Tuesday 12 June 2012

Telaah Materi Fiqih di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses buka hasil. Didalam proses, anak memerlukan berbagai pengarahan serta dorongan atau motifasi. Hal-hal yang rumit sukar pun harus dijelaskan sedetail mungkin oleh seorang pendidik oleh anak didiknya itu. Dengan adanya hal ini menunjukkan bahwa anak akan menyadari bahwa kegiatan yang sedang diikutinya bermanfaat sejalan dengan kebutuhannya. Dalam proses belajar mengajar, seorang pendidik harus sedapat mungkin memahami hakikat peserta didiknya sebagai subyek dan objek pendidikan. Kesalahan dlam memahami hakikat peserta didik akan menjadikan kegagalan dalam proses pendidikan. Oleh karennya pendidik haruslah dapat mengarahkan peserta didik ketingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah menciptakannya. Pendidikan yang diberikan haruslah sesuai dengan Standar Nasional pendidikan. Tapi maslahnya sekarang apakah materi yang disampaikan suadahh sesuai intuk siswa pada usia-usia tertentu. Maka dalam masalah ini kami akan mencoba mentelaah materi Fiqih untuk kelas XI semester genap sampai XII semester genap melalui analisi ini penulis berharap penulis berharap materi yang diberikan standar sesuia dengan umur mereka. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas dan di uraikan lebih lanjut oleh penulis, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Materi apa saja yang di jelaskan dalam mata pelajaran Fiqih di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)?. 2. Sejauh manakah penjelasan materi Fiqih di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)?. 3. Bagaimanakah tela’ah materi Fiqih di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)?. C. Tujuan Penyusunan Makalah Dari permasalahan di atas , maka yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk memberikan gambaran singkat tentang materi Fiqih yang diajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)?. 2. Untuk menganalisa sejauh mana materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap)?. 3. Memberi gambaran tentang analisis materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap) dan untuk mengetahui apakah materi yang telah di sampaikan sudah mampu di terima oleh peserta didik. D. Manfaat Makalah Adapun manfaat yang dapat di ambil dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Dapat mengetahui tentang Tela’ah materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap). 2. Manfaat Praktis a. Manfaat Untuk Guru 1. Dengan adanya penjelasan mengenai Tela’ah Penjelasan Materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap), akan memudahkan guru untuk memahami tentang Tela’ah Penjelasan Materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap). 2. Dengan adanya penjelasan ini guru akan lebih mudah untuk memberikan materi kepada peserta didik. b. Manfaat untuk Siswa 1. Siswa dapat mengerti tentang pentingnya menela’ah untuk memahami suatu materi ajar. 2. Untuk memudahkan siswa dalam proses pembelajaran c. Manfaat Untuk Mahasiswa 1. Mengetahui tentang penjelasan Materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap). 2. Supaya mahasiswa dapat menjelaskan Materi Fiqih yang di ajarkan di Madrasah Aliyah kelas XI (Semester genap) dan kelas XII (Semester ganjil dan genap) dengan baik kepada siswa didiknya kelak, dengan adanya tela’ah ini. d. Manfaat Penulisan Tela’ah Penjelasan 1. Mengetahui adanya kekurangan dalam sebuah penjelasan dalam suatu buku. 2. Lebih selektif dalam mengunakan buku sebagai bahan ajar dengan melihat penjelasan materi yang di paparkan di dalam buku tersebut. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Tela’ah Penjelasan Pengklasifikasian Materi Fiqih Madrasah Aliyah 1. Pengertian Tela’ah a. Secara Etimologi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tela’ah merupakan suatu penyelidikan, kajian, pemeriksaan dan penelitian. b. Secara Terminologi Tela’ah adalah penyelidikan mengenai beberapa beberapa materi tentang kesulitan –kesulitan yang mungkin ada pada materi yang di kaji. 2. Pengertian Penjelasan a. Secara Etimologi Penjelasan berasal dari kata jelas yang berarti nyata, dan gamblang. b. Secara Terminologi Penjelasan adalah keterangan yang lebih jelas, uraian yang menjelaskan tentang bahan yang di samapaikan. 3. Pengertian Pengklasifikasian a. Secara Etimologi Penggolongan; pembagian (menurut) kelas. b. Secara Terminologi Pengklasifikasian adalah penjenisan dalam bagian –bagian. 4. Pengertian Materi a. Secara Etimologi Materi mempunyai arti benda. b. Secara Terminologi Materi adalah sesuatu yang menjadi bahan untuk diujikan, difikirkan, dibicarakan, dikaryakan, dll. 5. Pengertian Fiqih a. Menurut Etimologi Fiqih mempunyai arti paham b. Menurut Terminologi Fiqih adalah kumpulan tentang hukum –hukum syariat islam mengenai perbuatan manusia, yang di ambil dari dalil –dalinya secara rinci. 6. Pengertian Madrasah a. Secara Etimologi Berarti tempat belajar b. Secara Terminologi Madrasah berarti lembaga pendidikan yang mempunyai porsi lebih terhadap mata pelajaran agama islam. 7. Pengertian Aliyah a. Secara Etimologi Aliyah adalah tinggi atau atas b. Secara Terminologi Aliyah adalah sebuah tingkatan yaitu tingkatan tinggi atau atas dalam suatu pendidikan BAB III KAJIAN PUSTAKA (PENJELASAN MATERI FIQIH) A. SK – KD dan Penjelasan Materi Fiqih Kelas XI Semester II (Pelajaran I) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XI Semester II (Pelajaran I) Pelajaran I Standar Kompetensi Kompentensi Dasar 1. Memahami hukum islam tentang huklum keluarga 1.1 Menjelaskan ketentuan hukum perkawinan dalam islam dan hikmahnya 1.2 Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang – undangan di Indonesia 1.3 Menjelaskan konsep islam tentang perceraian, iddah, ruju’ dan hikmahnya 1.4 Menjelaskan ketentuan islam tentang pengasuhan anak (hadhanah) 2. Ringkasan Materi a. Pernikahan 1. Pengertian Pernikahan Pernikahan adalah akad yang menghalalkan antara laki – laki dan perempuan dengan akad menikahkan atau mengawinkan. 2. Hukum pernikahan a) Sunat Mereka sepakat bahwa hukum sal pernikahan adalah sunat. Mereka beralasan dengan sabda rasulullah Saw yang artinya “ Wahai para pemuda, siapa di antara mu yang sudah mempunyai kemampuan untuk menikah, menikahlah karena menikah itu lebih memelihara pandangan mata dan lebih mengendalikan seksual. Siapa yang belum memiliki kemampuan, hendaklah ia berpuasa, karena puasa merupakan penjagaan baginya (muttafaq Alaih). b) Mubah Menikah hukumnya menjadi mubah atau boleh bagi orang yang tidak mempunyai factor pendorong atau factor yang melarang untuk menikah. c) Wajib Seseorang yang dilihat dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak untuk menikah, kedewasaan, rohaniahnya sudah matang dan memiliki biaya untuk menikah serta untuk menghidupi keluarganya dan bila ia tidak menikah khawatir terjatuh pada perbuatan mesum atau zina hukum menikahnya wajib. d) Makruh Seseorang yang dipandang dari pertumbuhan jasmaniahnya sudah layak untuk menikah kedewasaan rohaniahnya sudah matang tetapi ia tidak mempunyai biaya untuk bekal hidup beserta istri dan anaknya ia makruhkan untuk menikah dan dianjurkan untuk mengendalikan nafsunya melalui puasa. e) Haram Pernikahan menjadi haram hukumnya bagi seseorang yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti, mempermainkan dan memeras harta. 3. Rukun dan syarat pernikahan Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus di penuhi untuk menjadi sahnya suatu pernikahan suatu sistem kehidupan sosial yang sangat besar pengarunya dalam kehidupan umat manusia di jagat raya ini. a) Rukun nikah adalah sebagai berikut 1) Calon suami 2) Calon istri 3) Ijab Kabul 4) Wali 5) Dua orang saksi 4. Pengertian Ijab qobul Ijab qobul ialah ucapan penyerahan dan penerimaan yang dilakukan oleh wali mempelai perempuan dan mempelai laki – laki. 5. Pengertia dan hukum mahar Mahar atau maskawin adalah pemberian wajib dari suami kepad istri dengan sebab perikahan. Membayar mahar hukumnya wajib bagi laki – laki yang menikahi seorang perempuan. 6. Pengertian dan hukum walimah Walimatul ‘urs atau pesta perkawinan adalah pesta yang di selenggarakan setelah akad nikah dengan menghidangkan jamuan kepada para tamu undangan sebagai pernyataan rasa syukur atas nikmat dan karunia yang di terima. Jumhur ulama’ berpendapat bahwa mengadakan pesta pernikahan hukumnya sunat muakkad. 7. Macam – macam pernikahan terlarang a) Nikah Mut’ah b) Nikah Syighar c) Nikah Tahlil d) Pernikahan silang b. Perceraian 1. Pengertian dan hukum talak Talak artinya melepaskan ikatan. Dalam hubunganya dengan ketentuan hukum perkawinan, talak berarti lepasnya ikatan pernikahan dengan ucapan talak atau lafal lain yang maksudnya sama dengan talak. Talak menurut hukum asalnya adalah makruh. 2. Rukum dan syarat talak Rukun talak ada tiga, yaitu : a) Suami b) Istri c) Ucapan talak Syarat masing – masing rukun adalah sebagai berikut : a) Suami yang menjatuhkan talak b) Istri yang di talak c) Ucapan talak d) Saksi 3. Pengertian dan sebab – sebab fasakh fasakh adalah batalnya ikatan pernikahan antara suami dan istri akibat sebab – sebab tertentu. Sebab – sebab fasakh ada dua macam yaitu : a) Sebab – sebab yang merusak akad nikah b) Sebab – sebab yang menghalangi tercapainya tujuan pernikahan 4. Perbedaan fasakh dengan talak a) Dalam talak, pihak yang menjatuhkanya adalah suami, sedangkan dalam fasakh, apabila sebab – sebab fasakh itu adalah sebab yang meneruskan akad maka fasakh terjadi dengan sendirinya. b) Dalam talak biasa, ada batas bilanganya yaitu sampai tiga kali sedangkan fasakh tidak mengurangi bilangan fasakh. c) Dalam talak biasa, bila talak nya talak raj’I suami boleh merujuk istrinya sebelum berakhirnya masa iddah. Sedangkan dalam fasakh suami tidak boleh lagi ruju’ kepada istrinya. 5. Pengertian dan hukum khulu’ Khulu’ berarti menceraikan istri dengan ditebus oleh pihak istri karena khulu’ serimg disebut dengan talak tebus. Hukum khulu’ sama dengan talak pada dasarnya makruh, kemudian dapat berubah menjadi sunat, wajib, mubah, dan haram sesuai dengan alas an yang menyebabkanya. 6. Pengertian dan macam – macam iddah Iddah ialah masa menunggu (tidak boleh kawin) yang di wajibkan kepada perempuan yang di cerai oleh suaminya dan ia sudah di campuri, atau perempuan yang di tinggal meninggal oleh suaminya baik sudah pernah di campuri atau belum. Macam – macam iddah a) Iddah istri yang di cerai dan ia masih suka haid lamanya tiga kali suci. b) Iddah istr yang di cerai dan ia sudah tidak haid lam iddahnyta adalah tiga bulan c) Iddah istri yang di tinggal wafat suami, lama iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari bila ia tidak hamil. d) Iddah istri yang di cerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan kandunganya. e) Iddah istri yang di tinggal meninggal suaminya dalam keadaan hamil. 7. Pengertian dan hukum Ruju’ Dalam istilah fiqih ruju’ berarti kembali kepada kepada ikatan pernikahan dari talak raj’I yang di lakukan dalam masa iddah dengan cara – cara tertentu. Hukum Ruju’ a) Haram, apabila ruju’ pihak istri di rugikan seperti keadaanya lebih menderita dari pada sebelum ruju’. b) Makruh, apabila di ketahui bahwa meneruskan lebih bermanfaat bagi keduanya di bandingkan bila keduanya ruju’. c) Sunat, apabila ruju’ lebih bermanfaat disbanding meneruskan perceraian juga sunat hukumnya ruju’yang di lakukan oleh suami yang mentalak istrinya dengan talak bid’i. d) Wajib, khusus bagi laki- laki yang beristri lebih dari satu jika salah satu di talak sebelum giliranya di sempurnakanya. 