompok yang dialaminya. Intraksi dan komunikasi dengan sejumlah manusia muda lain yang bergabung dalam suatu kelompok, sangat mempengaruhi arah perkembangan hidup orang yang masih dalam taraf pendidikan. Bimbingan di sekolah sebagai bagian integral dan pendidikan formal, juga memanfaatkan pengalaman hidup dalam berkelompok dengan anggota generasi muda yang lainnya untuk menunjang perkembangan optimal dari anak didik yang dibimbing, bahkan dilaksanakan sejumlah kegiatan bimbingan yang khusus dirancang sebagai kegiatan untuk dilakukan dalam lingkup suatu kelompok. Oleh karena itu, disamping bentuk bimbingan individual, juga dikenal bentuk bimbingan kelompok. Seorang tenaga bimbingan professional harus mahir dalam memberikan bimbingan, baik secara individual maupun secara kelompok.
B. Tujuan Makalah
1. Menjelaskan devinisi dan ruang lingkup bimbingan dan konseling.
2. Menjelaskan bagaimana cara yang efektif untuk melakukan wawancara dalam bimbingan konseling.
3. Memberikan cara yang mudah untuk mengungkapkaan masalah yang sedang dihadapi oleh konseli dan memberikan pemecahan yang tepat dan cepat.
4. Menjelaskan persiapan yang harus dilakukan dalam melaksanakan wawancara.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Bimbingan dan Konseling?
2. Bagaimana fase-fase dalam proses konseling di sekolah?
3. Bagaimana persiapan konseling dan penyusunan laporan konseling?
4. Apa dan bagaimana model-model pelaksanaan konseling?

BAB II
PEMBAHASAN
PELAKSANAAN WAWANCARA KONSELING
A. Pengertian
Pandangan Shertzer & Stone (1981) yang merumuskan bimbingan sebagai suatu proses membantu orang perorangan untuk memahami dirinya dan lingkungan hidupnya (The proses of helping individuals to understand themselves and there world). Pandangan Shertzer & Stone (1980) mengenai konseling yang juga banyak diikuti oleh para ahli bimbingan dan konseling di Indonesia menyatakan bahwa konseling sebagai suatu proses interaksi yang membantu pemahaman diri dan lingkungan dengan penuh berarti, dan menghasilkan pembentukan dan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai-nilai perilaku dimasa mendatang (counceling is a interaction process the facilitates meaningful understanding of self and environment, and results in the establishment and / or clarification of goals and values for future behavior) .
Konseling merupakan kegiatan yang mengandung suatu proses komunikasi antar pribadi, yang berlangsung melalui saluran komunikasi verbal dan nonverbal dengan mencipkakan kondisi dialogis. Penerimaan, penghargaan, keikhlasan, kejujuran dan perhatian yang murni (vasilitative condition) dari konselor sangat dituntut, sehingga klien merasa nyaman dan memungkinkannya dapat mengungkapkan dan mengekspresikan persoalan, pemahaman, kenyataan dan pengalaman hidupnya. Maka dibutuhkan satu ketrampilan agar konselor dapat memberikan tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal ketika berhadapan dengan klien. Konselor dituntut bias menciptakan suasana positif serta kondusif agar klien menyadari adanya pendukung sehingga klien bersedia berkomunikasi dengan konselor. Ketrampilan itu sangat terkait dengan ketrampilan berkomunikasi, khususnya ketrampilan wawancara.
Keampuhan dan ketrampilan wawancara, selain akan menciptakan suasana yang kondusif juga dapat digunakan sebagai sarana pengumpulan informasi yang dibutuhkan seorang konselordari klien. Karena itu wawancara merupakan salah satu ketrampilan yang digunakan sekaligus sebagai teknik pengumpulan data mengenai masalah konseli, yang dilakukan dengan cara tanya jawab antara interviewer (penanya) dengan interviewee (responden atau penjawab).
