Friday 26 February 2010

sejarah perkembangan pond.pest.

KATA PENGANTAR


Syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam selalu kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah.
Kami membuat makalah ini adalah sebagai bahan kajian bagi kita dalam mempelajari Sejarah Pendidikan pada umumnya dan Perkembangan Pendidikan Pesantren dan Madrasah pada khususnya.
Dan tak lupa kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah terutama kepada Bapak Nyong ETIS selaku Dosen Pembimbing.
Kami akui dengan penuh kesadaran bahwa makalah ini banyak terdapat kekurangan dan kekhilafan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Atas bantuannya kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin...


Sidoarjo, 16 Nopember 2005


Penyusun

DAFTAR ISI


Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN 1
A. Sejarah Kemunculan Pesantren dan Madrasah 1
B. Perkembangan Pendidikan Pesantren dan Madrasah 4
C. Persamaan dan Perbedaan Pesantren dan Madrasah 8

BAB II KESIMPULAN 9

REFERENSI 10


BAB I
PENDAHULUAN


A. Sejarah Kemunculan Pesantren dan Madrasah
1. Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara Kyai atau Ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengaji dan membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama masa lalu (kitab kuning). Dengan demikian unsur terpenting bagi sebuah pesantren adalah adanya Kyai, para santri, masjid, tempat tinggal (pondok) serta buku-buku atau kitab-kitab teks.
Banyak penulis sejarah pesantren berpendapat bahwa pesantren merupakan hasil adopsi dari model perguruan yang diselenggarakan orang-orang Hindu dan Budha. Sebagaimana diketahui, sewaktu Islam datang dan berkembang di Pulau Jawa telah ada lembaga perguruan Hindu dan Budha yang menggunakan sistem biara dan asrama sebagai tempat para pendeta dan bhiksu melakukan kegiatan pembelajaran kepada para pengikutnya. Bentuk pendidikan seperti ini kemudian menjadi contoh model bagi para wali dalam melakukan kegiatan penyiaran dan pengajaran Islam kepada masyarakat luas, dengan mengambil bentuk sistem biara dan asrama dengan merubah isinya dengan pengajaran agama Islam yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren.
Di samping berdasarkan alasan terminologi yang dipakai oleh pesantren, persamaan bentuk antara pendidikan pesantren dan pendidikan milik Hindu dan Budha di India ini dapat dilihat juga pada beberapa unsur yang tidak dijumpai pada sistem pendidikan Islam yang asli di Mekkah. Unsur tersebut antara lain seluruh sistem pendidikannya berisi murni ilmu-ilmu agama, Kyai tidak mendapatkan gaji, penghormatan yang tinggi kepada guru serta letak pesantren yang didirikan di luar kota. Data ini oleh sebagian penulis sejarah pesantren dijadikan sebagai alasan untuk membuktikan asal-usul pesantren adalah karena pengaruh dari India.
Pada permulaan berdirinya, bentuk pesantren sangatlah sederhana. Kegiatan pengajian diselenggarakan di dalam masjid oleh seorang Kyai sebagai guru dengan beberapa orang santri sebagai muridnya. Kyai tadi biasanya sudah pernah mukim bertahun-tahun untuk mengaji dan mendalami pengetahuan agama Islam di Mekkah atau Madinah. Atau pernah berguru pada seorang Wali atau Kyai terkenal di nusantara. Kemudian ia bermukim di suatu desa dengan mendirikan langgar yang dipergunakan sebagai tempat untuk shalat berjamaah.
Pada awalnya jamaah hanya terdiri dari beberapa orang saja. Pada setiap menjelang atau selesai shalat berjamaah, sang Kyai biasanya memberikan ceramah pengajian sekedarnya. Isi pengajian biasanya berkisar pada soal rukun Iman, rukun Islam serta akhlak yang lebih banyak menyangkut kehidupan sehari-hari. Berkat caranya yang menarik dan keikhlasannya yang tinggi serta perilakunya yang saleh, lama kelamaan jamaahnya bertambah banyak. Yang datang tidak lagi hanya dari penduduk desa tersebut, tetapi juga orang-orang dari jauh, dari luar desanya. Sebagian dari mereka yang ikut mengaji itu ingin tinggal menetap, dekat dengan Kyai atau Ustadz dan bahkan mulai ada beberapa orang tua yang ingin menitipkan anaknya kepada Kyai tadi. Untuk menampung semua itu dibentuklah pondok atau asrama. Dengan demikian, terbentuklah sebuah pesantren yang di dalamnya terdapat pondok, masjid, Kyai serta santri.

2. Madrasah
Madrasah merupakan isim makna dari “darasa” yang berarti “tempat untuk belajar”. Istilah madrasah ini sekarang telah menyatu dengan istilah sekolah atau perguruan (terutama perguruan Islam).
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam, mulai didirikan dan berkembang di dunia Islam sekitar abad ke 5 H / abad ke 10-11 M. Ketika penduduk Naisabur mendirikan lembaga pendidikan Islam model madrasah tersebut pertama kalinya. Akan tetapi tersiarnya justru melalui menteri dari kerajaan Bani Saljuk yang bernama “Nizham Al-Mulk” yang mendirikan madrasah “Nizhamiyah” tahun 65 M yang oleh Gibb dan Kramers disebutkan, bahwa setelah madrasahnya Nizham Al-Mulk ini didirikan madrasah terbesar oleh Shalahuddin Al-Ayyubi.
Pada awal perkembangan pendidikan Islam, telah terdapat 2 jenis lembaga pendidikan dan pengajaran, yaitu : kuttab, yang mengajarkan kecakapan menulis dan membaca Al-Qur'an serta dasar-dasar agama Islam kepada anak-anak, dan merupakan pendidikan tingkat dasar. Sedangkan masjid, dalam bentuk halaqah, yang memberikan pendidikan dan pengajaran tentang berbagai macam ilmu pengetahuan pada masa itu, dan merupakan tingkat pendidikan lebih lanjut.
Dalam rangka menampung kegiatan halaqah yang semakin banyak, sejalan dengan meningkatnya jumlah pelajar dan bidang ilmu pengetahuan yang diajarkan, maka dibangun ruang-ruang khusus untuk kegiatan ¬halaqah-¬halaqah tersebut di sekitar masjid. Kemudian pada perkembangan selanjutnya adalah dibangunnya ruang khusus untuk para guru dan pelajar, sebagai tempat tinggal dan tempat kegiatan belajar mengajar setiap hari secara teratur, yang disebut zawiyah atau ribath. Pada mulanya bangunan-bangunan tersebut berada di sekitar masjid, tetapi dalam perkembangan selanjutnya banyak zawiyah yang dibangun sendiri.
Lahirnya madrasah-madrasah di dunia Islam, pada dasarnya merupakan usaha pengembangan dan penyempurnaan zawiyah -zawiyah tersebut, dalam rangka menampung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan jumlah pelajar yang semakin meningkat.
Beberapa hal yang melatarbelakangi berdirinya madrasah sebagai lembaga pendidikan, yaitu :
a. Sebagai manifestasi dan realisasi pembaharuan sistem pendidikan Islam.
b. Usaha penyempurnaan terhadap sistem pesantren ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih memungkinkan lulusannya memperoleh kesempatan yang sama dengan sekolah umum, misalnya masalah kesamaan kesempatan kerja dan perolehan ijazah.
c. Adanya sikap mental pada sementara golongan umat Islam, khususnya santri yang terpukau pada Barat sebagai sistem pendidikan mereka.
d. Sebagai upaya untuk menjembatani antara sistem pendidikan tradisional yang dilakukan oleh pesantren dan sistem pendidikan modern dari hasil akulturisasi.

B. Perkembangan Pendidikan Pesantren dan Madrasah
1. Perkembangan Pendidikan Pesantren
Secara umum pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yakni pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik/lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode pembelajaran tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf (modern) adalah pesantren yang disamping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama pesantren, memasukkan juga ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai dengan sistem klasikal oleh sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan adanya ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pendidikan pesantren klasik. Dengan demikian, pesantren modern merupakan pesantren yang diperbaharui atau dipermodern pada segi-segi tertentu untuk disesuaikan dengan sistem sekolah.
Kondisi ini menunjukkan bahwa pesantren telah merubah dirinya menjadi sebuah lembaga pendidikan Islam modern, bukan tradisional lagi. Modern disini dalam arti modern dalam bidang fisik, seperti dalam hal sistem dan metode, kurikulum dan perangkat fisik lain yang digunakan untuk menunjang berlangsungnya sebuah aktifitas pendidikan dan pengajaran berbagai sifat dasar yang dimiliki oleh pondok pesantren, kini sudah mulai terasa pudar sedikit demi sedikit, hanya sebagian kecil saja pondok pesantren yang dapat mempertahankan dirinya sebagai lembaga pendidikan Islam yang tradisional.
Dalam sistem dan kultur pesantren dilakukan perubahan yang cukup drastis :
a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi sistem klasikal yang kemudian dikenal dengan istilah madrasah (sekolah).
b. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan pengetahuan agama dan bahasa Arab.
c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya ketrampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat sekitar, kepramukaan untuk melatih kedisiplinan dan pendidikan agama, kesehatan dan olahraga serta kesenian yang Islami.
d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu yang nilainya sama dengan ijazah negeri.
e. Lembaga pendidikan tipe universitas sudah mulai didirikan di kalangan pesantren.
Modernisasi dalam pendidikan Islam merupakan pembaharuan yang terjadi dalam pondok pesantren, setidak-tidaknya dapat menghapus image sebagian masyarakat yang menganggap bahwa pondok pesantren hanyalah sebagai lembaga pendidikan tradisional, tempat pembuangan anak-anak nakal yang kurang akan didikan agama. Kini pesantren disamping berkeinginan mencetak para ulama juga bercita-cita melahirkan para ilmuwan sejati yang mampu mengayomi umat dan memajukan bangsa dan negara.