8. Undang – undang dan hukum perkawinan dalam kompalasi hukum islam di Indonesia a) Undang – undang perkawinan Undang – undang perkawinan di Indonesia adalah undang – undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang di oleh DPR pada tanggal 2 Januari 1974. Sebagai pelaksanaan undang – undang tersebut telah di tetapkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 yang ditetapkan oleh Presiden pada Tanggal 1 April 1975. b) Hukum perkawinan dalam kompalasi hukum islam di Indonesia Kompalasi hukum islah di Indonesia yang di tetapkan pada tahun 1991, menghimpun bahan – bahan hukum yang di perlukan sebagai pedoman dalam bidang hukum yang di perlukan dalam bidang hukum yang di perlukan dalam bidang hukum material bagi para hakim di lingkungan pengadilan agama. B. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XI Semester II (Pelajaran II) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XI Semester II (Pelajaran II) Pelajaran II Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Memahami hukum islam tentang waris 2.1 Menjelaskan ketentuan waris dalam islam 2.2 Menjelaskan keterkaitan waris dengan wasiat 2.3 Menunjukkan contoh cara pelaksanaan waris dan wasiat 2. Ringkasan Materi a. Pengertian ilmu mewaris Dari segi istilah, mewaris adalah ilmu tentang pembagian harta peninggal setela seseorang meninggal dunia. b. Tujuan ilmu mewaris Tujuan ilmu mewaris adalah membagi harta pusaka (warisan) sesuai ketentuan nash ( Al – Quran dan Sunnah) sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing –masing ahli waris. c. Sumber hukum ahli waris Adapun ayat – ayat Al- Quran yang berhubungan dengan masalah mawaris antara lain : للرجال نصب مما ترك الو لدان والاقربون وللنسا ء نصيب مما ترك الولدان والاقربو ن مما قل منه اوكثر نصيب مفرو ضا Artinya : Bagi laki – laki ada bagian dari harta yang di tinggalkan oleh ibu – bapak dan kerabatnya. Dan bagi wanita ada bahagia dari harta yang di tinggalkan oleh ibu –bapak dan kerabatnya baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah di tentukan ( An Nisa’ : 7). Adapun dasar atau sumber hukum waris yang berasal dari sunnah rasul antara lain : قد انزل الله فى اخوانك وبين وجعل لهن الثلثا ن Artinya : Allah telah menurunkan hukum waris bagi saudara –saudaramu yang perempuan itu dan Allah telah menerangkan bahwa mereka mendapat bahagiaan dua pertiga dari hartamu. d. Kedudukan ilmu mawaris Harta pusaka atau harta peninggalan seseorang sering kali menimbulkan persengketaan dan pertengkaran dam keluarga sehingga sering kali memutuskan hubungan silaturrahmi atau tali persaudaraan dalam keluarga. Hal ini antara lain karena masing –masing ahli waris pada dasarnya ingin mendapatkan bagian yang banyak bahkan kalau perlu semuanya untuknya sedangkan yang lain tidak perlu mendapatkan bagian. Untuk menghindari hal tersebu maka Allah menurunkan ketentuan dan aturan dalam mengatur pembagian harta warisan itu, dengan aturan dan ketentuan yang sudah pasti. Semua kebijakan dari hal ini berasal dari Allah. Dalam firmannya yang di jelaskan dalam surat An –Nisa’ :11 yang artinya : “ Tentang orang tuamu dan anak –anakmu kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih dekat manfaatnya bagimu. Ini adalah ketentuan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana (An –Nisa’ :11). e. Hukum Mempelajari Ilmu Mawaris Hukum mempelajari faraidh atau ilmu mawaris meripakan fardu kifayah. Kita umat islam wajib mengerahui tentang ketentuan –ketentuan yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam hal yang berkaitan dengan ilmu faraidh atau ilmu mawaris tersebut. Rarusullah bersabda : تعاموا الفرائض وعامو ها النا س فاء نه نصف العلم وهو ينسى وهو اول شئ ينزع من امتى Artinya : pelajarilah faraidh dan ajarkanlah dia kepada manusia karena dia adalah separoh ilmu dan dia mudah dilupakan orang dan dia adalah sesuatu yang akan dicabut pertama kali dari umatku (HR. Ibnu Majah dan Daru Qutni). f. Pembagian waris sebelum turunya ayat –ayat mawaris Didalam kitab fiqih sunnah, Sayid Sabiq menjelaskan bahwa orang –orang Arab Jahiliyah sebelum islam, membagi harta waris mereka hanya kepada orang laki –laki. Kaum perempuan tidan menerima bagian. Demikian pula anak –anak yang masih kecil. Hanya anak –anak yang sudah besar (dewasa) sajalah yang mendapatkan bagian harta warisan. Dalam waris mewaris orang Arab Jahiliyah melakukanya dengan sumpah. Praktik seperti ini kemudian dibatalkan oleh islam. Maka turunlah ayat 11 surat An –Nisa’. g. Sebab waris mewaris 1. Pertalian darah atau nasab 2. Perkawinan yang sah 3. Karena pemerdekaan / wala’ h. Halangan waris mewaris (mawani’ al irtsi) Hal –hal yang dapat membatalkan atau menjadi penghalang seseorang untuk waris mewarisi adalah karena : 1. Membunuh 2. Murtad 3. Kafir atau berbeda agama 4. Bersetatus hamba sahaya 5. Sama –sama meninggal dunia pada saat yang sama. C. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XI Semester II (Pelajaran III) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XI Semester II (Pelajaran III) Pelajaran III Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 3.Memahami hukum islam tentang waris 3.1 Menjelaskan ketentuan hukum waris dalam islam 3.2 Menjelaskan keterkaitan waris dengan wasiat 3.3 Menunjukkan contoh cara pelaksanaan waris dan wasiat 2. Ringkasan Materi a. Ahli waris dan furudh al –muqaddarah Ahli waris adalah orang –orang yang berhak menerima pusaka atau bagian dari harta warisan. Furudh al –muqaddarah adalah bagian –bagian etrtentu yang tidak di sebutkan dalam Al –Qur’an. Ahli waris sababiyah adalah orang yang berhak menerima bagian harta peninggalan atau harta warisan karena terjadinya hubungan perkawinan denga orang yang meninggal yaitu suami atau istri. Ahi waris nasabiyah adalah yang berhak menerima bagian harta peninggalan atau harta warisan karena ada hubungan nasab atau pertalian darah atau keturunan dengan orang meninggal. Ushul al –mayit adalah bapak ibu kakek –nenek dan seterusnya sampai keatas. 1. Ahli waris yang mendapat bagian 2. Ahli waris yang mendapat setengah (1/2)bagian adalah a) Anak perempuan tunggal b) Cucu perempuan dari anak laki –laki, di persamakan dengan anak perempuan tunggal. c) Saudara perempuan kandung tunggal /Saudara perempuan seayah tunggal bila saudara yang sekandung tidak ada. d) suami 3. Ahli waris yang mendapat bagian seperempat : a) suami, bila istri yang meninggal dunia itu mempunyai anak (laki –laki atu perempuan) atau cucu dari anak laki -laki b) istri (seorang atu lebih) apabila suami itu tidak mempunyai anak dari istri atau dari cucu dari anak laki -laki 4. Ahli waris yang mendapatkan seperdelapan : Istri ( seorang atau lebih) mendapat bagian seperdelapan jika suami mempunyai anak (baik hasil dari perkawinan dengannya atau dengan istri yang lain). Atau jika pidak mempunyai anak tetapi mempunyai cucu. 5. Ahli waris yang mendapat bagian dua pertiga : a) Dua orang anak atau lebih (jika tidak ada anak laki –laki). b) dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki –laki jika tidak ada anak perempuan c) dua orang saudara perempuan kandung atau lebih. 6. Ahli waris yang mendapatkan bagian sepertiga : a) ibu b) dua orang saudara atu lebih (laki –laki atau perempuan yang seibu). 7. Ahli waris yang mendapat bagian seperempat : a) Ibu (jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki –laki dan saudara –saudara). b) bapak (bila yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki –laki). c) nenek ( ibu dari ibu atau ibu dari bapak, apabila ibu tidak ada). d) cucu perempuan dari anak laki –laki seorang atau lebih (jika yang meninggal mempunyai anak perempuan tunggal). e) kakek ( bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki sedang bapaknya tidak ada. f) seorang saudara seibu (laki –laki atau perempuan) g) saudara perempuan seayah seorang atau lebih b. Hijab (terhalang mendapat pusaka/penghapusan hak waris) hijab adalah menghapus harta waris seorang baik penghapusan sama sekali atau penggeseran atau pengurangan bagian dari harta waris karena ada ahli waris yang lebih dekat dengan si mayit. Ahli waris yang tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada yaitu tetap akan mendapat harta warisan adalah ahli waris yang dekat, yaitu : 1. Suami atau istr 2. Anak laki –laki dan perempuan 3. Ayah dan ibu c. Dzawil al –furudh dan ashabah dzawil al –furudh adalah ahli waris yang bagiannya dari harta pusaka telah di tentukan. Ashabah adalah ahli waris yang bagianya tidak di tetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah di bagi kepada dzawil al –furudh. d. Pembagian masing –masing ahli waris Berdasarkan tujuan ilmu mawaris yaitu membagi harta pusaka (warisan) kepada ahli waris sesuai dengan ketentuan nash (al –Qur’an dan As sunnah) sesuai dengan keadilan sosial dan sesuai dengan tugas serta tanggung jawab masing –m,asing ahli waris karena itu pembagian harta pusaka tidak sama bagian diantaranya mereka. Pembagian yang berbeda –beda itu menuntut perhitungan yang teliti. Seorang bisa menghitung secara teliti setidaknya ia mengetahui, memahami dan mampu mempraktik kan rumus –rumus faraid dan perhitungan secara matematis. D. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XI Semester II (Pelajaran VI) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XI Semester II (Pelajaran VI) Pelajaran VI Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 4. memahami hukum islam tentang waris 4.1 Menjelaskan ketentuan hukum waris dalam islam 4.2 Menjelaskan keterkaitan waris dengan wasiat 4.3 Menunjukkan contoh cara pelaksanaan waris dan wasiat 2. Ringkasan Materi a. Hal –hal yang berkenaan dengan harta peninggalan 1. Zakat 2. Biaya Pengurusan Jenazah 3. Melunasi Hutang b. Al –aul, Ar –Rad (pembagian sisa harta) 1. Al –Aul adalah cara mengatasi kesulitan pembagian harta warisan bila terjadi antara asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari pad jumlah penyebutnya. 2. Ar –rad dalam arti istilah adalah mengembalikan sisa harta pusaka pada ahli waris. c. Pengertian dan hukum wasiat 1. Pengertian wasiat Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di laksanakan sete;ah orang yang berwasiat itu meninggal dunia. 2. Hukum wasiat Wasiat hukumnya sunnah sebagaimana dijelaskan dalam al –Qur’an bahwa sesudah menetapkan berapa ketentuan dalaam pembagian harta warisan kemudian Allah menjelaskan pula bahwa pembagian harta warisan tersebut hendaknya dilaksanakan setelah di selesaikan wasiat dari orang yang meninggal. d. Syarat dan rukun wasiat 1. Syarat wasiat a) beragama islam b) sudah balig atau sudah cukup umur c) berakal sehat d) orang yang merdeka (bukan hamba sahaya) e) amanah f) berkemampuan untuk melaksanakan wasiat seperti yang di harapkan oleh orang yang berwasiat 2. Rukun wasiat a. orang yang berwasiat b. sesuatu yang di wasiatkan c. yang menerima wasiat d. lafadz wasiat e. Permasalahan dalam wasiat 1. Kadar wasiat Kadar atau ukuran besarnya sesuatu yang di wasiatkan sebesar –besarnya adalah sepertiga dari harta orang yang berwasiat, tidak boleh lebih dari itu kecuali apabila di izinkan oleh semua ahli waris sesudah matinya orang –orang yang berwasiat. 