Dalam proses konseling, wawancara dapat digunakan sebagai aplikasi dari metode komunikasi langsung, dimana konselor melakukan komunikasi langsung (tatap muka) dengan klien. Metode ini juga disebut model individual dengan konseli. Dalam aplikasinya, metode ini diterapkan dengan menggunakan beberapa teknik:
1. Percakapan pribadi, konseloar melakukan dialog langsung tatap muka dengan klien;
2. Kunjungan kerumah (home visit), konselor melakukan dialog dengan klien yang dilaksanakan dirumah klien untuk mengamati keadaan rumah klien dan lingkungannya;
3. Kunjungan observasi kerja, konselor melakukan percakapan individual sekaligus mengamati kerja klien dilingkungannya.
Selain itu, wawancara digunakan untuk mengaplikasikan metode kelompok dalam konseling. Karena dalam metode ini, konselor melakukan komunikasi langsung dalam bentuk kelompok. Adapun teknik-tekniknya sebagai berikut:
• Diskusi kelompok, yaitu konselor melakukan konseling dengan cara diskusi dengan kelompok klien yang mengalami masalah yang sama.
• Karyawisata, yaitu bimbingan kelompok yang dilakukan langsung dengan mempergunakan obyek wisata sebagai tempat untuk berkumpul dan bertemunya para klien dan konselor.
Wawancara akan berjalan dengan baik, jika dilakukan dalam situasi yang tidak mengandung ancaman besar bagi peserta wawancara.
Menurut Lawrence Kincaid dan Wilbur Schramm (1977:161-165), kondisi ini akan dapat tercipta jika para pembicara setidaknya dapat menerapkan tiga proses kerja dalam wawancara, yaitu :
a. Timbulkan rasa puas pada peserta bahwa anda memahami pandangannya. Caranya adalah dengan mengulangi pandangannya itu sejelas mungkin dengan memakai kata-kata anda sendiri:
b. Selidikilah dalam situasi mana segi pandangan lawan bicara, akan anda pandang sah:
c. Carilah letak kemiripan segi pandangan lawan bicara dengan pandangan anda sendiri.
Dalam situasi percakapan yang sebenarnya akan mudah terjadi pelanggaran terhadap ketiga proses itu, tetapi yang terpenting adalah kesungguhan para peserta untuk mengikuti patokan-patokan itu, terutama bagi anda sebagai konselor. Juga yang terpenting adalah kepercayaan pada lawan bicara bahwa ia juga bersedia mengikuti ketiga proses kerja tersebut. Tujuannya adalah menciptakan syarat-syarat khusus. Dengan adanya syarat khusus ini, pengajuan pertanyaan serta tindakan tidak dianggap sebagai pandangan yang berlainan, dan tindakan tidak dianggap sebagai ancaman.
B. PRAKTIK WAWANCARA KONSELING
Wawancara konseling tediri atas rangakaian ungkapan dan dialog dari konseli, yang disusul dengan ungkapan balik dari konselor. Dengan begitu, wawancara membentuk rangkaian mata rantai, dimana mata rantai terdiri dari suatu ungkapan konselor berupa tanggapan verbal juga diikuti bahasa nonverbal dimaksudkan untuk membantu konseli, dengan menggunakan satu atau lebih teknik verbal. Ini tergantung dari intensitas konselor terhadap persoalan konseli.
Selama proses konseling berlangsung, konseli mengalami suatu rangkaian perubahan dalam dirinya sendiri, yang memungkinkan masalh yang mula-mula dihadpi akhirnya dapat terselesaikan secara tuntas. Proses itu terutama berlangsung selama berhadapan mukan dengan konselor (wawancara).
Pada konseling di institusi pendidikan kebanyakan masalah dapat terselesaikan dalam waktu tidak terlalu lama, dari waktu lebih kurang 45 menit untuk satu kali berwawancara, sampai satu bulan untuk berwawancara disekitar 3 kali wawancara dengan tenggang waktu lebih kurang sepuluh hari.
Mengingat wawancara konseling pada saat konselor dan konseling saling berhadapan muka sangat berarti bagi keberhasilan atau kegagalan proses konseling, pelaksanaan dan pengaturan wawancara konseling iini menjadi hal yang sangat penting. Dalam hal ini konselor memikul tanggung jawab utama.