2. Perkembangan Pendidikan Madrasah
Perpaduan antara sistem pada pondok pesantren atau pendidikan langgar dengan sistem yang berlaku pada sekolah-sekolah modern, merupakan sistem pendidikan dan pengajaran yang dipergunakan di madrasah. Proses perpaduan tersebut berlangsung secara berangsur-angsur, mulai dan mengikuti sistem klasikal. Sistem pengajian kitab yang selama ini dilakukan, diganti dengan bidang-bidang pelajaran tertentu, walaupun masih menggunakan kitab-kitab yang lama. Sementara itu kenaikan tingkat pun ditentukan oleh penguasaan terhadap sejumlah bidang pelajaran.
Dikarenakan pengaruh dari ide-ide pembaharuan yang berkembang di dunia Islam dan kebangkitan nasional bangsa Indonesia, sedikit demi sedikit pelajaran umum masuk ke dalam kurikulum madrasah. Buku-buku pelajaran agama mulai disusun khusus sesuai dengan tingkatan madrasah, sebagaimana halnya dengan buku-buku pengetahuan umum yang berlaku di sekolah-sekolah umum. Bahkan kemudian lahirlah madrasah-madrasah yang mengikuti sistem perjenjangan dan bentuk-bentuk sekolah modern, seperti Madrasah Ibtidaiyah sama dengan Sekolah Dasar, Madrasah Tsanawiyah sama dengan Sekolah Menengah Pertama, dan Madrasah Aliyah sama dengan Sekolah Menengah Atas.
Perkembangan berikutnya, pengadaptasian tersebut demikian terpadunya, sehingga boleh dikatakan hampir kabur perbedaannya, kecuali pada kurikulum dan nama madrasah yang diembeli dengan Islam. Kurikulum madrasah dan sekolah-sekolah agama, masih mempertahankan agama sebagai mata pelajaran pokok, walaupun dengan persentase yang berbeda. Pada waktu Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Agama, merasa perlu menentukan kriteria madrasah. Kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Agama untuk madrasah-madrasah yang berada dalam wewenangnya adalah harus memberikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran pokok, paling sedikit 6 jam seminggu.
Pengetahuan umum yang diajarkan di madrasah adalah :
a. Membaca dan menulis (huruf latin) bahasa Indonesia
b. Berhitung
c. Ilmu bumi
d. Sejarah Indonesia dan dunia
e. Olahraga dan kesehatan
Selain mata pelajaran agama dan bahasa Arab serta yang disebutkan diatas, juga diajarkan berbagai keterampilan sebagai bekal para lulusannya terjun ke masyarakat.


C. Persamaan dan Perbedaan Madrasah dan Pesantren
1. Persamaan pesantren dan madrasah antara lain :
a. Merupakan lembaga pendidikan yang berasaskan Islam
b. Bertujuan untuk mencetak generasi yang ideal dan bertaqwa kepada Allah SWT
2. Perbedaan pesantren dan madrasah antara lain :
No. Pesantren Madrasah
1 Adanya pesantren atau padepokan sebagai tempat tinggal
Tidak ada pesantren atau padepokan
2 Dipimpin oleh seorang Kyai
Dipimpin oleh Kepala Sekolah
3 Menggunakan metode bedongan, sorogan
Tidak menggunakan metode bedongan, sorogan


BAB II
KESIMPULAN


Pesantren dan madrasah adalah lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan Islam. Pada awalnya materi yang diajarkan hanya materi-materi agama saja (seperti : fiqih, tafsir, dll.) akan tetapi dengan dimodernisasikannya pesantren dan madrasah maka ditambahkan dengan materi-materi umum lainnya. Itu adalah salah satu proses modernisasi pesantren dan madrasah.

REFERENSI


1. Hasbullah, Drs. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Rajawali Grafindo Persada. Jakarta : 1995.
2. Halaqa. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 2005.
3. Desain Pengembangan Madrasah. Departemen Agama RI. Jakarta : 2004.
4. Pola Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pondok Pesantren. Departemen Agama RI. 2004.
5. Tarekat, Pesantren dan Budaya Lokal. Sunan Ampel Press. Surabaya : 1999.
6. Pola Penyelenggaraan Pesantren Kilat. Departemen Agama RI. 2003.
7. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Departemen Agama RI. Surabaya. 2002.
8. Pedoman Manajemen Berbasis Madrasah. Departemen Agama RI. 2003.
























Disusun Oleh :

Umi Shalihah
Muniratul Hilmiyah





Dosen Pembimbing :

Nyong Eka Teguh I.S.





UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

Thursday 25 February 2010

makalah IAD

Masa Depan Alam Indonesia

Oleh:
Andy Basuki

Indonesia, negara yang kita tinggal ini adalah negara yang indah. Penuh dengan sumber daya alam, dan banyak sekali fauna dan flora yang unik, dan tidak ditemui di tempat lain. Saya merasa bahwa saya beruntung sekali, menjadi salah satu bagian dari bumi pertiwi yang indah dan penuh ragam dan warna.

Akan tetapi banyak sekali perubahan yang terjadi di beberapa tahun ini yang membuat saya menjadi kuatir akan masa depan alam yang begitu indah di negeri kita ini. Penebangan hutang liar yang terjadi di daerah Kalimantan, yang membuat hutan tropis primer sekian lama sekian sedikit.

Saya juga membaca bahwa penangkapan ikan hias air laut yang mengunakan bom ikan, yang sangat disayangkan. Hutan bakau yang semestinya bisa membantu menjaga keseimbangan ekosistem di muara juga sebagian sudah disingkirkan untuk memacu pembangunan infrastruktur. Namun anda pasti bertanya, apakah itu salah? Dari segi ekonomi, mungkin jawabannya adalah tidak, tapi sebagai seorang yang mencintai lingkungan, saya harus bilang ya.

Indonesia adalah negara kepulauan, yang sumber flora dan fauna nya terdapat di atas air, maupun di dalam air. Salah satu contohnya, adalah burung cenderawasih yang terdapat di Irian Jaya dan Papua, Orangutan yang terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Biawak Komodo atau Komodo Dragon yang terdapat di Pulau Komodo, dan banyak sekali taman nasional bawah air yang terkenal di Bali, Manado dll.

Akan tetapi, kalau kita tidak memeliara alam yang kita punya sekarang, kita akan dihadapkan dengan masa depan yang suram. Banjir yang kita sering dengar di dalam berita, adalah satu dampak karena penebangan liar yang sering terjadi. Bukan hanya itu saja, pengusuran hutan bakau akan mengurangi daya serap gas karbon dioksida yang telah terbukti sebagai salah satu gas rumah hijau.

Dan dengan seiringnya penebangan hutan yang liar, di tambah penangkapan ikan hias air laut dengan cara pengunaan bom ikan, membuat saya kuatir tentang masa depan alam yang kita miliki ini. Setiap satu hektar hutan hujan yang kita tebang, entah berapa spesies flora dan fauna yang sampai sekarang mungkin belum kita ketahui telah kita musnahkan tanpa sadar. Salah satunya adalah populasi Orangutan di Sumatra dan Kalimantan yang sedang dalam status Endangered atau terancam keberadaannya.

Pengunaan bom ikan untuk menangkap ikan hias, bisa merusak terumbu terumbu karang, yang penting sekali untuk kelancaran ekosistem di dalam laut. Dan ikan ikan hias yang biasanya ditangkap dengan cara yang biadab tersebut, biasanya tidak akan lama hidup walaupun sudah dipindah ke akuarium, karena salah satu zat yang biasa digunakan untuk membuat bom ikan, adalah sebuah zat bernama sianida, yang telah terbukti beracun untuk hamper semua makhluk hidup.



Kalau aksi aksi yang telah saya sebut ini tidak diredam atau dicegah secepat mungkin, kita mungkin tidak lagi bisa menikmati keindahan alam yang membuat negeri ini menjadi cantik nan kaya akan flora dan faunanya. Ada pepatah yang berkata, kita akan menuai apa yang kita tanam, dan saya secara pribadi tidak mau pepatah itu menjadi kenyataan karena ulah kita sendiri.