2. wasiat bagi yang tidak memiliki ahli waris Jika seorang meninggal dunia dan meninggalkan sejumlah harta sementara ia tidak mempunyai seorang pun ahli waris yang berhak menerimanya maka seluruh harta benda peninggalanya di serahkan kepada baitul mal / lembaga lain yang sejenis yang akan memanfaatkan harta tersebut untuk kepentingan umum dalam menegak kan ajaran islam. f. hikmah wasiat 1. Menunjukkan ungkapan terima kasih dan balas budi orang yang berwasiat kepada seorang yang di anggap berjasa dalam membantu menyelesaikan persoalan –persoalan yang berkaitan dengan si mayat pada waktu hidupnya. 2. Menambah kebaikan yang memiliki mayat sekaligus menambah pahala bagi mayat 3. Mendukung kelangsungan program mayat sehingga dapat di lanjutkan dengan baik oleh orang yang di beri wasiat 4. Membesarkan jiwa dan melegakan hati orang yang mendapat wasiat sehingga dengan wasiat seorang dapat membebaskan perasaan nya yang negatif. 5. Mewujudkan ketertiban dan kedamaian dalam masyarakat karena terwujudnya ketertiban dan kedamaian keluarga g. Al –isha 1. Pengertian Al –Isha Isha adalah memberi kuasa kepada seorang untuk melakukan sesuatu yang akan dilaksanakan setelah orang yang memberi kuasa itu meninggal dunia. 2. Hukum Isha Mengangkat wasi hukumnya sunnah jika tidak terdapat hal-hal yang mengharuskan untuk mengangkatnya dan apabila suatu kewajiban mayat tidak dapat dilaksanakan tanpa mengangkat wasimaka mengangkat wasi hukumnya wajib. 3. Syarat-syarat dan Rukun Isha a) Orang yang mengangkat wasi b) Suatu yang menjadi urusanm wasi c) Orang yang menjadi wasi d) Ucapan pengangkatan wasi Bagi orang yang mengangkat wasiharus memenuhi empat syarat berikut ini; a. Sudah sampai umur atau balig b. Berakal sehat c. Merdeka d. Dilakukan sesuai dengan kemampuannya Bagi orang yang menjadi wasi harus memenuhi tujuh syarat, yaitu : a. Beragama islam b. Sudah sampai umur atau balig c. Berakal sehat d. Merdeka e. Adil f. Sanggup melakukan pesan yang diberikan g. Tidak ada permusuhan atau perselisihan dengan orang –orang yang akan di urusnya E. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XII Semestar I (pelajaran 1) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XII Semester I (pelajaran 1) SK KD 1. Memahami ketentuan islam tentang siyasah syariah 1.1 menjelaskan ketentuan islam tentang pemerintahan (khilafah) 1.2 menjelaskan majlis syura dalam islam 2. Ringkasan Materi a. Pengertian Khilafah Islam adalah agama paripurna dan sempurna yang didalamnya mengatur system politik dan pemerintahan. Khilafah menurut bahasa artinya pengganti yang mempunyai arti pemerintah atau kepemimpinan. Sedangkan menurut istilah khilafah berarti stuktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan syariat islam. Adapun khilafah pengganti nabi muhammmad SAW sebagai kepala Negara dan pimpinan agama. b. Tujuan Khilafah Secara umum Tujuan khilafah adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, sejahtera lahir dan batin serta memperoleh ampunan dari ridho Allah SWT. Secara khusus tujuan khilafah adalah sebagai berikut: 1. Melanjutkan kepemimpinan agama islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat (bukan pengganti Nabi) 2. Berupaya untuk memeliahara keamanan danketahan agama dan Negara 3. Mengupayakan kesejahteraan lahir batin dalam rangka memperoleh kebahagian didunia dan akhirat 4. Mewujutkan dasar-dasar khilafah (pemerintah) yang adil dalam seluruh aspek kehidupan umat islam. c. Dasar-dasar Khilafah Dasar-dasar khlafah antara lain : 1. Dasar tauhid atau mengesakan Allah SWT. 2. Dasar persamaan derajat sesame manusia. 3. Dasar persatuan islamiyah. 4. Dan musyawarah atau kedaulatan rakyat. 5. Dasar keadilan dan kesejahteraan bagi sluruh umat d. Hikmah Khilafah Hikmah khilafah adalah adanya upaya pengendalian dan pemenuhan aspirasi rakyat yang beragama dapat dipadukan kepentingan yang beragam dapat diakomodasikan sehingga meskipun pada dasarnya manusia itu mempunyai karakter yang berbeda akan tetapi atas nama Negara mereka dapat dipersatukan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan dengan menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. e. Pengertian Majlis Syura Menurut bahasa majlis syura artinya tempat musyawarah. Adapun menurut istilah adalah lembaga permusyawaratan atau badan yang ditugasin untuk memperjuangkan kepentingan rakyat melalui musyawarah. f. Pengertian Ahlul Halli Wal Aqdi Ahlul Halli Wal Aqdi ialah wakil rakyat yang menjadi anggota majlis permusyawaratan. Menurut Fahruddin al-Razi. Ahlul Halli Wal Aqdi ialah para alim ulama dan kaum cendekiawan yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka. Syarat menjadi Ahlul Halli Wal Aqdi harus mempunyai dua persyaratan penting yaitu: 1. Mereka harus terdiri dari para ilmuan 2. Mereka dipilih oleh rakyat atau memperoleh kepercayaan dari rakyat. g. Syarat menjadi anggota majlis syura 1. Memiliki kepribadian yang jujur dan adil penuh tanggup jawab. 2. Memiliki ilmu pengtahuan yang luas sesuai dengan bidang keahliannya. 3. Memiliki keberanian untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta teguh dll. h. Hak dan Kewajiban Majlis Syura 1. Memilih, mengangkat dan memberhentikan khalifah 2. Mewakili rakyat dalam bermusyawarah dengan khalifah untuk menyelesaikan permasalahan dan berbagai kepentingan rakyat 3. Membuat bersama khalifah demi memantapkan pelaksanaan hukum Allah 4. Menetapkan garis-garis program Negara yang akan dilaksanakan oleh khalifah 5. Menetapkan belanja Negara 6. Merumuskan gagasan dan strategi 7. Menghadiri siding majlis syura saat persidangan. i. Hikmah Adanya Majlis Syura 1. Melaksanakan pemrintah Allah dan mencontoh perbuatan Rosulullah tentang musyawarah untuk menyelesaikan persoalan hidup dan umat islam 2. Melahirkan tanggungjawab bersama terhadap keputusan yang ditetapkan karena keputusan tersebut ditetapkan leh wakil-wakil rakyat yang dipilih sesuai dengan kemampuan dan tanggungjawab 3. Melahirkan keputusan dan ketetapan yang baik dan kebijakan karena keputusan tersebut ditetapkan oleh banyak pihak. F. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XII Semestar I ( pelajaran 2 ) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XII Semester I (pelajaran 2 ) SK KD 3. Memahami sumber hukum islam 3.1 menjelaskan sumber hukum yang disepakati dan tidak disepakati ulama 3.2 menunjukan peranan sumber hukum yang disepekati dan tidak disepakati ulama 3.3 menjelasakan pengertian, fungsi dan kedududkan ijtihad 2. Ringkasan Materi a. Al-Qur’an Sumber Hukum Islam Pertama 1. Dasar Kehujjahan Al-Qur’an dan Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama dan menepati kedudukan pertama darisumber-sumber hukum antara lain dan merupakan aturan paling dasar yang paling tinggi seumber hukum maupun keentuan norma yang ada dan tidak boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an. 2. Pedoman Al-Qur’an Dalam Menetapakan Hukum ada tiga hal yaitu a) Tidak memberatkan b) Meminimalisir beban c) Berangsur-angsur dlam menetapkan hukum b. Hadits Sebagai Sumber Hukum Kedua 1. Kedudukan Hadits sebagai Sumber Hukum Islam Semua umat islam telah sepakat dengan bulat bahwa Al-Qur’an dan hadits meng rupakan sumber pokok syariat islam yang tetap. Banyak kita jumpai ayat Al-Qur’an dan Hadits-hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun larangan. Jadi kedudukan hadits sebagai sumber hukum islam dengan mengambil beberapa dalil baik naqli msupun naqli. c. Pengertian Ijma’ Kata ijma’ merupakan masdar dari memutuskan dan menyepakati sesuatu. d. Pengertian Qiyas Menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukurkan sesuatu dengan yang lain. Macam-macam qiyas: 1. Qiyas aula yaitu qiyas yang apabila ‘illahnya mewajibkan adanya hukum. dan antara hukum asal dan hukum yang disamakan dan hukum cabang memiliki hukum yang lebih utamadai pada al-asal. 2. Qiyas Musawi yaitu qiyas yang apabila ‘illahnya mewajibkan adanya hukum dan dama antara hukum yang ada pada al-ashlu maupun hukum yang da pada al-far’u (cabang) 3. Qiyas adna yaitu adanya hukum al-far-u lebih lemah bila dirujuk dengan hukum al-ashlu. e. Istihsan menurut bahasa isitihsan berarti “menganggap baik”. Sedang menurut istilah Ahli Ushul ialah berpindahnya seorang mujtahid dari hukum yang dikehendaki oleh Qiyas jaly (jelas) kepada hukum yang dikehendaki oleh qiyas khafy (samar-samar), atau dari hukum kully (umum) kepada hukum yang bersifat istisna’ (pengecualian). f. Istishab ialah mengambil hukum yang telah ada atau ditetapkan pada masa lalu dan tetap dipakai hingga masa-masa selanjutnya, sebelum ada hukum yang mengubahnya. g. Mashalih Mursalahn Artinya kemasalahatan, kepentingan. Mursalah berarti telepas. Dengan demikian mashalihuk mursalah berarti kemaslahatan yang terlepas. h. Al-Urf ialah segala sesuatu yang sudah saling dikenal dan dijalankan oleh suatu masyarakat dan sudah menjadi adat istiadat, baik berupa perkataan, perbuatan maupun meninggalkan. i. Syar’u Man Qoblana ialah syarat yang diturunkan kepada orang-orang sebelum kita yaitu ajaran agama sebelum datangnya agama islam. j. Saddudz Dzari’ah, Dzarai jama dari kata dzari’ah artinya jlan. Saddudz dzari’ah berarti menutup jalan. Saddudz dzari’ah berarti melarang perkara-perkara yang lahirnya boleh, karena ia membuka jalan dan menjadi pendorong kepada perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama. k. Mazhab Shahaby ialah fatwa-fatwa para sahabat mengenai berbagai masalahyang dinyatakan setelah Rosulullah SAW wafat. l. Dalatul Iqtiran ialah dalil-dalil menunjukan kesamaan hukum terhadap sesuatu yang disebutkan bersamaan dengan sesuatu yang lain. m. Ittiba’ dan Taqlid Itiba’ adalah menerima atau mengikuti pendapat perbuatan seseorang dengan mengetahui dasar dan pendapat atau perbuatannya itu. Taqlid adalah menerima atau mengikuti pendapat perbuatan seseorang tanpa mengetahui dasar pendapat atau perbuatannya itu. n. Ijtihad artinya sungguh-sungguh. Hukum ijtihad menurut Syekh Muhammad Khudlari bahwa ijtihad itu dapat dikelompokkan menjadi: 1. Wajib Ain yaitu seseorang yang ditanya tentang suatu masalah dan masalah itu akan hilang sebelum hukumnya diketahui. 2. Wajib kifayah yaitu apabila seseorang ditanya tentang sesuatu dan sesuatu itu tidak hilang sebelum diketahui hukumnya, sedangkan selain dia masih ada mujtahid lain. 3. Sunnah yait ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum terjadi. G. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XII Semestar I I ( pelajaran 1 ) a. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XII Semester II (pelajaran 1 ) HUKUM-HUKUM SYAR’I SK KD Memahami hukum-hukum Syar’i Menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam islam Menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam islam Menjelaskan mahkum bihi Menjelaskan mahkum ‘alai b. Ringkasan Materi a. PEMBAGIAN HUKUM SYAR’I 1. Hukum Taklifi Hukum taklifi adalah syar’i yang mengandung tuntutan (untuk dikerjakan atau di tinggalkan oleh mukalaf) atau yang mengandung pilihan antara yang di tinggalkan atau yang dikerjakan. Hukum taklifi di bagi 5 bagian yaitu : a) Ijab adalah firman yang menuntut melakukan suatu perbuatan dengan tuntutan pasti. b) Nadb adalah firman Allah yang menuntut melakukan sesuatu perbuatan yang tidak pasti tetapi hanya berupa anjuran untuk berbuat. c) Takhrim adalah firman Allah yang menuntut untuk tidak melakukan sesuatu dengan tuntutan yang pasti. d) Karahah adalah firman Allah yang menuntut untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak pasti tetapi hanya berupa anjuran untuk tidak berbuat. e) Ibahah adalah firman Allah yang memberi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. 