Tuesday 12 June 2012

makalah Aswaja antara idealita dan realita

--------Aswaja antara idealita dan realita Ahl as-sunah atau ahli sunah, secara lengkap disebut ahlusunah waljamaah (ahl as-sunnah wa al-jama’ah), adalah bsalah satu aliran teologi terbesar dalam islam. Ini disebut demikian karena para penganutnya berpegang teguh pada sunah Nabi Muhammad SAW disamping Al-Qur’an dalam pengertian yang seluas-luasnya. Istilah ahlusunah waljamaah terdiri atas tiga perkataan, yaitu ahl, as-sunnah, dan al-jama’ah. Ahl, menurut pengertian kebahasaan berarti keluarga atau kerabat. As-sunnah berarti “hadis atau segala perkataan, perbuatan dan diamnya Nabi Muhammad SAW atau suatu perbuatan sahabat”, dan al-jamaah mengandung makna “ kelompok” “orang banyak”, atau “mayoritas”. Jadi, secara singkat, ahlusunah waljamaah berarti “keluarga yang yerdidri atas kelompok besar mastarakat yang menjadikan hadis Nabi Muhammad SAW sebagai pegangan hidup mereka”.dibandingkan dengan aliran-aliran yang lain, terutama aliran Syiah dalam bidang politik dan aliran Muktazilah dalam bidang teologi, jumlah pengikut ahlusunah waljamaah memang jauh lebih banyak. Ahlusunah juga meimliki beberapa nama julukan, antara lain ahl al-hadis wa as-sunnah (kelompok yang berpegang pada hadis dan sunah) dan ahl al-haqq wa as-sunnah (kelompok yang berpegang pada kebenaran dn sunah). Ahlusunah juga umum dikenal dengan sebutan golongan suni, terutama ketika aliran ini digunakan dalam terminology politik yang dihadapkan dengan kelompok Syiah dan Khawarij. Sulit dipastikan kapan istilah ahl as-sunnah itu lahir. Jauh sebelum al-Asy’ari, yang namanya amat melekat dengan aliran ini, kata ahl as-sunnah atau ungkapan yang yang mirip dengan itu telah ada, seperti ungkapan wa nasabu anfusahum ila as-sunnah (mereka menisbatkan diri sebagai pengikut sunah). Selain beberapa ungkapan yang mencerminkan keterkaitan suatu kelompok kaum muslim pada sunah, terdapat pula beberapa istilah yang mengacu kepada objek yang sam, seperti istilah ahl al-haqq wa ad-din wa al-jama’ah (pemangku kebenaran, agama dan jemaah). Oleh sebab itu, sebelum aliran Asy’ariyah muncul, telah ada kelompok yang menamai dirinya ahl as-sunnah, tokohnya ialah Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi, istilah ahl as-sunnah tersebut kemudian lebih banyak diidentikkan dengan aliran Asy’ariyah dan Maturidiyah, sementara pengikut Ahmad bin Hanbal lebih sering disebut kelompok salafiyah. Haryn Nasution menyebutkan bahwa kelahiran aliran ini merupakan reaksi terhadap aliran Muktazilah yang tidak begitu banyak berpegang pada sunah atau tradisi Nai Muhammad SAW dan jumlah pengikutnya tidak banyak. Adapun ahlusunah adalah golongan yang berpegang pada sunah Nabi Muhammad SAW secara ketat dan pengikutnya merupakan mayoritas dari umat Islam. Ungkapan yang berdekatan dikemukakan pula oleh al-Bazdawi, “ahlusunah adalah mazhabkebanyaka fuqaha’, qurra’, kaum sufi dan para pengikut hadis, mazhab para sahabta Nabi SAW dan tabiin, yang pada intinya berpegang teguh pada sunah Nabi Muhamad SAW.” Dalam bidang ilmu kalam, khususnya tentang konsep keimanan, kaum ahlusunah memiliki kesamaan pendirian dengan aliran Murji’ah moderat. Iman dalam terminology ahlusunah pada umumnya mengandung makna pembenaran dengan hati dan pengakuan dengan lisan (at-tasdiq bi al-qolb wa al-iqrar bi al-lisan) akan kemahaesaan Allah SWA dan kerasulan Muhammad