Dari sisi ekonomi pun, perusakan alam yang sedang terjadi juga akan berdampak negatif, karena, banyak turis turis mancanegara justru datang ke negara kita untuk menikmati keindahaan alam kita, termasuk yang di bawah air. Bayangkan dampak ekonomi yang kita akan merasakan, apabila salah satu daya tarik pariwisata kita yang kita banggakan, dihancurkan oleh tangan kita sendiri.

Maka, saya menghimbau kepada segenap bangsa kita, untuk meyayangi dan menjaga sumber daya alam yang ada di bumi pertiwi ini, supaya kita masih bisa menikmatinya, dan lebih penting lagi, supaya generasi generasi yang akan mengikuti akan juga bisa menikmatinya, dan bukan cuma akan mengetahuinya dari buku buku atau di dalam kebun binatang saja. Itu adalah sesuatu yang pasti akan terjadi kalau kita tidak mulai sekarang mencintai dan menjaga apa yang telah bumi pertiwi ini serahkan dan memberi kita semua untuk dinikmati.

KH.Hasyim As'ari

Berjuang Mengusir Penjajah
Masa awal perjuangan Kiai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng pun tak luput dari sasaran represif Belanda.
Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Belanda untuk menagkap Kiai Hasyim dengan tuduhan pembunuhan.
Dalam pemeriksaan, Kiai Hasyim yang sangat piawai dengan hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis. Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum.
Belum puas dengan cara adu domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya, hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an.
Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang. Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim.
Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syeikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kiai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang.
Kiai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah SWT lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kiai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan, Surabaya. Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syeikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kiai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan.
Setelah penahanan Hadratus Syeikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syeikh tercerai berai. Isteri Kiai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kiai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para kiai dan santri. Selain itu, pembebasan Kiai Hasyim juga berkat usaha dari Kiai Wahid Hasyim dan Kiai Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta.
Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kiai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut. Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kiai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947.
Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kiai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada Kiai Hasyim.

Dipanggil Yang Kuasa
Malam itu, tanggal 3 Ramadhan 1366 H., bertepatan dengan tanggal 21 Juli 1947 M. jam 9 malam, Kiai Hasyim baru saja selesai mengimami salat Tarawih. Seperti biasa, beliau duduk di kursi untuk memberikan pengajian kepada ibu-ibu muslimat. Tak lama kemudian, datanglah seorang tamu utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Kiai Hasyim menemui utusan tersebut didampingi Kiai Ghufron (pimpinan Laskar Sabilillah Surabaya). Sang tamu menyampaikan surat dari Jenderal Sudirman.
Kiai Hasyim meminta waktu satu malam untuk berfikir dan jawabannya akan diberikan keesokan harinya. Isi pesan tersebut adalah:
1. Di wilayah Jawa Timur Belanda melakukan serangan militer besar-besaran untuk merebut kota-kota di wilayah Karesidenan Malang, Basuki, Surabaya, Madura, Bojonegoro, Kediri, dan Madiun.
2. Hadiratus Syeikh KH.M. Hasyim Asy'ari diminta mengungsi ke Sarangan, Magetan, agar tidak tertangkap oleh Belanda. Sebab jika tertangkap, beliau akan dipaksa membuat statemen mendukung Belanda. Jika hal itu terjadi, maka moral para pejuang akan runtuh.
3. Jajaran TNI di sekitar Jombang diperintahkan membantu pengungsian Kiai Hasyim.

Keesokan harinya, Kiai Hasyim memberi jawaban tidak berkenan menerima tawaran tersebut.
Empat hari kemudian, tepatnya pada tanggal 7 Ramadhan 1366 M., jam 9 malam, datang lagi utusan Jenderal Sudirman dan Bung Tomo. Sang utusan membawa surat untuk disampaikan kepada Hadratusy Syeikh. Bung Tomo memohon Kiai Hasyim mengeluarkan komando jihad fi sabilillah bagi umat Islam Indonesia, karena saat itu Belanda telah menguasai wilayah Karesidenan Malang dan banyak anggota laskar Hizbullah dan Sabilillah yang menjadi korban. Hadratusy Syeikh kembali meminta waktu satu malam untuk memberi jawaban.
Tak lama berselang, Hadratusy Syeikh mendapat laporan dari Kiai Ghufron (pemimpin Sabilillah Surabaya) bersama dua orang utusan Bung Tomo, bahwa kota Singosari Malang (sebagai basis pertahanan Hizbullah dan Sabilillah) telah jatuh ke tangan Belanda. Kondisi para pejuang semakin tersudut, dan korban rakyat sipil kian meningkat. Mendengar laporan itu, Kiai Hasyim berujar, ”Masya Allah, Masya Allah…” sambil memegang kepalanya. Lalu Kiai Hasyim tidak sadarkan diri.
Pada saat itu, putra-putri beliau tidak berada di Tebuireng. Tapi tak lama kemudian mereka mulai berdatangan setelah mendengar ayahandanya tidak sadarkan diri. Menurut hasil pemeriksaan dokter, Kiai Hasyim mengalami pendarahan otak (asemblonding) yang sangat serius.
Pada pukul 03.00 dini hari, bertepatan dengan tanggal 25 Juli 1947 atau 7 Ramadhan 1366 H, Hadratuys Syeikh KH.M. Hasyim Asy'ri dipanggil yang Maha Kuasa. Inna liLlahi wa Inna Ilayhi Raji’un.
***
Atas jasanya selama perang kemerdekaan melawan Belanda (1945-1947), terutama yang berkaitan dengan 3 fatwanya yang sangat penting: Pertama, perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan oleh semua umat Islam Indonesia. Kedua, kaum Muslimin diharamkan melakukan perjalanan haji dengan kapal Belanda. Ketiga, Kaum Muslimin diharamkan memakai dasi dan atribut-atribut lain yang menjadi ciri khas penjajah. Maka Presiden Soekarno lewat Keputusan Presiden (Kepres) No. 249/1964 menetapkan bahwa KH. Muhammad Hasyim Asy’ari sebagai Pahlawan Nasional.

sumber: http://pesantren.tebuireng.net/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=30

sejarah nabi

Sejarah Nabi Muhammad SAW
Lagi-lagi sebuah sejarah dilupakan, seakan-akan mereka tidak pernah tahu atau mungkin tidak mau tahu, ini adalah sejarah yang tak boleh dilupakan, karena inilah sebab awal penciptaan dan akhir penciptaan, ia bermula 14 abad yang lalu di sebuah kota kecil, sebuah kota yang panas dan tandus yang dipenuhi dengan penyembahan terhadap kayu-kayu dan batu-batu yang tak dapat berbuat apa-apa dan juga disana terdapat sebuah kotak hitam yang dikelilingi oleh “berhala-berhala” yang sekarang telah berubah wujud tapi memiliki wujud “berhala” yang sama. Sungguh tak terpikirkan betapa bodoh manusia zaman itu, ialah sebuah jazirah yang disebut jazirah Arabia, perbuatan buruk dan haram, perampokan, pembunuhan bayi,minum-minuman keras, yang memusnahkan segala kebajikan dan moral menempatkan masyarakat jazirah Arabia ini dalam situasi kemerosotan yang luar biasa. Mereka terpecah-pecah menjadi kabilah-kabilah (bani/kaum).