Dibawah ini secara berturut-turut akan dibahas fase-fase dalam prodses konseling dalam kaitannya dengan teori konseling yang diantu, pendekatan yang diambil serta metode yang dipilih.
A. Fase-fase dalam proses konseling di sekolah.
Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pembukaan
Diletakkan dasar bagi pengembangan hubungan antar pribadi yang baik, yang memungkinkan pembicaraan terbuka dan terarah dalam wawancara konseling. Bilamana konselor dna konseling bertemu untuk pertama kali, waktunya akan lebih lama. Dan isinya akan berbeda dibandingkan dengan pembukaan saat konseli dan konselor bertemu kembali untuk melanjutkan wawancara yang telah berlangsung sebelumnya.
2) Penjelasan masalah.
Konseli mengemukakan hal yang ini dibicarakan dengan konselor, sambil mengutarakan sejumlah pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan hal itu. Inisiatif berada di pihak konseli dan dia bebas mengutarakan apa yang dianggap perlu dikemukakan. Konselor menerima uraian konseli sebagaimana adanya dan memantulkan pikiran serta perasaan yang terungkap melalui penggunaan teknik konseling seperti refleksi dan klarifikasi.
3) Penggalian latarbelakang masalah.
Dalam hal ini inisiatif agak bergeser kepihak konselor, yang lebih mengetahui apa yang dibutuhkan supaya konseli dan konselor memperoleh gambaran yang bulat. Fase ini juga dapat disebut dengan analisis kasus, yang dilakukan menurut sistematika tertentu sesuai dengan pendekatan konseling yang telah diambil.
4) Penyelesaian masalah.
Berdasarkan apa yang telah digali dalam fase analisis kasus, konselor dan konseli membahas bagaimana persoalan dapat diatasi. Meskipun konseli selama fase ini harus ikti berfikir, memandang dan mempertimbangkan, peranan konselor di institusi pendidikan dalam mencari penyelesaian permasalahan pada umumnya lebih besar.
5) Penutup
Bila mana konseli telah merasa mantap tentang penyelesaian masalah yang ditemukan bersama dengan konselor, proses konseling dapat diakhiri. Penutup ini sebaiknya mengambil bentuk yang agak formal sehingga konselor dan konseli menyadari bahwa hubungan antar pribadi, sebagaimana berlangsung selama wawancara atau rangkaian wawancara konseling telah selesai. Oleh karena itu, konselor biasanya mengambil inisiatif dalam memulai fase penutup ini.
B. Persiapan konseling dan penyusunan laporan konseling.
Sebelum konselor bertemu dengan konseli untuk berwawancara, dia sebaiknya mempersiapkan diri kalau hal itu dimungkinkan. Sesudah berwawancara dengan konseli, konselor harus membuat suatu laporan singkat, entah proses konseling sudah selesai, entah belum. Persiapan konseling dan penyusunan laporan konseling (Kartu wawancara Konseling) terjadi diluar proses konseling yang sebenarnya dan berjalan diluar waktu konselor berwawancara dengan konseli.
Catatan mengenai wawancara yang diadakan dengan masing-masing konseli sangat bermanfaat bagi konselor, karena dia tidak dapat mengingat secara mendetail isi semua wawancara yang pernah diadakan dengan sekian banyak konseli, dank arena dia membutuhkan data untuk menyusun berbagai laporan konseling kepada suatu instansi yang berwenang. Laporan konseling mengenai masing-masing wawancara yang terselenggara dan disusun menurut sistematika tertentu dengan berpegang pada format tertentu pula. Bilamana laporan konseling dimuat pada lembar-lembar yang terpisah (untuk setiap wawancara tersedia lembar tersendiri), bentuk kertas yang digunakan ialah lembar fotokopian atau lembar kartu yang dicetak. Bilamana semua laporan ditulis dalam buku catatan menurut urutan kronologis (tanggal berlangsungnya wawancara), bentuk kertas yang digunakan ialah lembar kertas tulis yang disusun menjadi halaman-halaman dalam buku catatan. Membuat catatan pada lembar-lembar yang terpisah membawa keuntungan, bahwa semua lembar catatan mengenai konseli tertentu dapat dikumpulkan bersama dalam map tersendiri. membuat catatan dalam suatu buku catatan membawa keuntungan bahwa data yang dibutuhkan untuk menyusun berbagai laporan ke institusi yang berwenang lebih mudah terkumpul dan diolah. Laporan tentang sejumlah wawancara, yang bersifat rangkuman disebut laporan berkala.