2. Hukum wadh’i Hukum wadh’i adalah titah Allah yang menjadikan sesuatu sebagai sebab bagi adanya sesuatu yang lain,atau sebagai syarat bagi sesuatu yang lain (penghalang) sesuatu yang lain tersebut. Hukum wadh’i ada 3 yaitu a) Sebab adalah segala sesuatu yang di jadikan oleh syar’i sebagai alasan bagi ada dan tidaknya hukum. b) Syarat adalah segala sesuatu yang tergantung adanya hukum. c) Mani’ adalah segala sesuatu yang dengan adanya dapat meniadakan hukum atau dapat membatalkan hukum. 3. Perbedaan antara hukum taklifi dengan hukum wadh’i a) Dilihat dari sudut pengertiannya, hukum taklifi adalah hukum Allah yang berisi tuntutan-tuntutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu perbuatan, atau membolehkan memilih antarab berbuat atau tidak berbuat. Sedangkan hukum wadh’i tidak mengandung tuntutan atau memberi pilihan, hanya menerangkan sebab atau halangan suatu hukum sah dan batal. b) Dilihat dari sudut kemampuan mukalaf untuk memikulnya, hukum taklifi selalu dalam kesanggupan mukalaf, baik dalam mengerjakan atau meinggalkannya. Sedang hukum wadh’I kadang-kadang dapat dikerjakan (disanggupi) oleh mukalaf dan kadang-kadang tidak. c. Mahkum bihi Mahkum bihi adalah perbuatan orang mukallaf yang berhubungan dengan hukum syara’ atau yang dibebani syar’i. Syarat-syarat mahkum bihi yaitu : 1. Hendaknya tuntutan perbuatan yang di kenai hukum itu diketahui dengan jelas dan pasti oleh orang mukalaf sehingga ia bisa menunaikannya sesuai dengan yang di tuntut. 2. Perbuatan yang dikenai hukum itu bisa diketahui oleh orang mukalaf bahwa beban hukum tersebut dari Allah sehingga dalam mengerjakannya semata-mata untuk mendapat ridho Allah. 3. Beban hukum (taklifi) adalah hal yang mungkin terjadi, karena tidak adataklif terhadap perbuatan yang mustakhil terjadi, atau diluar batas kemampuan manusia. 4. Taklif tersebut jelas dan mukalaf dapat membedakan antara perbuatan tersebut dengan yang lainya, supaya ditentukan niat terhadap perbuatan tersebut bila hendak mengerjakannya. d. Mahkum Alaih Mahkum Alaih adalah mukalah yang perbuatannya berhubungan dengan hukum syar’i atau dengan kata lain orang mukalaf yang perbuatannya menjadi tempat berkalunya hukum Allah. Adapun kondisi manusia untuk melaksasnakan hukum-hukum Allah ada 3 kemungkinan yaitu : 1. Tidak memiliki kemampuan sama sekali untuk berbuat 2. Memiliki kemampuan untuk berbuat tetapi belum sempurna. H. SK – KD dan Pelajaran Materi Kelas XII Semestar II ( pelajaran 2 ) 1. Standar Kompetensi Materi Fiqih Kelas XII Semester II (pelajaran 2 ) SK KD Memahami kaidah-kaidah ushul fiqih Menjelaskan macam-macam kaidah ushul fiqih Menerapkan macam-macam kaidah ushul fiqih 2. Ringkasan Materi a. AMR 1. Pengertian Amr Dari segi bahasa Amr berarti suruhan, sedangkan menurut istilah Amr berarti suatu lafal yang dipergunakan oleh orang yang lebih tinggi derajatnya kepada orang yang lebih rendah untuk meminta bawahannya mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak boleh ditolak. 2. Bentuk-bentuk Amr a) Fi’il Amr b) Fi’il Mudhori’ c) Isim Fi’il Amr d) Masdar Penganti Fi’il e) Jumlah Khabariyah/Kalimat Berita f) Kata yang Mengandung Makna Perintah 3. Kaidah-Kaidah Amr Kaidah-kaidah Amr yaitu ketentuan-ketentuan yang dipakai para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum. Ulama’ Ushul Fiqih merumuskan kaidah-kaidah Amr dalam lima bentuk, yaitu : a) Kaidah Pertama 1) Nadb (anjuran) 2) Irsyad (membimbing atau member petunjuk) 3) Ibahah (boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan) 4) Tahdid (mengancam atau menghardik) 5) Taskhir (menghina atau merendahkan) 6) Ta’jiz (menunjukkan kelemahan lawan bicara) 7) Taswiyah (sama antara dikerjakan dan tidak) 8) Takzib (mendustakan) 9) Talhif (membuat sedih atau merana) 10) Do’a (permohonan) b) Kaidah Kedua Perintah setelah larangan menunjukkan kepada kebolehan. Maksudnya adalah perbuatan yang sebelumnya dilarang lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan perintah wajib tetapi hanya bersifat membolehkan. c) Kaidah Ketiga Pada dasarnya perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan. Jumhur ulama’ sepakat bahwa perintah mengerjakan yang berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan dengan waktu yang telah ditetapkan dan tidak boleh diluar waktu. Bila dilakukan diluar waktu, tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara’ maka hukumnya akan berdosa. d) Kaidah Keempat Pada dasarnya perintah itu tidak enghendaki pengulangan. e) Kaidah kelima Memerintahkan mengerjakan sesuatu berarti memerintahkan pula segala wasilahnya. Maksudnya perbuatan yang diperintahkan itu tidak bisa terwujud tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan lain yang dapat mewujudkan perbuatan perbuatan yang diperintahkan itu. b. NAHI Menurut bahasa adalah larangan, sedang menurut istilah larangan ialah tuntutan meninggalkan sesuatu yang datangnya dari orang yang lebih tinggi tingkatannya kepada orang yang lebih rendah tingkatannya. 1. Bentuk-Bentuk Nahi a) Fi’il Mudhori’ yang disertai dengan lanahiyah. b) Lafal-lafal yang member pengertian haram atau perintah meninggalkan sesuatu perbuatan. 2. Kaidah-Kaidah Nahi a) Kaidah Pertama Menurut jumhur larangan itu menunjukkan haram. b) Kaidah Kedua Larangan terhadap sesuatu berarti perintah akan kebalikannya. c) Kaidah ketiga Pada dasarnya larangan yang mutlak menghendaki pengulangan larangan dalam setiap waktu. d) Kaidah keempat Pada dasarnya larangan itu menghendaki fasad atau rusak secara mutlaq. c. ‘AM DAN KHAS 1. ‘Am dan Kaidahnya Ditinjau dari segi bahasa kata ‘am artinya yang umum, sedangkan menurut istilah adalah lafal yang menunjukkan pengertian umum yang mencakup satuan-satuan (afrat) yang ada dalam lafal itu tanpa pembatasan jumlah tertentu. Dari segi bahasa kata Khas berarti tertentu atau khusus, sedangkan dalam istilah ushul fiqih khas adalah lafal yang menunjukkan satu lafal tertentu. d. MUTLAQ DAN MUQOYYAD Secara bahasa Mutlaq berarti tidak terkait. Menurut istilah suatu lafal tertetu yang tidak terikat oleh batasan lafal yang mengurangi keumumannya. Sedangkan Muqoyyad secara bahasa adalah terikat, sedangkan menurut istilah sesuatu lafal tertentu yang dibatasi oleh batasan, lafal lain yang mengurangi keumumannya. e. MANTUQ DAN MAFHUM Secara bahasa Mantuq adalah diucapkan, sedang menurut istilah apa yang ditunjukka oleh lafal sesuai denga yang diucapkan. 1. Macam-macam Mantuq ada dua, yaitu : a) Mantuq Nash yaitu lafal yang tidak mungkin dipalingkan kepada arti lain selai arti hafiahnya. b) Mantuq Zihard yaitu suatu kata yang memungkinkan untuk palingkan kepada arti lain selain arti harfiyah. 2. Macam-macam Mafhum, yaitu : a) Mafhum Muwafaqat yaitu sesuatu yang tidak diucapkan (tersirat) hukumnya sesuai dengan apa yang dilafadkan. Mafhum muwafaqat dibagi dua macam yaitu : fahwal khitab dan lahnul khitab b) Mafhum Mukhalafah adalah yang tidak dilafalkan itu berlainan hukumnya dengan yang dilafalkan. 3. Berhujjah dengan mafhum Jumhur ulama’ memperbolehkan berhujjah dengan mafhum mukhalafah dengan syarat : a) Mafhum mukhalafah itu tridak bersebrangan dengan dalil yang lebih kuat baik dalil mantuq maupun mafhum muwafaqah. b) Hal yang disebutkan itu tidak dalam hubungan menguatkan suatu keadaan. c) Jika hal yang disebutkan itu dalam rangkaian dengan sesuatu yang lain, maka mafhum mukhalafahnya tidak menjadi dasar. d) Hal yang di sebutkan itu bukan sesuatu yang biasa terjadi. f. Mujmal dan Mubayyan Mujmal adalah lafadz yang sighatnya tidak jelas menunjukan apa yang di maksud sedang mubayyan adalah lafazd yang sighatnya jelas menunjukan apa yang di maksud. 1. Lafadz Mujmal dapat terjadi pada : a) Lafadz mufrad baik itu bentuk isim, fi’il maupun huruf. b) Susunan kalimatnya 2. Tingkatan bayan Yang di maksud dengan bayan adalah menjelaskan sesuatu yang tidak jelas sehingga menjadi jelas. a) Bayan menggunakan kata-kata disebut juga dengan bayan penguat. b) Banyak dengan perbuatan seperti sabda Nabi. c) Bayan dengan isyarat. g. Muradhif dan Musytarak Muradhif adalah lafazd yang menunjukan satu arti. Musytarak adalah satu lafadz yang menunjukan dua makna atau lebih. h. Dzahir dan Takwil Dzahir adalah suatu lafadz yang jelas dalalahnya menunjukkan kepada suatu arti asal tanpa membutuhkan faktor lain dari luar lafadz itu. Sedangkan Takwil adalah memaligkan lafadz dari makna dzahirnyakepada makna yang lain. BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Beberapa Aspek 1. Aspek Metodologi Menurut Dr. Ahmad Tafsir, metode adalah istilah yang di gunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu . Dalam penyampaian materi Fiqih ini, banyak sekali metode yang dapat di gunakan, namun tidak semua metode dapat di terapkan pada tiap materi yang diajarkan. Seorang guru harus pandai dalam memilih metode yang akan digunakan, sehingga siswa tidak merasa jenuh dengan materi yang ada. 2. Aspek Psikologi Menurut Wilhelm Wund, Psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman –pengalaman yang timbul dalam diri manusia seperti perasaan panca indra, pekiran dan kehendak. Dalam hal ini, Fiqih sangat berperan penting dalam perkembangan psikis siswa, karena dengan mengetahui materi Fiqih siswa akan mengerti tentang hukum –hukum Syar’at islam yang di jelaskan dalam materi Fiqih yang sebelumnya mungkin tidak di ketahui sehingga di sini sangat berpengaruh terhadap keadaan psikis siswa dan proses berfikir siswa dalam menentukan tindakan yang akan siswa lakukan. 3. Aspek Sosial Fiqih merupakan ilmu yang mengamalkan praktik dalam lingkungan sekitar.Dalam Aspek ini, pada mata pelajaran Fiqih banyak materi yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari –hari, sehingga pribadi siswa dapat terarah dengan baik menurut syari’at islam dan siswa dapat berinteraksi sosial dengan sesamanya. Manusia itu tak kan pernah lepas dari masyarakat yang terus berkembang dari waktu kewaktu maka pendidikan sosiologis akan memberi manfaat yang besar terhadap siswa. B. Klasifikasi materi dari rana kognitif, afektif dan psikomotorik 1. Aspek Kognitif a. Materi Fiqih Kelas XI semester, II di antaranya : 1. Menjelaskan hukum dalam pernikahan 2. Menjelaskan rukun dan syarat pernikahan 3. Menjelaskan hukum mahar dan walimah 4. Menjelaskan rukun, syarat dan macam –macam talak 5. Menjelaskan rukun dan sebab –sebab khulu’ 6. Menjelaskan sebab –sebab fasakh 7. Menjelaskan macam –macam iddah 8. Menjelaskan hukum rujuk 9. Menjelaskan tujuan ilmu mawaris 10. Menjelaskan sebab –sebab ilmu mawaris 11. Menjelaskan pembagian masing –masing ahli waris 12. Menjelaskan hal –hal yang berkenaan dengan harta peninggalan 13. Menjelaskan hukum, syarat dan rukun wasiat dan isha b. Materi Fiqih Kelas XII semester, I di antaranya : 1. Menjelaskan tujuan dan dasar khilafah 2. Menjelaskan Syarat dan rukun khalifah 3. Menjelaskan Hak dan kewajiban majlis syura 4. Menjelaskan Kedudukan Al –Qur’an dan Al –Hadist sebagai sumber hukum 5. Menjelaskan Macam –macam ijma’ dan qiyas 6. Menjelaskan Kedudukan sebagai sumber hukum, ihtisar, istishab, mashalihul mursalah, al –Urf, syar’u man qalbana. 