I. Kelahiran Sang Nabi

Pada saat yang sangat kritis ini muncullah sebuah bintang pada malam yang gelap gulita, sinarnya semakin terang membuat malam menjadi terang benderang, ia bukan bintang yang biasa, tapi bintang yang sangat luar biasa, bahkan matahari di siang haripun malu menampakkan sinarnya karena bintang ini adalah maha bintang yang terlahirkan ke muka bumi, ialah cahaya dalam kegelapan, ia adalah cahaya di dalam dada, ia dikenal dengan Nama Muhammad, menurut sejarawan bintang ini tepat terlahir tanggal 17 Rabi’ul Awwal (12 Rabi’ul awwal menurut mazhab sunni) 570 M, bintang ini tak pernah padam walaupun 14 abad setelah ketiadaannya, bahkan ia semakin terang dan semakin terang, dari bintang ini terlahir 13 bintang yang lain, yang selalu menjadi hujjah bagi bintang-bintang yang sulit bersinar lainnya di setiap zamannya. Ia memiliki silsilah yang berhubungan langsung dengan jawara Tauhid melalui anaknya Ismail AS, yang dilahirkan melalui rahim-rahim suci dan terpelihara dari perbuatan-perbuatan mensekutukan Tuhan. Ia begitu suci sehingga Tuhan memerintahkan kepada Para Malaikat dan Jin untuk bersujud kepada Adam, karena cahayanya dibawa oleh Adam AS untuk disampaikan kepada maksud, ia adalah rencana Tuhan yang teramat besar yang langit dan bumi pun tak kan sanggup memikulnya.
Peristiwa kelahiran sang bintang dipenuhi dengan kejadian-kejadian yang luarbiasa, dimulai dengan peristiwa padamnya api “abadi” di kerajaan Persia, hancurnya sesembahan batu di sana, dan penyerangan pasukan bergajah untuk menghancurkan Ka’bah, yang di kemudian hari menjadi kiblat baginya dan ummatnya sampai akhir zaman, namun tentara yang besar ini dihancurkan oleh burung-burung yang dikirimkan oleh Sang Pemilik kiblat (Ka’bah), karenanya tahun ini dinamakan tahun Gajah. Sudah menjadi tradisi kelahiran manusia luar biasa harus juga didahului peristiwa yang luar biasa. Muhammad namanya, ayahnya bernama Abdullah, Ibundanya Aminah, kedua orang tuanya berasal dari silsilah yang mulia yang merupakan keturunan Jawara Tauhid (Ibrahim AS). Abdullah lahir kedunia hanya untuk membawa nur Muhammad dan “meletakkannya” ke dalam rahim Aminah, Sang isteri saat itu mengandung (2 bulan) bayi yang kelak menjadi manusia besar. Setelah lama kepergian sang suami, sang isteri merasakan kesepian yang amat dalam, walaupun suaminya selalu berkirim surat. Namun pada saat lain surat tidak lagi ia terima, begitu riang hatinya ternyata ia melihat rombongan dagang suaminya telah pulang, tapi Ia amat terkejut karena tak dilihatnya suaminya, datanglah seseorang dari rombongan tersebut yang menyampaikan berita kepada Aminah, mulutnya begitu berat untuk mengucapkan kata – kata ini kepada wanita ini, ia tidak sanggup mengutarakannya, namun akhirnya terucap juga bahwa sang suami telah berpulang ke hadirat Allah Swt dan dimakamkan di abwa.
Begitu goncang hatinnya mendengarkan hal ini, tak sanggup menahan tangisnya, ia menangis menahan sedih dan tak makan beberapa hari, namun ia bermimpi, dalam mimpinya seorang wanita datang dan berkata kepadanya agar ia menjaga bayi dalam janinnya dengan baik – baik. Ia berulang kali bermimpi bertemu dengan wanita tersebut yang ternyata adalah Maryam binti Imran (Ibu Isa as). Dalam mimpinya sang wanita mulia ini berkata : “Kelak bayi yang ada didalam rahimmu akan menjadi manusia paling mulia sejagat raya, maka jagalah ia baik – baik hingga kelahirannya.
Saat ayahanda Muhammad yang mulia ini Wafat dalam usia 20 tahun (riwayat lain – 17 tahun), sang bintang kita ini sedang berada dalam kandungan ibunya, beberapa tahun kemudian Bunda Sang bintang menyusul suaminya dan dimakamkan di Abwa juga. Muhammad dibawa pulang oleh Ummu Aiman dan diasuh oleh kakeknya, belum lagi hilang duka setelah ditinggal Sang Bunda, ia pun harus kehilangan kakeknya ketika umurnya belum lagi menginjak delapan tahun. Setelah kepergian sang kakek, sang bintang (Muhammad) diasuh oleh pamannya, Abu Tholib, seorang putra Abdul Mutholib yang pertama menyatakan keimanannya kepada kemenakannya sendiri (Muhammad). Pemandu ilahi selalu saja dipilihkan oleh Ilahi untuk memiliki profesi sebagai seorang gembala, melalui profesi ini beliau mengarungi beberapa waktu kehidupannya untuk menjadi “gembala” domba yang lebih besar, inilah pilihan Ilahi yang memilihkan baginya sebuah jalan dimana hal ini penting bagi orang yang akan berjuang melawan orang-orang hina yang berpikiran sampai menyembah aneka batu dan pohon, ilahi menjadikannya kuat sehingga tidak menyerah kepada apapun kecuali keputusan-Nya. Ada penulis sirah yang mengutip kalimat Nabi berikut ini, “ Semua Nabi pernah menjadi gembala sebelum beroleh jabatan kerasulan.” Orang bertanya kepada Nabi,” Apakah Anda juga pernah menjadi gembala?” Beliau menjawab,” Ya. Selama beberapa waktu saya menggembalakan domba orang Mekah di daerah Qararit.”
Sang bintang terlahir bukan dari kalangan orang yang teramat kaya, belum lagi ia dilahirkan sebagai seorang yatim, dan telah kehilangan Ayah, Ibu di masa kecil sebagai tempat bernaung, apa yang dapat dikatakan oleh anak kecil yang telah kehilangan kedua orang tuanya sedangkan dia sendiri masih membutuhkan naungan kedua orang tua dan kasih sayang mereka. Mari kita masuk ke jazirah Arabia lebih jauh lagi, kita dapat melihat bahwa kondisi keuangan Muhammad terbilang cukup sulit. Muhammad terkenal dengan kemuliaan rohaninya, keluhuran budi, keunggulan ahklaq dan dirinya dikenal di masyarakat sebagai “orang jujur” (al-Amin), ia menjadi salah seorang kafilah dagang Khodijah yang terpercaya dan Khodijah memberikan dua kali lipat dibandingkan yang diberikannya kepada orang lain. Kafilah Quraisy, termasuk barang dagangan Khodijah, siap bertolak, kafilah tiba di tempat tujuan. Seluruh anggotanya mengeruk laba. Namun, laba yang diperoleh Nabi lebih banyak ketimbang lain. Kafilah kembali ke Makkah. Dalam perjalanan, Sang bintang melewati negeri ‘Ad dan Tsamud. Keheningan kematian yang menimpa kaum pembangkang itu mengundang perhatian sang bintang.
Kafilah mendekati Mekah, Maisarah, berkata kepada sang Bintang, “Alangkah baiknya jika Anda memasuki Mekah mendahului kami dan mengabarkan kepada Khodijah tentang perdagangan dan keuntungan besar yang kita dapatkan.” Nabi tiba di Mekah ketika Khodijah sedang duduk di kamar atasnya. Ia berlari turun dan mengajak Nabi ke ruangannya. Nabi menyampaikan, dengan menyenangkan, hal-hal menyangkut barang dagangan. Maisarah menceritakan tentang Kebesaran jiwa Al-Amin selama perjalanan dan perdagangan. Maisarah menceritakan “Di Busra, Al-Amin duduk di bawah pohon untuk istirahat. Seorang pendeta, yang sedang duduk di biaranya, kebetulan melihatnya. Ia datang seraya menanyakan namanya kepada saya, kemudian ia berkata, ‘Orang yang duduk di bawah naungan pohon itu adalah nabi, yang tentangnya telah saya baca banyak kabar gembira di dalam Taurat dan Injil.
Kemudian Khodijah menceritakan apa yang didengarnya dari Maisarah kepada Waraqah bin Naufal, si hanif dari Arabia. Waraqah mengatakan, “Orang yang memiliki sifat-sifat itu adalah nabi berbangsa Arab.