Pada dasarnya dalam proses konseling terdapat trik khusus untuk memancing klien agar memulai memaparkan problemnya. Diantara caranya adalah sebagai berikut:
1. Ajakan untuk memulai (innovation to talk)
2. Penerimaan atau penunjukan pengertian (acceptance, understanding)
3. Perumusan kembali pikiran, gagasan atau refleksi (reflection content)
4. Perumusan kembali perasaan atau refleksi perasaan (reflection of feeling)
5. Menjelaskan pikiran-gagasan atau klarifikasi pikiran (clarification of content)
6. Penjelasan perasaan atau klarifikasi perasaan (clarification of feelings)
7. Permintaan untuk melanjutkan (general lead)
8. Pengulangan satu-dua kata (accent)
9. Ringkasan (summary)
10. Pertanyaan mengenai hal tertentu (question probling)
11. Pemberian umpan balik
12. Pemberian informasi (information giving)
13. Penyajian alternative (forking respons)
14. Penyelidikan (investigation)
15. Pemberian struktur (structuring)
16. Interpretasi (interpretation)
17. Konfrontasi (confrontation)
18. Diagnosis (dyagnosis)
19. Dukungan dan bimbingan (reassurance dan support)
20. Penilaian (critism, negative evaluation)
C. Model-Model pelaksanaan konseling :
a) Model pelaksanaan Trait Factor Counseling
Model pelaksanaan Trait Factor Counseling ini berpegang pada pandangan yang mengatakan bahwa kepribadian seseorang dapat dilukiskan dengan mengidentifikasikan sejumlah ciri. Sejauh tampak dari hasil testing psikologis yang mengukur masing-masing dimensi kepribadian itu. Model pelaksanaan ini juga menggunakan tes psikologi untuk menganalisis atau mendiagnosis seseorang mengenai ciri-ciri atau dimensi/aspek kepribadian tertentu yang diketahui mempunyai relevansi terhadap keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam memangku jabatan dan mengikuti suatu progam studi. Dalam hal ini progam study di institusi pendidikan juga dipandang sebagai " jabatan " sehingga akan diikuti prosedur yang sama terhadap pilihan bidang pekerjaan dan bidang study.
b) Model pelaksanaan Konseling Behavioristik
Model pelaksanaan Konseling Behavioristik dalam pelaksanaan konseling memiliki banyak variasi dalam prosedur, metode dan tehnik yang diterapkan, yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa konseling diharapkan menghasilkan perubahan yang nyata dalam maelakukan konseli. Meskipun banyak mengenal variasi, jajaran pelopor pendekatan Behavioristik pada dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak pelaku manusia merupakan hasil suatu proses belajar dan karena itu tidak dapat dirubah dengan belajar baru. Dengan demikian, proses konseling pada dasarnya pun dipandang sebagai suatu proses belajar, Konseling Behavioristik berdasar pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia yang sebagian bersifat filsafah dan sebagian lagi bercorak psikologis yaitu:
a. Manusia pada dasarnya tidak berakhlak baik maupun buruk, bagus maupun jelek.
b. Manusia mampu untuk berefleksi atas tingkah lakunya sendiri.
c. Manusia mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkah laku yang baru melalui suatu proses belajar.
d. manusia dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh prilaku orang lain.
Sejalan dengan keyakinan mendasar itu, bagi seorang konselor Behavioristik prilaku konseli merupakan hasil dari keseluruhan pengalaman hidupnya dalam berinteraksi dengan lingkungan.