SAW. Ahlusunah agak berbeda dengan Murji’ah ekstrem yang terkesan meremehkan amal perbuatan. Ahlusunah tetap berkeyakinan bahwa amal perbuatan bagi kehidupan setiap mukmin adalah penting. Kaum ahlusunah berkeyakinan penuh bahwa Allah SWT adalah Maha Esa, kadim, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang menyerupai dan menyamai-Nya. Allah SWT tidak bertubuh (laisa bi-jism) dan tidak berdiri atas substansi (jauhar). Kendatipun demikian, kaum ahlusunah menerima adanya sifat Tuhan, sekalipun sifat itu sama dengan yang ada dalam diri manusia, seperti berkuasa, hidup, mendengar, dan mengetahui. Para pengikut ahlusunah yakin akn eksistensi kada da kadar, atau ketentuan baik dan buruk dari Allah SWT, dan mereka menempatkannya sebagi rukun iman keenam. Disini kaum ahlusunah waljamaah terlihat lebih cenderung pada paham jabariyah dari pada kadariyah. Dalam bidang politik, ahlusunah atau aliran suni sebagai imbangan aliran Syiah dan Khawarij, bersikap moderat. Kaum ahlkusunah waljamaah mengakui keabsahan al-khulafa’ ar-rasyidun, yakni Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali. Oleh sebab itu, segenap kaum muslim harus patuh pada khalifah tersebut. Tidak hanya sampai disitu, tetapi mereka juga mengakui keabsahan para khalifah Dinasti Umayah dan Dinasti Abbasiyah, kendati kedua dinasti itu tidak lagi menerapkan system demokrasi. Kaum ahlusunah tifak sependirian dengan kaum khawarij yang menyatakan bahwa pembentukan Negara dan pemerintahan bukan merupakan suatu yang diwajibkan oleh agam islam. Kendati demikian, kaum ahlusunah tidak memandangnya sebagai rukun iman, seperti kaum Syiah. Bagi ahlusunah waljamaah, mendirikan Negara dan pemerintahan adalah kewajiban kolektif (fardlu kifayah) guna mewujudkan kemaslahatan kehidupan social dan mempertahankan kelangsungan ajaran agama. Dibidang fikih, ada pula sejumlah hasil ijtihad kaum ahlusunah yang berbeda dari aliran Syiah dan Khawarij. Mengenai status hikum rajam (dilempari batu sampai mati), misalnya, ahlusunah tidak sependapat dengan Khawarij yang mengingkari keabsahan hukuman tersebut. Para fuqaha’ ahlusunah sepakat bahwa hukuman bagi pezina muhsan(pernah menikah dan bersenggama dengan pasangannya) ialah rajam, sedangkan bagi pezina gair muhshon (belum pernah nikah dan bersenggama) adalah jilid (dipukul) 100 kali. Pemikiran fikih ahlusunah lain yang berbeda dari khawarij ialah larangan memadu seseorang kemenakan dan bibinya. Bagi ahlusunah , memadu kemanakan dan bibi, atau sebaliknya, adalah haram seperti memadu dua orang saudara perempuan. Adapun pemikiran fikih ahlusunah yang berbeda dari paham Syiah, antara lain menyangkut keharaman nikah mut’ah (kawin kontrak). Menurut ahlusunah, kebolehan nikah mut’ah telah dihapusakan (mansukh) pada masa hidup Nabi Muhammad SAW sendiri. Oleh sebab itu, nikah mut’ah sudah tidak boleh dilakukan lagi. Orang yang melakukan nikah mut’ah dipandang telah menodai institusi perkawinan yang seharusnya dipelihara dengan baik. Bahkan kaum ahlusunah menyamakan nikah mut’ah dengan prostitusi yang diharamkan. Pemikiran ahlusunah umumnya dinisbahkan pada hokum fikih mazhab yang empat. Keempat mazhab fikih inilah yang paling banyak dianut oleh umat islam fewasa ini. Dewasa ini, paham ahlusunah dianut oleh mayporits kaum muslim didunia, kecuali republic islam iran, yang mayoritas penduduknya menganut syiah.

No comments:

Post a Comment