II. Pernikahan

Kebanyakan sejarawan percaya bahwa yang menyampaikan lamaran Khadijah kepada Nabi ialah Nafsiah binti ‘Aliyah sebagai berikut:
“Wahai Muhammad! Katakan terus terang, apa sesungguhnya yang menjadi penghalang bagimu untuk memasuki kehidupan rumah tangga? Kukira usiamu sudah cukup dewasa!” Apakah anda akan menyambut dengan senang hati jika saya mengundang Anda kepada kecantikan, kekayaan, keanggunan, dan kehormatan ?” Nabi menjawab,”Apa maksud Anda?” Ia lalu menyebut Khodijah. Nabi lalu berkata,” Apakah Khodijah siap untuk itu, padahal dunia saya dan dunianya jauh berbeda?” Nafsiah berujar “Saya mendapat kepercayaan dari dia, dan akan membuat dia setuju. Anda perlu menetapkan tanggal perkawinan agar walinya (‘Amar bin Asad) dapat mendampingi Anda beserta handai tolan Anda, dan upacara perkawinan dan perayaan dapat diselenggarakan".
Kemudian Muhammad membicarakan hal ini kepada pamannya yang mulia, Abu Tholib. Pesta yang agung pun diselenggarakan, sang paman yang mulia ini menyampaikan pidato, mengaitkannya dengan puji syukur kepada Tuhan. Tentang keponakannya, ia berkata demikian, “Keponakan saya Muhammad bin ‘Abdullah lebih utama daripada siapapun di kalangan Quraisy. Kendati tidak berharta, kekayaan adalah bayangan yang berlalu, tetapi asal usul dan silsilah adalah permanen".
Waraqah, paman Khodijah, tampil dan mengatakan sambutannya, “Tak ada orang Quraisy yang membantah kelebihan Anda. Kami sangat ingin memegang tali kebangsawanan Anda.” Upacara pun dilaksanakan. Mahar ditetapkan empat puluh dinar-ada yang mengatakan dua puluh ekor unta.
Sang bintang sekarang mulai dewasa, ia mempunyai seorang istri yang begitu lengkap kemuliaannya, dari perkawinan ini Khodijah melahirkan enam orang anak, dua putra, Qasim, dan Abdulah, yang dipanggil At-Thayyib, dan At-Thahir. Tiga orang putrinya masing-masing Ruqayyah, Zainab, Ummu Kaltsum, dan Fatimah. Kedua anak laki-lakinya meninggal sebelum Muhammad diutus menjadi Rosul.
Ketika umur sang bintang mulai menginjak 35 tahun, banjir dahsyat mengalir dari gunung ke Ka’bah. Akibatnya, tak satu pun rumah di Makah selamat dari kerusakan. Dinding ka’bah mengalami kerusakan. Orang Quraisy memutuskan untuk membangun Ka’bah tapi takut membongkarnya. Walid bin Mughirah, orang pertama yang mengambil linggis, meruntuhkan dua pilar tempat suci tersebut. Ia merasa takut dan gugup. Orang Mekah menanti jatuhnya sesuatu, tapi ketika ternyata Walid tidak menjadi sasaran kemarahan berhala, mereka pun yakin bahwa tindakannya telah mendapatkan persetujuan Dewa. Mereka semua lalu ikut bergabung meruntuhkan bangunan itu. Pada saat pembangunan kembali ka’bah, diberitahukan pada semua pihak sebagai berikut, “Dalam pembangunan kembali Ka’bah, yang dinafkahkan hanyalah kekayaan yang diperoleh secara halal. Uang yang diperoleh lewat cara-cara haram atau melalui suap dan pemerasan, tak boleh dibelanjakan untuk tujuan ini.” Terlihat bahwa ini adalah ajaran para Nabi, dan mereka mengetahui tentang kekayaan yang diperoleh secara tidak halal, tetapi kenapa mereka masih melakukan hal demikian, inipun terjadi di zaman ini, di Indonesia, rakyat ataupun pemerintahnya mengetahui tentang halal dan haramnya suatu harta kekayaan atau pun perbuatan yang salah dan benar, tapi mereka masih saja melakukan perbuatan itu walaupun tahu itu adalah salah.
Mari kita kembali lagi menuju Mekah, ketika dinding ka’bah telah dibangun dalam batas ketinggian tertentu, tiba saatnya untuk pemasangan Hajar Aswad pada tempatnya. Pada tahap ini, muncul perselisihan di kalangan pemimpin suku. Masing-masing suku merasa bahwa tidak ada suku yang lain yang pantas melakukan perbuatan yang mulia ini kecuali sukunya sendiri. Karena hal ini, maka pekerjaan konstruksi tertunda lima hari. Masalah mencapai tahap kritis, akhirnya seorang tua yang disegani di antara Quraisy, Abu Umayyah bin Mughirah Makhzumi, mengumpulkan para pemimpin Quraisy seraya berkata,”Terimalah sebagai wasit orang pertama yang masuk melalui Pintu Shafa.” (buku lain mencatat Bab as-salam). Semua menyetujui gagasan ini. Tiba-tiba Muhammad muncul dari pintu. Serempak mereka berseru, “Itu Muhammad, al-Amin. Kita setuju ia menjadi wasit!”
Untuk menyelesaikan pertikaian itu, Nabi meminta mereka menyediakan selembar kain. Beliau meletakkan Hajar Aswad di atas kain itu dengan tangannya sendiri, kemudian meminta tiap orang dari empat sesepuh Mekah memegang setiap sudut kain itu. Ketika Hajar Aswad sudah diangkat ke dekat pilar, Nabi meletakkannya pada tempatnya dengan tangannya sendiri. Dengan cara ini, beliau berhasil mengakhiri pertikaian Quraisy yang hampir pecah menjadi peristiwa berdarah.
Tuhan, Sang Maha Konsep sudah membuat konsep tentang semua ini, tanda-tanda seorang bintang telah banyak ia tampakkan pada diri Muhammad, dari batinnya yang mulia sampai pada bentuk lahirnya yang indah. Kesabaran yang diabadikan di dalam Kitab suci menjadi bukti yang tak terbantahkan, bahwa ia adalah manusia sempurna, dalam wujud lahiriah (penampakan), maupun batinnya. Tidak setitik cela apalagi kesalahan selama hidupnya, Sang Maha Konsep benar-benar telah mengonsepnya menjadi manusia ‘ilahi’. Al-Amin telah dikenal oleh masyarakat Mekah, sebagai manusia mulia, sebagai manifestasi wujud kejujuran mutlak. Sebelum pengutusannya menjadi Rosul, Muhammad selalu mengamati tanda kekuasaan Tuhan, dan mengkajinya secara mendalam, terutama mengamati keindahan, kekuasaan, dan ciptaan Allah dalam segala wujud. Beliau selalu melakukan telaah mendalam terhadap langit, bumi dan isinya. Beliau selalu mengamati masyarakatnya yang rusak, dan hancur, beliau mempunyai tugas untuk menghancurkan segala bentuk pemberhalaan. Apalah kiranya yang membuat masyarakatnya seperti ini, ia mengembalikan semua ini kepada Tuhan, yang menurutnya tak mungkin sama dengan manusia.
Gunung Hira, puncaknya dapat dicapai kurang lebih setengah jam, gua ini adalah saksi atas peristiwa menyangkut “sahabat karib”-nya (Muhammad), gua ini menjadi saksi bisu tentang wahyu, dan seakan-akan ia ingin berkata,” disinilah dulu anak Hasyim itu tinggal, yang selalu kalian sebut-sebut, disinilah ia diangkat menjadi Rosul, disinilah Al-Furqon pertama kali dibacakan, wahai manusia, bukankah aku telah mengatakannya, kalianlah (manusia) yang tak mau menengarkannya, kalian menutup telinga kalian rapat-rapat, dan menertawakanku, sedangkan sebagian dari kalian hanya menjadikan aku sebagai museum sejarah.“kata saksi bisu.