Pendekatan Konseling Behavioristik masih dalam taraf penelitian untuk menentukan evektifitas dari berbagai prosedur spesifik seperti yang diutarakan diatas. Namun dewasa ini semakin ditekankan bahwa pendekatan Behavioristik dapat menunjukkan fleksibilitas yang besar, karena tujuan konseling (perubahan dalam tinggkah laku) dan prosedur yang diikuti untuk sampai pada tujuan itu disesuaikan dengan kebutuhan nyata pada konseli pada setiap kasus.
c) Model Pelaksanaan Rational Emotive Therapy
Konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi antara berpikir dengan akal sehat, berperasaan dan berperilaku serta sekaligus menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam dalam cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berparasaan dan berprilaku .
RET memiliki kelemahan dan kelebihan. Kelebihannya ialah tekanannya pada peranan berbagai tanggapan kognitif terhadap timbulnya suatu reaksi perasaan . Kelemahannya ialah kurangnya pengakuan terhadap nada dasar (stemming) sebagai faktor yang sangat dominan dalam kehidupan manusia, yang tidak sebegitu mudah mengalami perubahan. Meskipun demikian, Corak konseling ini sangat bermanfaat untuk diterapkan oleh konselor sekolah terhadap siswa remaja dan Mahasiswa yang mengalami reaksi-reaksi perasaan negative yang kuat dan agak mewarnai suasana hati.
C. PEMAKAIAN BAHASA NONVERBAL
Dalam pelaksanaan wawancara konseling, selain digunakan bahasa verbal juga dibutuhkan teknik lain yang harus dipahami konselor. Oleh karena itu, dibutuhkan kepekaan konselor untuk melahirkan rasa empati yang mendalam. Suasana konseling harus berlangsung efektif, terutama dalam proses menggali persoalan klien. Oleh karenanya konselor harus memiliki kepekaan dan ketrampilan dalam bentuk teknik konseling tertentu, di antaranya ketrampilan komunikasi nonverbal.
Menurut Mehrabian (Mehrabian, 1981:26) ,istilah perilaku nonverbal dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sempit, perilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata. Misalnya ekpresi wajah, gerak tangan dan lengan, dll. Sedangkan dalam arti luas adalah berbagai cara membawa dan menampilkan diri, seperti: berjalan, duduk, cara berjalan, berpakaian, dll.
Ada beberapa istilah teknik nonverbal dalam wawancara konseling misalnya:
a. Senyuman, yaitu untuk menyatakan sikap menerima
b. Cara duduk, yaitu untuk menyatakan sikap rileks dan mau memperhatikan
c. Anggukkan kepala, yaitu untuk menyatakan penerimaan menunjukkan pengertian, (sikap dasar) boleh juga menyertai kata-kata yang bertujuan menguatkan
d. Gerak-gerik lengan dan tangan, yaitu untuk memperkuat apa yang diungkapkan secara verbal.
D. MENGAKHIRI WAWANCARA KONSELING
Sekarang sudah semakin jelas bahwa wawancara konseling bukan hal mudah, sekalipun bukan berarti sesuatu yang sulit untuk dilakukan. Kiranya sudah dapat dipahami bahwa cara kerja konseling dengan cara wawancara tidak akan berguna bagi kepuasan dan memenuhi kepentingan sepihak. Sebab, dalam wawancara atau dialog demikian mesti ada kesediaan kedua pihak untuk memikul resiko yang sedang dihadapi.
Dalam wawancara tentunya klien tidak mesti diberitahu atau dipaksakan untuk mengikuti langkah-langkah sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Cara lain yang dapat dilakukan konselor adalah dengan memberi teladan untuk ditiru atau memberi ajakan secara tidak langsung. Meskipun kelihatannya penerapan langkah-langkah itu terbatas dalam proses wawancara, yaitu proses komunikasi tatap muka, tetapi langkah itu dapat dimanfaatkan dalam wujud tertulis. Selain itu langkah-langkah itupun dapat juga digunakan dalam proses konseling mengunakan media, yaitu melalui radio atau televisi.







BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Bimbingan sebagai suatu proses membantu orang perorangan untuk memahami dirinya dan lingkungan hidupnya (The proses of helping individuals to understand themselves and there world). konseling sebagai suatu proses interaksi yang membantu pemahaman diri dan lingkungan dengan penuh berarti, dan menghasilkan pembentukan dan atau penjelasan tujuan-tujuan dan nilai-nilai perilaku dimasa mendatang (counceling is a interaction process the facilitates meaningful understanding of self and environment, and results in the establishment and / or clarification of goals and values for future behavior).
Fase-fase dalam bimbingan konseling antara lain :
a. Pembukaan
- Pihak konseli : membangun hubungan pribadi dengan konselor.
- Pihak konselor : membangun hubungan pribadi dengan konseli
a) Menyambut kedatangan konseli
b) Mengajak berbasa-basi sebentar
c) Menjelaskan kekhususan dari berwawancara konseling
d) Mempersilahkan konseling untuk mengemukakan hal yang ingin dibicarakan.
b. Penjelasan
- Pihak konseli : mengutarakan pikiran dan perasaan yang berkaitan dengan hal yang ingin dibicarakan.
- Pihak konselor : menerima ungkapan konseli apa adanya serta mendengarkan dengan penuh perhatian. Berusaha menentukan jenis masalah dan pendekatan konseling yang sebaiknya diambil.
c. Penggalian latar belakang masalah
- Pihak konseli : menambah ungkapan pikiran dan perasaan supaya kedudukan masalah menjadi lebih jelas.
- Pihak konselor : mengadakan analisis khusus, sesuai dengan pendekatan konseling yang dipilih.
d. Penyelesaian masalah
- Pihak konseli : memikirkan cara yang terbaik untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
- Pihak konselor : menyalurkan arus pemikiran konseli sesuai dengan pendekatan konseling yang dipilih.
e. Penutup.
- Pihak konseli : menyatakan kemantapannya atas keputusan yang telah diambil
- Pihak konselor : mengakhiri hubungan pribadi dengan konseli :
a) Memberikan ringkasan jalannya pembicaraan.
b) Menegaskan kembali ketentuan/keputusan yang diambil.
c) Memberikan semangat.
d) Menawarkan bantuannya bila kelak timbul persoalan baru.
e) Berpisah dengan konseli.
Sebelum konselor bertemu dengan konseli untuk berwawancara, dia sebaiknya mempersiapkan diri kalau hal itu dimungkinkan. Sesudah berwawancara dengan konseli, konselor harus membuat suatu laporan singkat, entah proses konseling sudah selesai, entah belum. Persiapan konseling dan penyusunan laporan konseling (Kartu wawancara Konseling) terjadi diluar proses konseling yang sebenarnya dan berjalan diluar waktu konselor berwawancara dengan konseli.
Model pendekatan pelaksanaan konseling antara lain :
a) Model pelaksanaan Trait Factor Counseling
b) Model pelaksanaan Konseling Behavioristik
c) Model Pelaksanaan Rational Emotive Therapy
B. KRITIK DAN SARAN
Dalam makalah ini tentunya banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pemilihan kata-kata. Maka kami sebagai manusia biasa meminta kepada para pembaca agar tidak segan-segan memberikan saran dan kritik yang tentunya bisa menambah kemajuan kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. Semoga makalah ini menambah wawasan para pembaca dan juga bermanfaat bagi kita semua.









DAFTAR PUSTAKA
1. Winkel, W.S. dan Hastututi, Sri, Bimbingan dan Koseling, Yogjakarta : Media Abadi, 2007, cet.6
2. Enjang AS, Komunikasi Konseling dari Wawancara, Seni Mendengar, sampai Soal Kepribadian, Bandung : NUANSA,2009,cet.1
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2007,cet.4
4. Arifin,M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1996

No comments:

Post a Comment