7. Menjelaskan Tentang saddudz dzari’ah, mazhab shaby, dalalatul iqtiran, tarjih dan tarfiq, ittiba’ dan taqlid, dan ijtihad 8. Menjelaskan Hukum dan kedudukan ijtihad c. Materi Fiqih Kelas XII semester, II di antaranya : 1. Menjelaskan tentang pembagian hukum syar’i 2. Menjelaskan tentang mahkum buhi dan mahkum alaih 3. Menjelaskan kaidah amr dan nahi 4. Menjelaskan mantuk dan mafhum 5. Menjelaskan tentang berhujjah dengan mafhum 6. Menjelaskan tentang mujmal dan mubayyan, muraddif dan musytarak, dzahir dan takwil, nasikh dan mansukh. 2. Aspek afektif a. Materi Fiqih Kelas XI semester, II di antaranya : 1. Mengetahui hukum dalam pernikahan 2. Mengetahui rukun dan syarat pernikahan 3. Mengetahui hukum mahar dan walimah 4. Mengetahui rukun, syarat dan macam –macam talak 5. Mengetahui rukun dan sebab –sebab khulu’ 6. Mengetahui sebab –sebab fasakh 7. Mengetahui macam –macam iddah 8. Mengetahui hukum rujuk 9. Mengetahui tujuan ilmu mawaris 10. Mengetahui sebab –sebab ilmu mawaris 11. Mengetahui pembagian masing –masing ahli waris 12. Mengetahui hal –hal yang berkenaan dengan harta peninggalan 13. Mengetahui hukum, syarat dan rukun wasiat dan isha b. Materi Fiqih Kelas XII semester, I di antaranya : 1. Mengetahui tujuan dan dasar khilafah 2. Mengetahui Syarat dan rukun khalifah 3. Mengetahui Hak dan kewajiban majlis syura 4. Mengetahui Kedudukan Al –Qur’an dan Al –Hadist sebagai sumber hukum 5. Mengetahui Macam –macam ijma’ dan qiyas 6. Mengetahui Mengetahui Kedudukan sebagai sumber hukum, ihtisar, istishab, mashalihul mursalah, al –Urf, syar’u man qalbana. 7. Mengetahui Tentang saddudz dzari’ah, mazhab shaby, dalalatul iqtiran, tarjih dan tarfiq, ittiba’ dan taqlid, dan ijtihad 8. Mengetahui Hukum dan kedudukan ijtihad c. Materi Fiqih Kelas XII semester, II di antaranya : 1. Mengetahui tentang pembagian hukum syar’i 2. Mengetahui tentang mahkum buhi dan mahkum alaih 3. Mengetahui kaidah amr dan nahi 4. Mengetahui mantuk dan mafhum 5. Mengetahui tentang berhujjah dengan mafhum 6. Mengetahui tentang mujmal dan mubayyan, muraddif dan musytarak, dzahir dan takwil, nasikh dan mansukh. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari landasan teori dari analisis di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa materi kelas XI semester II yaitu Memahami hukum islam tentang huklum keluarga meliputi pernikahan, ijab kobul, walimah, talak, fasahk, khuluk, iddah dan rujuk sedangkan materi kelas XII semester 1 yaitu meliputi memahmi hukum islam tentang waris,furudh al muqaddaroh, hijab, dzawill al furudh ashabah. Materi kelas XII semester 1 meliputi memahami ketentuan Islam tentang syiasah syariah, pemerintahan majlis syura dalam islam dan sumber hukum islam. Materi kelas XII semester II meliputi pembagian hukum syar’I, mahkum bihi dan mahkum alaih, amr dan nahi, mantuk dan mafhum, berhujjah dengan mafhum, mujmal dan mubayyan, muroddif dan musytarak, dzahir dan takwil, nasikh dan mansukh. Telaah yang dapat diambil dari materi fiqih kelas XI semester 1 dan kelas XII semester 1 dan 2 Madrasah Aliyah adlah telaah materi dari aspek psikologis, sosiologis dan metodologis dan juga klasifikasi dari aspek kognitif afektif dan psikomotorik yang telah dijelaskan berdasarkan materi pembelajaran diatas. B. Saran dan Harapan 1. Sebagai calon seorang guru harus dapat memberikan suri tauladan kepada peserta didik kita kelak dengan bertumpu pada Materi Fiqih. 2. Dalam mengajar seorang guru harus terampil dalam mengolah materi dan keadaan kelas, baik perencanaan, pelaksanaan maupun dalam evaluasi sehingga peserta didik mampu menerima dan memahami materi yang disampaikan seorang pendidik. 3. Hendaknya seorang pendidik harus mampu menguasai dan memahami materi yang akan disampaikan kepada peserta didik sehingga tidak ada kesulitan dan kebingungan yang didapat selama proses pembelajaran dan dapat mencapai tujuan pendidikan itu sendiri. Dalam makalah ini tentunya banyak kesalahan dan kekurangan, baik dalam segi penulisan dan pemilihan kata-kata. Maka kami sebagai manusia biasa meminta kepada para pembaca agar tidak segan-segan memberikan saran dan kritik yang tentunya bisa menambah kemajuan kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia. Semoga makalah ini menambah wawasan para pembaca dan juga bermanfaat bagi kita semua. Alhamdulillah dengan segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi karena berkat rahmat, taufik dan hidayat –Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tela’ah Penjelasan Pengklasifikasian Materi Fiqih Madrasah Aliyah. Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dengan segala kemampuan, namun penulis yakin hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, keritik dan saran selalu penulis harapkan khususnya kepada para pembaca dan dapat membawa manfaat dan semoga Allah SWT selalu menunjukkan kita jalan yang lurus yaitu jalan orang –orang yang di beri nikmat, bukan jalan oaring –orang yang sesat. Amin Ya Rabbal Alamin. Daftar Pustaka Abu, Umar, Psikologi Umum Edisi Revisi, semarang, 1992 Depertemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2007 Khoiri Nur, Metodologi pembelajaran PAI, jepara, INISNU, 2011 Mujib, jusuf , ilmu pendidikan Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media, 2010

makalah sikap dan kepribadian dalam keberagamaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia mulai dari prenatal hingga lanjut usia mengalami perkembangan agama yang selalu mengikuti seperti pada saat manusia itu dilahirkan pasti akan mengikuti agama yang dianut oleh orang tuanya karena hanya orang tuanya yang menjadikan anak itu islam, majusi, yahudi atau nasrani tetapi ketika manusia itu sudah menginjak usia remaja maka dia akan mulai berpikir secara mandiri bagaimana cara mengimplementasikan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-harinya hingga dia menginjak usia remaja dan selanjutnya dewasa, maka dia akan lebih matang dalam beragama. Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan bagaimana kepribadian dan sikap keagamaan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan di atas dan di uraikan lebih lanjut oleh penulis, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah cirri-ciri sikap beragama pada masa remaja? 2. Bagaimanakah ciri-ciri sikap beragama pada masa dewaja? 3. Bagaimanakan pembagian tipe-tipe kepribadian? 4. Bagaimanakah unsure dinamika kepribadian? 5. Bagaimanakah hubungan antara kepribadian dan sikap keagamaan? C. Tujuan Penyusunan Makalah Dari permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui cirri-ciri sikap beragama pada masa remaja. 2. Untuk mengetahui ciri-ciri sikap beragama pada masa dewaja. 3. Untuk mengetahui pembagian tipe-tipe kepribadian. 4. Untuk mengetahui unsure dinamika kepribadian. 5. Untuk mengetahui bagaimanakah hubungan antara kepribadian dan sikap keagamaan. D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut: Dapat menambah wawasan bagi penulis dan pembaca, dapat memperjelas dan memberi tambahan ilmu pengetahuan mengenai kepribadian dan sikap keagamaan. Dan semoga menjadikan manfaat bagi kita semua.. BAB II PEMBAHSAN A. Ciri-ciri Sikap Beragama Pada Masa Remaja Berbagai macam dilakukan oleh remaja untuk mengekspresikan jiwa keberagamaannya. Hal ini tidak terlepas dari pengalaman beragama yang dilaluinya. Terdapat 4 sikap remaja dalam beragama, yaitu: • percaya ikut-ikutan • percaya dengan kesadaran • percaya, tetapi agak ragu-ragu • tidak percaya atau cendrung pada atheis B. Ciri-ciri Sikap Beragama Pada Masa Dewasa Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, sikap keberagamaan pada masa dewasa mempunyai ci-ciri sebagai berikut: 1. Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. 2. Cendrung bersifat realis. 3. Bersikap positif terhaap ajaran dan norma-norma agama . 4. Bersifat lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. 5. Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. 6. Bersifat lebih kritis terha maeri ajaran agama sehingga kemantpan beragama didasarkan pad pertimbangan pikiran dan pertimbangan hati nurani. 7. Cendrung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan agama yang diyakininya. 8. Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial. C. Tipe-tipe Kepribadian Secara garis besarnya pembagian tipe kepribadian manusia ditinjau dari beberapa aspek antara lain: 1. Aspek Biologis Aspek biologis, yangmempengaruhi tipe kepribadin seseorang ini didasarkan atas konstitusi tubuh dan bentuk tubuh yang dimiliki seseorang, tokoh-tokoh yang mengemukakan teorinya berdasarkan aspek biologis ini antaranya: a. Hippocrates dan Galenus Mereka berpendapat bahwa yang mempengaruhi tipe kepribadianseseorang adalah jenis cairan tubuh yang paling dominan, yaitu: tipe choleris, melancholic, plegmatis, dan sanguinis. b. Kretchmer Dalam pembagian tipe wataknya Kretchmer mendasarkan pada bentuk tubuih seseorang, yaitu: tipe astenis, piknis, atletis, dispastis. c. Sheldon Membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berbeda dalam bentuk tubuh sesorang. Berdasarkan aspek ini ia membagi tipe kepribadian menjadi: tipe ektomorph, mesomorph, endomorph. 2. Aspek Sosiologis Pembagian ini didasarkan kepada pandangan hidup dan kualitas social seseorang. Yang mengemukakan teorinya bedasarkan aspek sosiologi ini antara lain: a. Edward Spranger Ia berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pandangan hidup mana yang dipilihnya. Berdasarkan hal itu ia membagi tipe kepribadian menjadi: tipe teoretis, ekonomis, estetis, social, politis, religious. b. Muray Ia membagi tipe kepribadian menjadi: • Tipe teoritis, yaitu orang yang menyayangi ilmu pengetahuan, berpikir logis, dan rasional. • Tipe humanis, yaitu tipe orang yang memiliki sifat kemanusiaan yang mendalam. • Tipe sensasionis, yaitu tipe orang yang suka sensasi dan berkenalan. • Tipe praktis, yaitu tipe orang yanggiat bekerja dan mengadakan praktik. c. Fritz Kunkel Membagi tipe kepribadian menjadi: • Tipe sachbelichkeit, yaitu orang yang banyak menaruh perhatian terhadap masyarakat. • Tipe Ichbaftigkeit, yaitu tipe orangyang lebih banyak menaruh perhatian kepada kepentingan diri sendiri. 3. Aspek psikologis Dalam pembagin tipe ini Prof. Heyman mengemukakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur, yaitu: a. Emosionalitas, merupakan unsure yang mempunyai sifat yang yang didominasi oleh emosi yang positif. b. Aktivitas, yaitu aktifitas yang dikuasai oleh aktivitas gerakan. c. Fungsi skunder, yaitu sifat yang didominasi oleh kerentanan perasaan. D. Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan 1. Struktur Kepribadian • Sigmund Freud Merumuskan system kepribadian menjadi tiga system. Ketiga system ini dinamainya id, ego, dan super ego. Dalam diri orang yang memiliki jiwa sehat ketiga system itu bekerja dalam suatu susunan yang harmonis. Segala bentuk tujuan dan segala gerak geriknya selalu memenuhi keperluan dan keinginan manusia yang pokok. Sebaliknya, kalau ketiga system itu bekerja secara bertentangansatu sama lainnya, maka orang tersebut dinamai sebagai orang yang tidak dapat menyesuaikan diri. Ia menjadi tidak puas dengan diri dan lingkungannya. • H.J. Eysenck Menurutnya kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah: a. Specific Response, yaitu tindakan atau respon yang terjadi pada suatu keadaan tertentu. b. Habitual response, yaitu respon yang berulang-ulang terjadi saat individu menghadapi kondisi atau situasi yang sama. c. Trait, yaitu terjadi saat habitual respon yang saling berhubungan satu sama lain, dan cendrung ada pada individu tertentu. d. Type, yaitu organisasi di dalam individu yang lebih umum dan mencakup lagi. • Sukamto M.M Menurut pendapat Sukamto M.M. kepribadian terdiri dari empat system atau aspek, yaitu: a. Qalb (angan-angan kehatian) b. Fuad (perasaan atau hati nurani) c. Ego (aku sebagai pelaksana kepribadian) d. Tingkah laku (wujud gerakan) E. Dinamika Kepribadian Selain tipe dan struktur, kepribadian juga memiliki semacam dinamika yang unsurnya secara aktif ikut mempengaruhi aktifitas seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah: 1. Energy ruhaniah yang berfungsi sebagai pengatur aktifitas ruhaniah seperti berpikir, mengingat, mengamati, dan sebagainya. 2. Naluri, yang berfungsi sebagai pengatur kebutuhan primer seperti makan, minum, dan seks. Sumber naluri adalah kebutuhan jasmaniah dan gerak hati. Berbeda dengan energy ruhaniah, maka naluri mempunyai sumber (pendorong), maksud, dan tujuan. 3. Ego (aku sadar), yang berfungsi untuk meredakan ketegangan dalam diri dengan cara melakukan aktifitas penyesuaian dorongan dorongan yang ada dengan kenyataan objektif. Ego memiliki kesadaran untuk menyelaraskan dorongan yang baik dan buruk sehingga tidak terjadi kegelisahan atau ketegangan batin. 4. Seper ego, yang berfungsi sebagai penberi ganjaran batin baik berupa penghargaan maupun berupa hukuman. Penghargaan batin diperankan oleh ego ideal, sedangkan hukuman batin dilakukan oleh hati nurani.   BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sesui dengan isi makalah diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa:  Terdapat 4 sikap remaja dalam beragama, yaitu: Percaya ikut-ikutan, Percaya dengan kesadaranpercaya, tetapi agak ragu-ragu dan Tidak percaya atau cendrung pada atheis.  Sikap keberagamaan pada masa dewasa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: • Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan. • Cendrung bersifat realis. • Bersikap positif terhaap ajaran dan norma-norma agama . • Bersifat lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. • Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup. • Bersifat lebih kritis terha maeri ajaran agama sehingga kemantpan beragama didasarkan pad pertimbangan pikiran dan pertimbangan hati nurani. • Cendrung mengarah pada tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan agama yang diyakininya. • Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial.  Tipe-tipe Kepribadian Aspek Biologis • Hippocrates dan Galenus, Mereka berpendapat bahwa yang mempengaruhi tipe kepribadianseseorang adalah jenis cairan tubuh yang paling dominan, yaitu: tipe choleris, melancholic, plegmatis, dan sanguinis. • Kretchmer, dalam pembagian tipe wataknya Kretchmer mendasarkan pada bentuk tubuih seseorang, yaitu: tipe astenis, piknis, atletis, dispastis. • Sheldon, Membagi tipe kepribadian berdasarkan dominasi lapisan yang berbeda dalam bentuk tubuh sesorang. Berdasarkan aspek ini ia membagi tipe kepribadian menjadi: tipe ektomorph, mesomorph, endomorph. Aspek Sosiologis • Edward Spranger, Ia berpendapat bahwa kepribadian seseorang ditentukan oleh pandangan hidup mana yang dipilihnya. Berdasarkan hal itu ia membagi tipe kepribadian menjadi: tipe teoretis, ekonomis, estetis, social, politis, religious. • Muray, Ia membagi tipe kepribadian menjadi: Tipe teoritis, Tipe humanis, Tipe sensasionis, Tipe praktis. • Fritz Kunkel, membagi tipe kepribadian menjadi: Tipe sachbelichkeit, Tipe Ichbaftigkeit. Aspek psikologis • Prof. Heyman mengemukakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga unsur, yaitu: Emosionalitas, merupakan unsure yang mempunyai sifat yang yang didominasi oleh emosi yang positif, Aktivitas, yaitu aktifitas yang dikuasai oleh aktivitas gerakan, Fungsi skunder.  Hubungan Kepribadian dan Sikap Keagamaan Struktur Kepribadian • Sigmund Freud, Merumuskan system kepribadian menjadi tiga system. Ketiga system ini dinamainya id, ego, dan super ego. • H.J. Eysenck, Menurutnya kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan dan disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya, diurut dari yang paling bawah ke yang paling tinggi adalah: Specific Response, Habitual response, Trait, Type. • Sukamto M.M., kepribadian terdiri dari empat system atau aspek, yaitu: Qalb, Fuad, Ego, Tingkah laku.  Dinamika Kepribadian Selain tipe dan struktur, kepribadian juga memiliki semacam dinamika yang unsurnya secara aktif ikut mempengaruhi aktifitas seseorang. Unsur-unsur tersebut adalah: Energy, naluri, ego, super ego. B. Kritik dan Saran Dalam makalah ini tentunya banyak kesalahan dan kekurangan baik dalam segi penulisan dan pemilihan kata-kata. Maka kami sebagai manusia biasa meminta kepada para pembaca agar tidak segan-segan memberikan saran dan kritik yang tentunya bisa menambah kemajuan kami dalam hal menuntut ilmu pengetahuan demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Semoga makalah ini menambah wawasan para pembaca dan juga bermanfaat bagi kita semua. DAFTAR PUSTAKA  Sururin M.g. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2004  Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.1996  Zakiah drajat. Ilmu jiwa agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 1993

makalah ALIRAN QADARIYAH DAN JABARIYAH

BAB I LATAR BELAKANG Pembahasan ilmu kalam sebagai hasil pengembangan masalah keyakinan agama belum muncul di zaman Nabi. Umat di masa itu menerima sepenuhnya penyampaian Nabi. Mereka tidak mempertanyakan secara filosofis apa yang diterima itu. Kalau terdapat kesamaran pemahaman, mereka langsung bertanya kepada Nabi dan umat pun merasa puas dan tenteram. Hal itu berubah setelah Nabi wafat. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, pencipta alam semesta termasuk di dalamnya perbuatan manusia itu sendiri. Tuhan juga bersifat Maha Kuasa dan memiliki kehendak yang bersifat mutlak dan absolut. Dari sinilah banyak timbul pertanyaan sampai di manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung pada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya? Apakah Tuhan memberi kebebasan terhadap manusia untuk mengatur hidupnya? Ataukah manusia terikat seluruhnya pada kehendak dan kekuasaan Tuhan yang absolut?. pertanyaan-pertanyaan tersebut maka muncullah dua paham yang saling bertolak belakang berkaitan dengan perbuatan manusia. Kedua paham tersebut dikenal dengan istilah Jabariyah dan Qadariyah. Golongan Qadariyah menekankan pada otoritas kehendak dan perbuatan manusia. Mereka memandang bahwa manusia itu berkehendak dan melakukan perbuatannya secara bebas. Sedangkan Golongan Jabariyah adalah antitesa dari pemahaman Qadariyah yang menekankan pada otoritas Tuhan. Mereka berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Di samping itu, berbagai ayat alquran menampakkan kedua aliran itu secara nyata. Berbagai ayat menunjukkan kebebasan manusia melakukan perbuatannya. Setiap manusia dibebani tanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Karenanya mereka berhak memperoleh pahala atau menerima siksa, dipuji atau dicela. Demikian pula banyak ayat lain dalam alquran yang mengisyaratkan bahwa manusia itu dikuasai sepenuhnya oleh Tuhan. Dengan kata lain manusia tidak memiliki kebebasan. Para ahli agama dan filosof dalam berbagai kurun waktu aktif membahas apakah manusia bebas berbuat sesuatu dengan kehendaknya atau kehendaknya itu disebabkan oleh sesuatu yang di luar dirinya. BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Paham Qadariyah dan Paham Jabariyah 1. Paham Qadariyah Istilah Qadariyah mengandung dua arti, pertama, orang-orang yang memandang manusia berkuasa atas perbuatannya dan bebas untuk berbuat. Dalam arti ini Qadariyah berasal dari kata qadara artinya berkuasa. Kedua, orang-orang yang memandang nasib manusia telah ditentukan aleh azal. Dengan demikian, qadara di sini berarti menentukan, yaitu ketentuan Tuhan atau nasib. Qadariyah adalah satu aliran dalam teologi Islam yang berpendirian bahwa manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri intuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan demikian nama Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Dalam istilah inggris paham ini dikenal dengan nama free will dan free act. Dengan paham tersebut, mereka beranggapan bahwa setiap aktifitas manusia adalah semata-mata keinginannya sendiri, yang terlepas dari kehendak Allah. Di antara mereka ada yang sangat ekstrim setingkat meniadakan qadar atau ketetapan Allah yang azali atas segala sesuatu sebelum terjadi. Sehingga setiap pekerjaan berasal dari manusia sendiri, tidak bisa disandarkan pada Allah baik dari segi penciptaan maupun penetapan. Menurut mereka manusia bebas dan bisa memilih apa saja yang akan dikerjakan atau ditinggalkan, tidak ada seorang pun yang memiliki kuasa atas kemauannya , dia bisa berpindah kapan pun dia mau, dia bisa beriman atau kafir jika mau dan mengerjakan apa saja yang diinginkannya. Karena kalau tidak, maka dia bagaikan sebuah alat atau seperti halnya dengan benda-benda mati lainnya. Sehingga asas taklif atau pemberian tanggung jawab, pemberian pahala dan siksa tidak ada gunanya. Dengan perkataan lain, mereka berpendapat manusia itu bebas menentukan diri sendiri memilih beramal baik dan buruk, karena mereka harus memikul resiko, dosa kalau berbuat munkar dan berpahala jika berbuat baik dan taat. 2. Paham Jabariah Sedangkan nama Jabariyah berasal dari kata Arab jabara yang berarti alzama hu bi fi’lih, yaitu berkewajiban atau terpaksa dalam pekerjaannya. Manusia tidak mempunyai kemampuan dan kebebasan untuk melakukan sesuatu atau meninggalkan suatu perbuatan. Sebaliknya ia terpaksa melakukan kehendak atau perbuatannya sebagaimana telah ditetapkan Tuhan sejak zaman azali. Dalam filsafat Barat aliran ini desebut Fatalism atau Predestination. Paham Jabariyah ini berpendapat bahwa qada dan qadar Tuhan yang berlaku bagi segenap alam semesta ini, tidaklah memberi ruang atau peluang bagi adanya kebebasan manusia untuk berkehendak dan berbuat menurut kehendaknya. Paham ini menganggap semua takdir itu dari Allah. Oleh karena itu menurut mereka, seseorang menjadi kafir atau muslim adalah atas kehendak Allah. Namun demikian, Jabariyah terbagi atas dua kelompok utama, yaitu: a. Jabariyah murni atau ekstrim,yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān paham fatalisme ini beranggapan bahwa perbuatan-perbuatan diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, tanpa ada kaitan sedikit pun dengan manusia, tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya. Manusia sama sekali tidak mampu untuk berbuat apa-apa, dan tidak memiliki daya untuk berbuat. Manusia bagaikan selembar bulu yang diterbangkan angin, mengikuti takdir yang membawanya. Manusia dipaksa, sama dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majāzī atau kiasan. Seperti halnya “perbuatan” yang berasal dari benda-benda mati. Misalnya dikatakan: pohon berbuah, air mengalir,batu bergerak, matahari terbit dan terbenam, langit mendung dan menurunkan hujan, bumi bergerak dan menghasilkan tumbuh-tumbuhan, dan sebagainya. Selain itu, menurut mereka pahala dan dosa ditentukan sebagaimana halnya dengan semua perbuatan. Jika demikian, maka taklif atau pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab juga merupakan suatu paksaan. Kalau seseorang mencuri atau minum khamr misalnya, maka perbuatannya itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul karena qada dan qadar Tuhan yang menghendaki demikian. Dengan kata lain bahwa ia mencuri dan meminum khamr bukanlah atas kehendaknya tetapi Tuhanlah yang memaksanya untuk berbuat demikian. b. Jabariyah moderat, yang dibawa oleh al-Husain bin Muhammad al-Najjār. Dia mengatakan bahwa Allah berkehendak artinya bahwa Dia tidak terpaksa atau dipaksa. Allah adalah pencipta dari semua perbuatan manusia, yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, tetapi manusia mempunyai andil dalam perwujudan perbuatan-perbuatan itu. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannnya. Dan inilah yang disebut dengan kasb. Paham ini juga dibawakan oleh Dhirār bin ‘Amru. Ketika dia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan manusia pada hakikatnya diciptakan oleh Allah, dan manusia juga pada hakikatnya memiliki bahagian untuk mewujudkan berbuatannya. Dengan demikian, menurutnya bisa saja sebuah tindakan dilakukan oleh dua pelaku. Paham moderat ini mengakui adanya intervensi manusia dalam perbuatannya. Karena manusia telah memiliki bahagian yang efektif dalam mewujudkan perbuatannya. Sehingga manusia tidak lagi seperti wayang yang digerakkan dalang. Menurut paham ini, Tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan manusia. B. Latar Belakang Paham Qadariyah dan Jabariyah Munculnya kedua paham ini tetap mempunyai kaitan dengan aliran-aliran Kalam sebelumnya yakni Khawārij dan Murji’ah, sementara itu muncul dalam sejarah teologi Islam seorang bernama Washil bin ‘Atha’ yang lahir di Madinah di tahun 700 M dan mendirikan aliran teologi baru yang berbeda dengan kedua aliran teologi sebelumnya yang dikenal dengan nama Mu’tazilah. Pada masa inilah umat Islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dan pemikiran-pemikiran dari agama-agama lain dan dengan filsafat Yunani. Sebagai akibat dari kontak ini masuklah ke dalam Islam paham Qadariyah (free will dan free act) dan paham Jabariyah atau fatalisme. Tak dapat diketahui dengan pasti kapan paham Qadariyah ini timbul dalam sejarah perkembangan teologi Islam. Tetapi menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam, bahwa golongan ini dimunculkan pertama kali dalam Islam oleh Ma’bad al-Juhany di Bashrah. Dikatakan bahwa yang pertama kali berbicara dan berdebat masalah qadar adalah seorang Nasrani yang masuk Islam di Irak. Kemudian darinyalah paham ini diambil oleh Ma’bad al-Juhany dan temannya Ghailān al-Dimasyqi. Ma’bad termasuk tabi’in atau generasi kedua setelah Nabi. Tetapi ia memasuki lapangan politik dan memihak ‘Abd al-Rahmān Ibn al-Asy’as, gubernur Sajistan, dalam menentang kekuasaan Bani Umayyah. Ma’bad al-Juhany akhirnya mati terbunuh dalam pertempuran melawan al-Hajjaj tahun 80 H. Paham Qadariyah yang muncul sekitar tahun 70 H (689 M) ini memiliki ajaran yang sama dengan Mu’tazilah. Yaitu bahwa manusia mampu mewujudkan tindakan atau perbuatannya sendiri. Tuhan tidak campur tangan dalam perbuatan manusia itu, dan mereka menolak segala sesuatu terjadi karena qada dan qadar. Ma’bad al-Juhany sebagai tokoh utama paham Qadariyah yang menyebarkan paham Qadariyah di Irak ini juga berguru dengan Hasan al-Bashri yang juga merupakan guru Wāshil bin ‘Atha’ pendiri aliran Mu’tazilah. Paham free will dan free act beranggapan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk bertindak (qudrah) dan memilih atau berkehendak (irādah). Dia yang melekukan, dia pula yang bertanggung jawab di hadapan Allah. Dari segi politik, Qadariyah merupakan tantangan bagi dinasti Bani Umayyah, sebab dengan paham yang disebarluaskannya dapat membangkitkan pemberontakan. Dengan paham itu maka setiap tindakan bani Umayyah yang negatif, akan mendapat reaksi keras dari masyarakat. Karena kehadiran Qadariyah merupakan isyarat penentangan terhadap politik pemerintahan Bani Umayyah, walaupun ditekan terus oleh pemerintahan tetapi ia tetap berkembang. Paham ini tertampung dalam madzhab Mu’tazilah. Sepeninggal Ma’bad al-Juhany, Ghailān al-Dimasyqi sendiri terus menyiarkan paham Qadariyahnya di Damaskus, tetapi di sana dia mendapat tekanan dari Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Azīz (717-720 M). Setelah ‘Umar wafat ia meneruskan kegiatannya yang lama, hingga akhirnya ia mati dihukum oleh Hisyam bin ‘Abdul malik (724-743 M/105-125 H). Ghailān mengembangkan ajaran Qadariyah sempai ke Iran. Adapun aliran sebaliknya, yaitu dikenal dengan paham Jabariyah sebagai antitesa dari paham Qadariyah. Paham Jabariyah ini lahir bersamaan dengan dikembangkannya paham Qadariyah oleh pengikut-pengikutnya setelah kedua tokoh paham free will ini wafat. Di dalam buku Sarh al-‘Uyūn dikatakan bahwa paham Jabariyah ini berakar dari orang-orang Yahudi di Syām, lalu mereka mengajarkannya kepada sebagian orang muslim saat itu, setelah mempelajarinya kemudian mereka menyebarkannya. Tetapi perkataan ini tidak berarti bahwa paham ini semata-mata berakar dari Yahudi saja, karena orang Persia juga telah mengenal pemikiran tersebut sebelumnya. Golongan muslim yang pertama kali memperkenalkan paham Jabariyah ini adalah al-Ja’d bin Dirham, tetapi waktu itu belum begitu berkembang. Kemudian Jahm bin Shafwān dari Khurāsān mempelajari paham ini dari al-Ja’d bin Dirham yang kemudian menyebar luaskannya. Jahm yang terdapat dalam aliran Jabariyah ini sama dengan Jahm yang mendirikan aliran al-Jahmiyyah dalam kalangan Murji’ah. Sehingga paham Jabariyah juga identik dengan sebutan Jahmiyyah karena berkembang setelah disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwān. Sebagai sekretaris Syurayh ibn al-Hārits, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan tersebut Jahm ditangkap dan dihukum mati tahun 131 H. Perbedaan pandangan dan persepsi kedua paham ini juga dipergunakan oleh budaya politik sesuatu tempat dan keadaan. Golongan Murji’ah menganggap bahwa penderitaan rakyat di satu pihak dan kekejaman penguasa di pihak lain itu adalah sudah takdirnya demikian, seperti dinyatakan oleh Yāzid bin Mu’āwiyah waktu dia menerima kepala Sayidinā Husain bin ‘Abi Thālib dibawa kepadanya dia berkata dan langsung menyitir ayat alquran QS. Ali ‘Imrān(3) ayat 26. Dengan mengemukakan ayat ini, Yāzid bermaksud mengatakan bahwa apa yang diderita oleh Husain bin ‘Ali yang dibunuh dengan kejam oleh serdadu Yāzid bin Mu’āwiyah dari dinasti Umayyah itu, adalah sudah kehendak Tuhan, bukan kehendak Yāzid dan serdadunya. Agar umat yang mendukung Husain tidak marah atau dendam, karena itu “takdir” Tuhan semata-mata. Inilah ajaran Murji’ah yang sangat laku, di negeri yang dikuasai diktator despoot dan tirani. Hal ini ditentang oleh golongan Qadariyah, karena mereka menganggap bahwa tirani kekejaman dan penindasan oleh manusia atas manusia itu harus dilawan karena bertentangan dengan hukum Tuhan. Dan penguasa yang tiran harus ditumbangkan, karena Allah tidak akan mengubah suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. C. Argumen-argumen Paham Qadariyah dan Jabariyah Baik Qadariyah maupun Jabariyah memiliki argumen-argumen yang dengan argumen tersebut, mereka mempertahankan paham dan aliran mereka masing-masing. Argumen-argumen tersebut ada yang berdasarkan nash-nash atau dalil-dalil naqli dan berbagai argumen yang bersifat rasional atau dalil-dalil ‘aqli. Di antara ayat-ayat yang bisa membawa pada paham Qadariyah, misalnya: “Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir.” “(Bukan demikian), yang benar: Barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” “Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan Menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” Di antara ayat-ayat yang bisa membawa pada paham Jabariyah, misalnya : “Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” “Maka Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.” “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” Selain berbagai argumen teks, mereka juga menggunakan argumen-argumen rasio. Di antara dalil-dalil ‘aqli yang digunakan oleh paham Qadariyah, adalah: Golongan Qadariyah yang menampakkan dirinya pada Mu’tazilah ini menerima kebebasan manusia dalam melakukan perbuatannya. Karena mereka bebas, maka tanggung jawab mereka pikul sendiri. Pemikiran kebebasan manusia berpokok pada ajaran keadilan Tuhan yang dianut Mu’tazilah. Mu’tazilah dikenal sebagai kaum rasionalis Islam. Mereka melihat dua bentuk perbuatan manusia, yakni kebaikan dan keburukan. Tuhan sendiri menjanjikan pahala bagi kebaikan dan siksaan bagi kejahatan. Kalau kedua bentuk itu berasal dari kebebasan manusia memilih, maka janji pahala dan siksa itu layak dan merupakan keadilan Tuhan. Mereka beranggapan bahwa pendapat yang mengatakan bahwa Allah adalah yang menetapkan dan yang menciptakan perbuatan manusia akan membawa pada prinsip fatalisme atau keterpaksaan dan bukan free will atau bebas dan dapat memilih. Ini menjadikan pengutusan Rasul-rasul menjadi suatu yang sia-sia tiada guna, sehingga tidak diperkenankan adanya taklif, tidak adanya dasar pemberian pahala dan siksa, janji dan ancaman, serta pujian dan celaan. Mereka juga mengatakan bahwa tidak boleh Allah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia, atau yang menginginkan setiap yang diperbuat manusia, karena kadang-kadang manusia berbuat zālim. Dan perbuatan zālim tidak diperkenankan berasal dari Allah SWT, dan Allah juga tidak mungkin menginginkan perbuatan zalim, karena Tuhan itu adil. Dan orang yang adil tidak mengerjakan kezaliman tidak pula menginginkan kezaliman. Di sini Qadariyah menganalogikan keadilan Tuhan dengan keadilan makhluk. Sebagaimana perbuatan zalim merupakan perbuatan buruk jika dilakukan oleh manusia, maka begitu pun ia adalah suatu keburukan pula jika berasal dari Allah SWT. Beginilah pendapat mereka. Wāshil bin’Atha’ berkata tentang pokok ajaran keadilan Tuhan: “ Allah itu bijaksana dan Adil, keburukan dan kezaliman atau ketidak adilan tidak bisa dinisbahkan kepada-Nya. Dan Tuhan tidak bisa berkehendak kepada makhluk-Nya atas sesuatu yang bertentangan dengan apa yang Dia perintahkan kepada mereka. Dia tidak boleh menetapkan apa yang mereka kerjakan dan kemudian membalas mereka lantaran melakukan perintah itu. Oleh karena itu, manusia adalah pencipta kebaikan dan keburukan, keimanan dan kekufuran, kepatuhan dan pengingkaran, dan dialah yang akan bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatannya. Oleh karenanya, Tuhan telah menganugerahkan kemampuan kepada manusia atas itu semua.” Andaikata perbuatan-perbuatan manusia terjadi dengan qudrat dan irādat-Nya, dapatlah disandarkan kepada Allah perbuatan-perbuatan manusia seperti sembahnyang, puasa, dusta, mencuri dan lain-lain. Maha Suci Allah daripada yang demikian. Dan tentulah Allah benci dan ridha pada perbuatan-Nya sendiri bukan perbuatan manusia. Golongan Qadariyah juga mentakwilkan ayat-ayat al-Qur’an yang mereka dapati bertentangan dengan pendapat mereka, agar supaya ayat-ayat tersebut berjalan beriringan dengan apa pendapat mereka, minimal agar tidak menghantam madzhab mereka. Di antara ayat yang secara jelas menyatakan bahwa Allah lah yang menciptakan segala sesuatu, baik atau buruk, dan terpuji atau tercela. Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-An’ām (6): 102 “(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu.” Ayat ini yang pada lahirnya bertentangan dengan paham Qadariyah mengharuskan madzhab Mu’tazilah untuk menggeser nash ini dari makna lahirnya dan mentakwilkannya dengan sesuatu yang dapat diterima akal sehat atau sesuatu yang rasional yang sesuai dan mendukung madzhab yang dianutnya. Sebagaimana dijelaskan oleh ‘Abdul Jabbār seorang hakim yang beraliran Mu’tazilah, bahwa makna zāhir ayat ini tidak boleh digunakan menurut kesepakatan, karena Allah SWT adalah termasuk dari sesuatu, dan Dia tidak menciptakan diri-Nya sendiri, maka tidak boleh bergantung pada makna lahir ayat ini. Ayat ini juga dikeluarkan dalam konteks pemberian pujian, dan tidak mungkin ada pujian jika dikatakan Allah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia yang mana dalam perbuatan manusia itu ada kekufuran, pengingkaran dan ketidak adilan, maka tidak pantas untuk menggunakan makna zahir ayat ini, sehinga ayat ini perlu ditakwilakan. Jadi yang dimaksud ayat ini adalah bahwa Allah Pencipta segala sesuatu maksudnya mayoritas sesuatu bukan segala sesuatu, seperti dalam firman Allah dalam kisah ratu Balqis dalam QS. al-Naml (27): 23 “Dan dia dianugerahi segala sesuatu.” Dalam ayat ini dinyatakan segala sesuatu, sedangkan pada kenyataannya dia tidak diberi banyak sesuatu. Sebagaimana Qadariyah, paham jabariyah juga menggunakan argumen-argumen rasional untuk mempertahankan pendapat yang dianutnya, di antara dalil-dalil ‘aqli yang mereka gunakan ialah: Sekiranya manusia menciptakan perbuatan-perbuatannya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya berdasarkan kemauannya sendiri, tentulah perbuatan-perbuatan itu bukan dengan kehendak Allah dan kekuasaann-Nya. Karena mustahil berpautan dua kehendak dengan satu perbuatan dan menjadikan kekuasaan Allah terbatas. Dan Allah mempunyai sekutu dalam perbuatan-Nya. Hal ini tidak sesuai dengan kebesaran Allah SWT. Padahal kesempurnaan-Nya adalah mutlak. Jika dianggap manusia adalah pelaku yang mempunyai daya pilih apa yang disukai, tentulah ilmunya meliputi segala perincian apa yang dibuatnya, sedang Allah berfirman QS al-Mulk (67): 14 “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan)” Maka kalau manusia menciptakan segala perbuatannya dengan ikhtiarnya, tentulah dia mengetahui perincian dari perbuatan-perbuatannya itu; dia mengetahui apabila dia melangkah apa yang akan terjadi dari langkahnya itu?, dan dia mengetahui mengapa kakinya bergerak? Dan seterusnya. Akan tetapi manusia tidak mengetahui perincian itu. Kalau demikian, tidaklah manusia dikatakan mukhtār dalam perbuatannya. Segala perbuatan hanya dinisbatkan atau disandarkan kepada yang melaksanakannya bukan kepada yang menciptakannya. Sesungguhnya Allah menciptakan warna dan Allah sendiri tidak bersifat dengan warna-warna itu. Yang bersifat dengan warna ialah tempat warnanya itu. Masalah taklif, pahala dan siksa tidaklah tunduk kepada aturan-aturan yang dengan aturan itu kita analogikan kepada perbuatan-perbuatan kita. Aturan-aturan itu berada di atas pengertian kita dan Allah tidak ditanyakan tentang perbuatan-Nya. Berbagai argumen yang dapat diterima akal sehat saling bertentangan. Berbagai ayat yang pada lahirnya saling bertentangan. Adalah tidak mengherankan kalau umat Islam mempertanyakan bagaimana sebenarnya perbuatan manusia itu, meskipun para pioner masing-masing paham Qadariyah dan Jabariyah yang pertama telah wafat. Di satu segi, manusia tampaknya memiliki hak memilih dan dituntut pertanggung jawaban atas setiap perbuatannya, baik atau jelek. Sementara itu harus diyakini bahwa Tuhan Maha Kuasa karena pencipta segala makhluk. Dalam sejarah teologi Islam, selanjutnya paham Qadariyah dianut oleh golongan Mu’tazilah sedang paham Jabariyah, meskipun tidak identik dengan paham yang dibawa oleh Jahm bin Shafwān atau dengan pahan yang dibawa al-Najjār dan Dirār, terdapat dalam aliran al-Asy’ariyah. DAFTAR PUSTAKA Hadariansyah, AB. Pemikiran-pemikiran Teologi dalam Sejarah Pemikiran Islam. Banjarmasin: Antasari Press, 2008 Madkour, Ibrahim. Aliran dan Teori Filsafat Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004. Maghfur, Muhammad. Koreksi atas Pemikiran Kalam dan Filsafat Islam. Bangil: al-Izzah, 2002. Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI, 1986.-

makalah Aswaja antara idealita dan realita

--------Aswaja antara idealita dan realita Ahl as-sunah atau ahli sunah, secara lengkap disebut ahlusunah waljamaah (ahl as-sunnah wa al-jama’ah), adalah bsalah satu aliran teologi terbesar dalam islam. Ini disebut demikian karena para penganutnya berpegang teguh pada sunah Nabi Muhammad SAW disamping Al-Qur’an dalam pengertian yang seluas-luasnya. Istilah ahlusunah waljamaah terdiri atas tiga perkataan, yaitu ahl, as-sunnah, dan al-jama’ah. Ahl, menurut pengertian kebahasaan berarti keluarga atau kerabat. As-sunnah berarti “hadis atau segala perkataan, perbuatan dan diamnya Nabi Muhammad SAW atau suatu perbuatan sahabat”, dan al-jamaah mengandung makna “ kelompok” “orang banyak”, atau “mayoritas”. Jadi, secara singkat, ahlusunah waljamaah berarti “keluarga yang yerdidri atas kelompok besar mastarakat yang menjadikan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai pegangan hidup mereka”.dibandingkan dengan aliran-aliran yang lain, terutama aliran Syiah dalam bidang politik dan aliran Muktazilah dalam bidang teologi, jumlah pengikut ahlusunah waljamaah memang jauh lebih banyak. Ahlusunah juga meimliki beberapa nama julukan, antara lain ahl al-hadis wa as-sunnah (kelompok yang berpegang pada hadis dan sunah) dan ahl al-haqq wa as-sunnah (kelompok yang berpegang pada kebenaran dn sunah). Ahlusunah juga umum dikenal dengan sebutan golongan suni, terutama ketika aliran ini digunakan dalam terminology politik yang dihadapkan dengan kelompok Syiah dan Khawarij. Sulit dipastikan kapan istilah ahl as-sunnah itu lahir. Jauh sebelum al-Asy’ari, yang namanya amat melekat dengan aliran ini, kata ahl as-sunnah atau ungkapan yang yang mirip dengan itu telah ada, seperti ungkapan wa nasabu anfusahum ila as-sunnah (mereka menisbatkan diri sebagai pengikut sunah). Selain beberapa ungkapan yang mencerminkan keterkaitan suatu kelompok kaum muslim pada sunah, terdapat pula beberapa istilah yang mengacu kepada objek yang sam, seperti istilah ahl al-haqq wa ad-din wa al-jama’ah (pemangku kebenaran, agama dan jemaah). Oleh sebab itu, sebelum aliran Asy’ariyah muncul, telah ada kelompok yang menamai dirinya ahl as-sunnah, tokohnya ialah Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi, istilah ahl as-sunnah tersebut kemudian lebih banyak diidentikkan dengan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, sementara pengikut Ahmad bin Hanbal lebih sering disebut kelompok salafiyah. Haryn Nasution menyebutkan bahwa kelahiran aliran ini merupakan reaksi terhadap aliran Muktazilah yang tidak begitu banyak berpegang pada sunah atau tradisi Nai Muhammad SAW dan jumlah pengikutnya tidak banyak. Adapun ahlusunah adalah golongan yang berpegang pada sunah Nabi Muhammad SAW secara ketat dan pengikutnya merupakan mayoritas dari umat Islam. Ungkapan yang berdekatan dikemukakan pula oleh al-Bazdawi, “ahlusunah adalah mazhabkebanyaka fuqaha’, qurra’, kaum sufi dan para pengikut hadis, mazhab para sahabta Nabi SAW dan tabiin, yang pada intinya berpegang teguh pada sunah Nabi Muhamad SAW.” Dalam bidang ilmu kalam, khususnya tentang konsep keimanan, kaum ahlusunah memiliki kesamaan pendirian dengan aliran Murji’ah moderat. Iman dalam terminology ahlusunah pada umumnya mengandung makna pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan lisan (at-tasdiq bi al-qolb wa al-iqrar bi al-lisan) akan kemahaesaan Allah SWA dan kerasulan Muhammad SAW. Ahlusunah agak berbeda dengan Murji’ah ekstrem yang terkesan meremehkan amal perbuatan. Ahlusunah tetap berkeyakinan bahwa amal perbuatan bagi kehidupan setiap mukmin adalah penting. Kaum ahlusunah berkeyakinan penuh bahwa Allah SWT adalah Maha Esa, kadim, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang menyerupai dan menyamai-Nya. Allah SWT tidak bertubuh (laisa bi-jism) dan tidak berdiri atas substansi (jauhar). Kendatipun demikian, kaum ahlusunah menerima adanya sifat Tuhan, sekalipun sifat itu sama dengan yang ada dalam diri manusia, seperti berkuasa, hidup, mendengar, dan mengetahui. Para pengikut ahlusunah yakin akn eksistensi kada da kadar, atau ketentuan baik dan buruk dari Allah SWT, dan mereka menempatkannya sebagi rukun iman keenam. Disini kaum ahlusunah waljamaah terlihat lebih cenderung pada paham jabariyah dari pada kadariyah. Dalam bidang politik, ahlusunah atau aliran suni sebagai imbangan aliran Syiah dan Khawarij, bersikap moderat. Kaum ahlkusunah waljamaah mengakui keabsahan al-khulafa’ ar-rasyidun, yakni Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Oleh sebab itu, segenap kaum muslim harus patuh pada khalifah tersebut. Tidak hanya sampai disitu, tetapi mereka juga mengakui keabsahan para khalifah Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah, kendati kedua dinasti itu tidak lagi menerapkan system demokrasi. Kaum ahlusunah tifak sependirian dengan kaum khawarij yang menyatakan bahwa pembentukan Negara dan pemerintahan bukan merupakan suatu yang diwajibkan oleh agam islam. Kendati demikian, kaum ahlusunah tidak memandangnya sebagai rukun iman, seperti kaum Syiah. Bagi ahlusunah waljamaah, mendirikan Negara dan pemerintahan adalah kewajiban kolektif (fardlu kifayah) guna mewujudkan kemaslahatan kehidupan social dan mempertahankan kelangsungan ajaran agama. Dibidang fikih, ada pula sejumlah hasil ijtihad kaum ahlusunah yang berbeda dari aliran Syiah dan Khawarij. Mengenai status hikum rajam (dilempari batu sampai mati), misalnya, ahlusunah tidak sependapat dengan Khawarij yang mengingkari keabsahan hukuman tersebut. Para fuqaha’ ahlusunah sepakat bahwa hukuman bagi pezina muhsan(pernah menikah dan bersenggama dengan pasangannya) ialah rajam, sedangkan bagi pezina gair muhshon (belum pernah nikah dan bersenggama) adalah jilid (dipukul) 100 kali. Pemikiran fikih ahlusunah lain yang berbeda dari khawarij ialah larangan memadu seseorang kemenakan dan bibinya. Bagi ahlusunah , memadu kemanakan dan bibi, atau sebaliknya, adalah haram seperti memadu dua orang saudara perempuan. Adapun pemikiran fikih ahlusunah yang berbeda dari paham Syiah, antara lain menyangkut keharaman nikah mut’ah (kawin kontrak). Menurut ahlusunah, kebolehan nikah mut’ah telah dihapusakan (mansukh) pada masa hidup Nabi Muhammad SAW sendiri. Oleh sebab itu, nikah mut’ah sudah tidak boleh dilakukan lagi. Orang yang melakukan nikah mut’ah dipandang telah menodai institusi perkawinan yang seharusnya dipelihara dengan baik. Bahkan kaum ahlusunah menyamakan nikah mut’ah dengan prostitusi yang diharamkan. Pemikiran ahlusunah umumnya dinisbahkan pada hokum fikih mazhab yang empat. Keempat mazhab fikih inilah yang paling banyak dianut oleh umat islam fewasa ini. Dewasa ini, paham ahlusunah dianut oleh mayporits kaum muslim didunia, kecuali republic islam iran, yang mayoritas penduduknya menganut syiah.