III. Diangkat Menjadi Rasul

Hira, tempat diturunkannya kalimat Tuhan Yang Maha Sakti, kalimat yang membuat iblis berputus asa untuk menyesatkan manusia, kalimat yang dengannya alam semesta berguncang. Al-Qur’an, susunan kalimatnya yang mengandung makna yang banyak telah membuat tercengang manusia-manusia manapun di jagat raya, yang mengakui kebenarannya, akan mengikutinya, sedangkan yang tidak mengakuinya harus tunduk atas kebenarannya, dan bagi mereka yang menolak, dengan cara apapun akan sia-sia, dan celaka. Jibril (Ruh Al-Qudus) diutus Tuhan semesta Alam, Sang Pemilik Konsep, untuk menyampaikan kalimat-Nya secara berangsur-angsur kepada Al-amin yang berada di Gunung Hira’. Al-Amin telah mempersiapkan dirinya selama empat puluh tahun untuk memikul tugas yang maha berat ini, Jibril datang kepadanya dengan membawa beberapa kalimat dari Tuhannya. Ialah kalimat pertama yang dikemukakan dalam Al-qur’an sebagai berikut
“Bacalah dengan [ menyebut] nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Paling Pemurah. Yang mengajari [manusia] dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
Ayat ini dengan tegas menyatakan tentang program Nabi, dan menyatakan dalam istilah-istilah jelas bahwa fondasi agamanya diberikan dengan pengkajian, pengetahuan, kebijaksanaan, dan penggunaan pena.
Muhammad, pembawa berita bahagia, ancaman, dan perintah merupakan manusia teladan sepanjang masa, ia adalah manusia dalam wujud Ilahiah, utusan Tuhan yang kepadanya ummat manusia memohonkan syafa’at. Tidak satupun mahkluq yang mencapai kesempurnaan yang dicapai Muhammad, sejak kecil ia telah memperlihatkan ketulusan, kejujuran, manusia yang seumur hidupnya tidak pernah berbohong, yang tidak pernah menghianati janji, dan sayang kepada yang miskin.
Malaikat Jibril menyelesaikan tugasnya menyampaikan wahyu itu, dan Muhammad pun turun dari Gua Hira menuju rumah “Khodijah”. Jiwa agung Nabi disinari cahaya wahyu. Beliau merekam di hatinya apa yang didengarnya dari malaikat Jibril. Setelah kejadian ini, Jibril menyapanya,”Wahai Muhammad! Engkau Rosul Allah dan aku Jibril”. Muhammad menerima kalimat Tuhannya secara bertahap, secara berangsur-angsur, fakta sejarah mengakui bahwa di antara wanita, Khodijah adalah wanita yang pertama memeluk Islam, dan pria pertama yang memeluk Islam adalah ‘Ali.
Muhammad mengadakan perjamuan makan dengan kerabatnya, selesai makan, beliau berpaling kepada para sesepuh keluarganya dan memulai pembicaraan dengan memuji Allah dan memaklumkan keesaan-Nya. Lalu beliau berkata,” Sesungguhnya, pemandu suatu kaum tak pernah berdusta kepada kaumnya. Saya bersumpah demi Allah yang tak ada sekutu bagi-Nya bahwa saya diutus oleh Dia sebagai Rosul-Nya, khususnya kepada Anda sekalian dan umumnya kepada seluruh penghuni dunia. Wahai kerabat saya! Anda sekalian akan mati. Sesudah itu, seperti Anda tidur, Anda akan dihidupkan kembali dan akan menerima pahala menurut amal Anda. Imbalannya adalah surga Allah yang abadi (bagi orang lurus) dan neraka-Nya yang kekal(bagi orang yang berbuat jahat). “Lalu beliau menambahkan, “Tak ada manusia yang pernah membawa kebaikan untuk kaumnya ketimbang apa yang saya bawakan untuk Anda. Saya membawakan kepada Anda rahmat dunia maupun Akhirat. Tuhan saya memerintahkan kepada saya untuk mengajak Anda kepada-Nya. Siapakah diantara Anda sekalian yang akan menjadi pendukung saya sehingga ia akan menjadi saudara, washi (penerima wasiat), dan khalifah (pengganti) saya?”.
Ketika pidato Nabi mencapai poin ini, kebisuan total melanda pertemuan itu. ‘Ali, remaja berusia lima belas tahun, memecahkan kebisuan itu. Ia bangkit seraya berkata dengan mantap,” Wahai Nabi Allah, saya siap mendukung Anda.” Nabi menyuruhnya duduk. Nabi mengulang tiga kali ucapannya, tapi tak ada yang menyambut kecuali ‘Ali yang terus melontarkan jawaban yang sama. Beliau lalu berpaling kepada kerabatnya seraya berkata,” Pemuda ini adalah saudara, washi, dan khalifah saya diantara kalian. Dengarkanlah kata-katanya dan ikuti dia".
Pemakluman khilafah (imamah) ‘Ali di hari-hari awal kenabian Muhammad memperlihatkan bahwa dua kedudukan ini berkaitan satu sama lain. Ketika Rosulullah diperkenalkan kepada masyarakat, khalifahnya juga ditunjuk dan diperkenalkan pada hari itu juga. Ini dengan sendirinya menunjukkan bahwa kenabian dan imamah merupakan dua hal yang tak terpisahkan.
Peristiwa diatas membuktikan heroisme spiritual dan kebenaran ‘Ali. Karena, dalam pertemuan di mana orang-orang tua dan berpengalaman tenggelam dalam keraguan dan keheranan, ia menyatakan dukungan dan pengabdian dengan keberanian sempurna dan mengungkapkan permusuhannya terhadap musuh Nabi tanpa menempuh jalan politisi yang mengangkat diri sendiri. Kendati waktu itu ia yang termuda diantara yang hadir, pergaulannya yang lama dengan Nabi telah menyiapkan pikirannya untuk menerima kenyataan, sementara para sesepuh bangsa ragu-ragu untuk menerimanya.
Setelah berdakwah kepada kaum kerabatnya, Nabi berdakwah terang-terangan kepada kaum Quraisy. Muhammad, berbekal kesabaran, keyakinan, kegigihan, dan keuletan dalam berdakwah terus-menerus dan tidak menghiraukan orang-orang musrik yang terus menghardik dan mengejeknya. Banyak yang cara yang dilakukan kaum Quraisy untuk menghentikan Muhammad, suatu saat Abu Tholib sedang duduk bersama keponakannya. Juru bicara rombongan yang mendatangi rumah Abu Tholib membuka pembicaraan dengan berkata,” Wahai Abu Tholib! Muhammad mencerai-beraikan barisan kita dan menciptakan perselisihan diantara kita. Ia merendahkan kita dan mencemooh kita dan berhala kita. Jika ia melakukan itu karena kemiskinan dan kepapaannya, kami siap menyerahkan harta berlimpah kepadanya. Jika ia menginginkan kedudukan, kami siap menerimanya sebagai penguasa kami dan kami akan mengikuti perintahnya. Bila ia sakit dan membutuhkan pengobatan, kami akan membawakan tabib ahli untuk merawatnya…”.
Abu Tholib berpaling kepada Nabi seraya berkata,“ Para sesepuh anda datang untuk meminta Anda berhenti mengkritik berhala supaya mereka pun tidak mengganggu Anda.” Nabi menjawab,” Saya tidak menginginkan apa pun dari mereka. Bertentangan dengan empat tawaran itu, mereka harus menerima satu kata dari saya, yang dengan itu mereka dapat memerintah bangsa Arab dan menjadikan bangsa Ajam sebagai pengikut mereka.” Abu Jahal bangkit sambil berkata, “ Kami siap sepuluh kali untuk mendengarnya.” Nabi menjawab,” Kalian harus mengakui keesaan Tuhan.” Kata-kata tak terduga dari Nabi ini laksana air dingin ditumpahkan ke ceret panas. Mereka demikian heran, kecewa, dan putus asa sehingga serentak mereka berkata,” Haruskah kita mengabaikan 360 Tuhan dan menyembah kepada satu Allah saja?”
Orang Quraisy meninggalkan rumah Abu Tholib dengan wajah dan mata terbakar kemarahan. Mereka terus memikirkan cara untuk mencapai tujuan mereka. Dalam ayat berikut, kejadian itu dikatakan,
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata,’Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja ? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.’ Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka [seraya berkata], ‘Pergilah kamu dan tetaplah [menyembah] tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini; ini(mengesakan Allah) tidak lain kecuali dusta yang diada-adakan.”
Banyak sekali contoh penganiayaan dan penyiksaan kaum Quraisy, Tiap hari nabi menghadapi penganiayaan baru. Misalnya, suatu hari Uqbah bin Abi Mu’ith melihat Nabi bertawaf, lalu menyiksanya. Ia menjerat leher Nabi dengan serbannya dan menyeret beliau ke luar masjid. Beberapa orang datang membebaskan Nabi karena takut kepada Bani Hasyim. Dan masih banyak lagi. Nabi menyadari dan prihatin terhadap kondisi kaum Muslim. Kendati beliau mendapat dukungan dan lindungan Bani Hasyim, kebanyakan pengikutnya budak wanita dan – pria serta beberapa orang tak terlindung. Para pemimpin Quraisy menganiaya orang-orang ini terus-menerus , para pemimpin terkemuka berbagai suku menyiksa anggota suku mereka sendiri yang memeluk Islam. Maka ketika para sahabatnya meminta nasihatnya menyangkut hijrah, Nabi menjawab, “Ke Etiopia akan lebih mantap. Penguasanya kuat dan adil, dan tak ada orang yang ditindas di sana. Tanah negeri itu baik dan bersih, dan Anda boleh tinggal di sana sampai Allah menolong Anda.
Pasukan Syirik Quraisy kehabisan akal untuk menghancurkan Muhammad, maka mereka melakukan propaganda anti Muhammad, diantaranya mereka memfitnah Nabi, Bersikeras menjuluki Nabi Gila, larangan mendengarkan Al-Qur’an, menghalangi orang masuk Islam, sehingga Allah mengabadikan perkataan orang-orang keji ini dan menunjukkan sesatnya perkataan mereka, dalam Al-Qur’an Allah berfirman
“Demikianlah, tiada seorang rosul pun yang datang kepada orang-orang yang sebelum mereka selain mengatakan,’ Ia adalah seorang tukang sihir atau orang gila.’ Apakah mereka saling berpesan tentang apa yang dikatakan itu ? Sebenarnya mereka adalah kaum yang melampaui batas.”
Kaum Quraisy pun gagal melakukan berbagai macam cara untuk menghalangi usaha Muhammad, dan menghalangi orang-orang untuk mengikuti agama Tuhan Yang Esa. Mereka pun melakukan Blokade ekonomi yang membuat banyak kaum muslim, terutama kaum wanita dan anak-anak kelaparan. Nabi dan para pengikutnya masuk ke Syi’ib Abu Tholib, yang diikuti pendamping hidupnya, Khodijah, dengan membawa serta Fatimah AS. Orang-orang Quraisy mengepung mereka di Syi’ib itu selama tiga tahun. Dan akhirnya tahun-tahun blokade itu pun berakhir. Dan keluarlah sang bintang bersama keluarga dan sahabatnya dari pengepungan. Allah telah menetapkan kemenangan bagi mereka, dan Khodijah pun berhasil pula keluar dari pengepungan dalam keadaan amat berat dan menderita, Beliau telah hidup dengan kehidupan yang menjadi teladan Istimewa bagi kalangan kaum wanita. Ajal Khodijah sudah dekat. Allah telah memilihnya untuk mendampingi Rosulullah Saww., dan dia telah berhasil menunaikan tugas dengan baik. Khodijah akhirnya meninggal pada tahun itu juga. Yakni, pada saat kaum Muslim keluar dari blokade orang-orang Quraisy, tahun kesepuluh sesudah Kenabian. Pada tahun yang sama, paman Rosul (Abu Tholib) meninggal dunia, yang sekaligus sebagai pelindung dakwa Muhammad. Sungguh Nabi mengalami kesedihan yang amat berat. Beliau kehilangan Khodijah, dan juga pamannya yang menjadi pelindung, dan pembelanya. Itu sebabnya, maka tahun ini dinamakan ‘Am Al-Huzn (Tahun Duka cita). Bukan hanya Rosul yang terpukul hatinya, Fatimah, yang belum kenyang mengenyam kasih sayang seorang ibu dan kelembutan belaiannya, ikut pula menanggungnya. Kedukaan menyelimuti dan menindihnya di tahun penuh kesedihan itu.Fatimah kehilangan ibundanya, berpisah dari orang yang menjadi sumber cintanya dan kasih sayangnya. Acap kali dia bertanya kepada ayahandanya,” Ayah, kemana Ibu?” Kalau sudah begini, tangisnya pecah, air matanya meleleh, dan kesedihan menerpa hatinya. Rosul merasakan betapa berat kesedihan yang ditanggung putrinya. Setelah wafatnya Abu Tholib kaum Kafir Quraisy semakin berani menganggu Muhammad, akhirnya Muhammad berhijrah ke Yastrib, peristiwa hijrahnya Nabi ke Yastrib, merupakan momen awal dari lahirnya negara Islam. Penduduk Yastrib bersedia memikul tanggung jawab bagi keselamatan Nabi. Di bulan Robi’ul Awwal tahun ini, saat hijrahnya Nabi terjadi, tak ada seorang muslim pun yang tertinggal di Mekah kecuali Nabi, ‘Ali dan Abu Bakar, dan segelintir orang yang ditahan Quraisy atau karena sakit,dan lanjut usia.
Kaum Quraisy yang berada di Mekah akhirnya membuat kesepakatan untuk membunuh Muhammad di malam hari, dan masing-masing suku mempunyai wakil, sehingga Bani Hasyim tidak dapat menuntut balas atas kematian Muhammad. Orang-orang ini memang bodoh, mereka mengira Muhammad dapat dihancurkan hanya dengan cara seperti ini, seperti urusan duniawi mereka. Jibril datang memberitahu Nabi tentang rencana kejam kaum kafir itu. Al-Qur’an merujuk pada kejadian itu dengan kata-kata,
“Dan [ingatlah] ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya.
Ali berbaring melewati cobaan yang mengerikan demi keselamatan Islam menggantikan Nabi, sejak sore. Ia bukan orang tua yang lanjut usia, tapi seorang anak muda yang begitu berani mengorbankan nyawanya untuk sang Nabi, ia, yang bersama Khodijah adalah orang yang pertama-tama beriman kepada Nabi, dialah orang yang rela berkorban untuk Nabi, Ali, sekali lagi ‘Ali. Kepadanya Nabi berkata,”Tidurlah di ranjang saya malam ini dan tutupi tubuh Anda dengan selimut hijau yang biasa saya gunakan, karena musuh telah bersekongkol membunuh saya. Saya harus berhijrah ke Yastrib. ‘Ali menempati ranjang Nabi sejak sore. Ketika tiga perempat malam lewat, empat puluh orang mengepung rumah nabi dan mengintipnya melalui celah. Mereka melihat keadaan rumah seperti biasanya, dan menyangka bahwa orang yang sedang tidur di kamar itu adalah Nabi.

IV. Hijrah

Kini tiba fajar. Semangat dan gairah besar tampak di kalangan musyrik itu. Mereka begitu yakin akan segera berhasil. Dengan pedang terhunus mereka memasuki kamar Nabi, yang menimbulkan suara gaduh. Serentak ‘Ali mengangkat kepalanya dari bantal dan menyingkirkan selimutnya lalu berkata dengan sangat tenag,”Apa yang terjadi ?” Mereka menjawab,”Kami mencari Muhammad. Di mana dia?” ’Ali berkata,” Apakah anda menitipkannya kepada saya sehingga saya harus menyerahkannya kembali kepada Anda? Bagaimanapun, sekarang ia tak ada di rumah.” Muhammad telah pergi jauh di luar pengetahuan mereka.
Nabi, tiba di Quba tanggal 12 Rabi’ul Awwal, dan tinggal di rumah Ummu Kultsum ibn al-Hadam. Sejumlah Muhajirin dan Ansor sedang menunggu kedatangan Nabi. Beliau tinggal di situ sampai akhir pekan. Sebagian orang mendesak agar beliau segera berangkat ke Madinah, tetapi beliau menunggu kedatangan ‘Ali. Orang Quraisy mengetahui hijrahnya ‘Ali dan rombongannya – diantaranya ialah Fatimah, puteri Nabi, Fatimah binti ‘Asad dan Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib – karena itu, mereka memburunya dan berhadap-hadapan dengan dia di daerah Zajnan. Perselisihan pun terjadi dan ‘Ali berkata “Barangsiapa menghendaki tubuhnya terpotong-potong dan darahnya tumpah, majulah! Tanda marah nampak di wajahnya. Orang-orang Quraisy yang merasa bahwa masalah telah menjadi serius, mengambil sikap damai dan berbalik pulang.” Ketika ‘Ali tiba di Quba, kakinya berdarah, dikarenakan menempuh perjalanan Makah Madinah dengan berjalan kaki. Nabi dikabari bahwa, ‘Ali telah tiba tapi tak mampu menghadap beliau. Segera nabi ke tempat ‘Ali lalu merangkulnya. Ketika melihat kaki ‘Ali membengkak, air mata Nabi menetes".
Penduduk Yastrib – yang kemudian berganti menjadi nama Madinah - menyambut kedatangan Nabi. Mereka mengucapkan berbagai macam syair untuk menyambut manusia mulia ini. Disinilah manifestasi sebuah negara Islam pertama kali didirikan. Muhammad menyusun kekuatannya di Madinah bersama keluarga dan sahabat setianya yang rela meninggalkan tanah air dan hartanya untuk Tuhannya, islam yang muda ini menyusun kekuatan untuk menghadapi kekuatan kaum Quraisy yang setiap saat siap untuk menghancurkan Islam yang dibangun ini, perang demi perang mulai dari Badar, Uhud, Khandaq, yang disetiap perang tampillah Al-Washi Muhammad yang selalu menjadi pemberi moral kepada pasukan untuk menghancurkan kafir Quraisy dengan Iman yang membara. Pada perang Badar ‘al-washi (‘Ali) dan Hamzah tampil menghadapi pemberani kafir Quraisy, dalam sepucuk suratnya kepada Muawiyah, ‘Ali mengingatkannya dalam kata-kata ‘Pedang saya yang saya gunakan untuk membereskan kakek anda dari pihak ibu (Utbah, ayah dari Hindun Ibu Muawiyah), paman anda dari pihak Ibu (Walid bin Uthbah) dan saudara Anda (Hanzalah) masih ada pada saya. Pada perang Uhud Nabi dan lagi-lagi Hamzah dan ‘Ali tidak pernah Absen, ‘Ali adalah pembawa panji dalam setiap peperangan. Nabi mengungkapkan nilai pukulan ‘Ali pada perang Khandaq (parit) – disebut juga dengan Ahzab – kepada ‘Amar bin ‘Abdiwad itu,” Nilai pengorbanan itu melebihi segala perbuatan baik para pengikutku, karena sebagai akibat kekalahan jagoan kafir terbesar itu kaum Muslim menjadi terhormat dan kaum kafir menjadi aib dan terhina".

V. Benteng Khaibar

Pada perang Khaibar ketika semangat kaum muslim mengendur dan merasa tidak mampu untuk menghancurkan benteng Khaibar, orang-orang menunggu dengan gelisah dan ketakutan, karena sebelumnya Abu Bakar dan Umar tidak ada yang mampu menghancurkan benteng, bahkan ‘Umar memuji keberanian pemimpin benteng, Marhab,yang luar biasa yang membuat Nabi dan para komandan Islam kecewa atas pernyataan ‘Umar ini.
Kebisuan orang-orang sedang menunggu dengan gelisah dipecahkan oleh kata-kata Nabi,” Dimanakah ‘Ali? “ Dikabarkan kepada beliau bahwa ‘Ali menderita sakit mata dan sedang beristirahat di suatu pojok. Nabi bersabda,” Panggil dia.” ‘Ali diangkut dengan unta dan diturunkan di depan kemah Nabi.” Pernyataan ini menunjukkan sakit matanya demikian serius sampai tak mampu berjalan. Nabi menggosokkan tangannya ke mata ‘Ali seraya mendoakannya. Mata ‘Ali langsung sembuh dan tak pernah sakit lagi sepanjang hidupnya. Nabi memerintahkan ‘Ali maju, menurut riwayat pintu benteng Khaibar itu terbuat dari batu, panjangnya 60 inci, dan lebarnya 30 inci. Mengutip kisah pencabutan pintu benteng Khaibar itu dari ‘Ali melalui jalur khusus,” Saya mencabut pintu Khaibar dan menggunakannya sebagai perisai. Seusai pertempuran, saya menggunakannya sebagai jembatan pada parit yang digali kaum Yahudi.” Seseorang bertanya kepadanya,” Apakah Anda merasakan beratnya?” ‘Ali menjawab,” Saya merasakannya sama berat dengan perisai saya.” Masih banyak lagi peristiwa-peristiwa lain selain peperangan untuk melawan kebejatan kaum kafir Quraisy, banyak juga peristiwa yang menggembirakan, misalnya peristiwa pernikahan al-Washi dan Fatimah, putri Nabi, perubahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah di Makah. Selain serangan dari luar Kota Madinah, kaum Yahudi yang berada di dalam kota selalu mencoba melakukan rongrongan terhadap pemerintahan Islam yang masih muda ini, namun Sang Maha Konsep telah menentukan Drama yang berbeda, walaupun mereka mencoba memadamkan nur cahaya-Nya, namun Ia terus menerangi Nur Cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu benci.

VI. Fath Makkah

Tahun kedelapan Hijrah, perjanjian Hudaibiyah dikhianati oleh orang-orang Quraisy mekah, Nabi segera mengeluarkan perintah kesiagaan umum. Beliau siapkan pasukan besar yang belum pernah disaksikan kehebatannya selama ini. Ketika pasukan telah lengkap dan siap bergerak, Nabi pun menyampaikan bahwa sasarannya adalah Mekah. Pasukan bergerak laksana migrasi kawanan burung menuju arah selatan. Nabi memerintahkan kepada pasukannya yang berjumlah 10.000 orang untuk membagi diri, dan menyalakan api unggun di malam hari agar pasukan musuh melihat betapa besar pasukan musuh tersebut.
Di dekat kuburan Abu Tholib dan Khodijah yang terletak di punggung Mekah, kaum muslimin membuat kubah untuk Nabi. Dari kubah inilah Nabi mengamati dengan cermat arus pasukan Islam yang masuk ke kota dari empat penjuru.
Makkah... Membisu di depan Nabi dan pendukungnya. Ya Mekah membisu dan tidak lagi menyerukan teriakan Fir’aun-fir’aun, digantikan hiruk pikuk suara 10.000 prajurit Muslim yang menggema yang seakan-akan sedang menunggu kedatangan sahabatnya
Gua itu menatap kepada orang yang dulu berada dalam perutnya dalam keadaan terusir yang kini telah berdiri tegap dengan gagah dan dikelilingi puluhan ribu pengikut dan pembelanya.
Nabi memasuki Mekah dan bertawaf, menghancurkan berhala-berhala bersama al-Washi, tidak ada darah yang tertumpah. Orang-orang Quraisy yang berada di Makkah menunggu bibir Muhammad berucap tentang mereka, apakah yang akan terjadi pada mereka, namun bibir itu begitu mulia untuk menjatuhkan hukuman, ia memberikan kepada mereka yang telah memeranginya pengampunan dan beliau berkata “... Pergilah, Anda semua adalah orang-orang yang dibebaskan!”
Kini, di Shafa, laki-laki yang telah membuat sejarah itu telah kembali, berdiri di depan kehidupannya yang sarat dengan berbagai peristiwa dan yang ditangannya tergenggam masa depan yang gemilang. Selama dua puluh tahun penggembalaannya tak pernah henti, ia tak pernah merasakan letih, kesabarannya begitu tinggi, tak pernah menyerah. Orang –orang Quraisy berdesak-desakkan di bukit Shafa untuk memberikan Ba’iat.
Setelah penaklukan Mekah masih ada beberapa peperangan besar berlanjut – semasa hidup Nabi - yaitu Hunain, Tabuk. Al-Washi tampil dengan gagah perkasa dalam peperangan ini, sesudah membuat kocar-kacir musuh, al-washi segera menghambur untuk bergabung dengan Nabi, ia memutari Nabi, dan menghambur membabat musuh untuk melindungi Nabi, dan pada kali yang lain menemui prajurit musuh yang lari dan menghadang kejaran musuh. Sesudah itu kembali memutari Nabi. Nabi memanggil sahabat-sahabatnya yang lari cerai-berai “ Ayyuhan Nas, mau kemana kalian ?” Wahai orang-orang yang ikut bai’at al-Ridwan! Wahai, orang-orang yang kepadanya diturunkan surat Al-Baqarah! Wahai orang-orang yang berbaiat di bawah pohon...! orang-orang Madinah yang gagah berani segera sadar akan diri mereka! Dan ingat bahwa hingga saat ini mereka adalah tulang punggung Nabi. Kini Nabi memanggil mereka di tengah 12.000 orang prajurit, dua ribu diantaranya adalah kaum kerabatnya. Mereka segera menghambur ke arah Nabi menyambut panggilannya dengan, “Labbaik, Labbaik... Kami datang, kami datang...!”
Pasukan Islam kembali memenangkan pertempuran, peran individual Muhammad dalam menyampaikan risalah agungnya telah selesai, dan kini – tidak bisa – tidak di harus melihat pasukannya, untuk kesekian kalinya, mengingat dan mengenang kembali pelajaran yang telah diberikannya selama dua puluh tiga tahun, agar di bisa mengevaluasidan menelitinya kembali.

VII. Haji Wada

Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Nabi dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musrik pun yang ikut didalamnya, untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan .. sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Nabi. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqa’idah , Nabi disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak... seluruh padang terisi gema suara mereka yang mengucapkan,”Labbaik, Allahumma labaik... Labbaik, la syarika laka, ! Aku datang memenuhi panggilanmu, Allahumma, ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu...Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Segala puji, kenikmatan, dan kemaharajaan, hanya bagi-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu... Labbaik, aku datang memenuhi panggilan-Mu...” Langit, hingga hari itu, belum pernah menyaksikan pemandangan di muka bumi seperti yang ada pada saat itu. Lebih dari 100.000 orang, laki-laki dan perempuan – dibawah sengatan Matahari yang amat terik dan di padang pasir yang sebelumnya tak pernah dikenal orang – bergerak menuju satu arah. Medan ini merupakan lukisan paling indah dari satu warna yang menghiasi kehidupan manusia. Dan sejarah, adalah kakek tua yang terbelenggu dalam pengabdian terhadap kepentingan-kepentingan. Ia adalah tukang cerita yang membacakan hikayat-hikayat Fir’aun, Kisra dan Kaisar. Sejarah sekali melihat Muhammad dan orang-orang yang bergerak bersamanya dengan heran! Aneh sekali. Pasukan apa ini? Komandan berjalan kaki kelelahan, dan pengikut-pengikutnya pun demikian pula. Nabi memang berjalan kaki bersama umatnya. Sejarah memang mendengar bahwa “penguasa” itu berada di tengah-tengah pasukan itu, tapi ketika dicari-carinya, dia tak bisa menemukannya. Rombongan itu masuk Mekah 4 Dzulhijjah, disitu telah berkumpul Allah, Ibrahim, Ka’bah dan Muhammad. Dia juga ingin memperlihatkan kepada Ibrahim, bahwa karya besarnya, kita sudah diantarkan kepada Maksud.
Matahari tepat di tengah siang hari itu. Seakan-akan ia menumpahkan seluruh cahayannya yang memakar ke atas kepala semua orang. Nabi berdiri di depan lebih dari 100.000 orang. Laki-laki dan perempuan yang mengelilinginya. Nabi memulai pidatonya, Rosulullah berkata,”Tahukah kalian, bulan apa ini ?”
Mereka serentak menjawab,”Bulan Haram!” .....
...”Ayyuhan Nas, camkan baik-baik perkataanku. Sebab, aku tidak tahu, mungkin aku tidak lagi akan bertemu dengan kalian sesudah tahun ini, di tempat ini, untuk selama-lamanya... Ayyuhan Nas, sesungguhnya darah dan hartamu adalah haram bagimu hingga kalian menemui Tuhanmu sebagaimana diharamkannya hari dan bulanmu ini. Sesudah itu, kamu sekalian akan menemui Tuhanmu dan ditanya tentang amal-amalmu. Sungguh, aku telah sampaikan hal ini. Maka, barangsiapa yang masih mempunyai amanat, hendaknya segera disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya.....”
Akar-akar syirik telah dihapuskan dari Mekah, dan Mekah menjadi sebuah kota suci bagi kaum muslim, tempat berkumpulnya muslimin dari seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan pakaian yang sama, menuju Tuhannya, tidak ada perbedaan, baik kaya, miskin, raja, rakyat, semuanya sama dihadapan Tuhan, yang membedakannya adalah takwa.
Muhammad telah melaksanakan tugasnya, dan sekarang beliau berada di pembaringan, Nabi membuka mata seraya berkata kepada putrinya dengan suara pelan “Muhammad tidak lain hanyalah seorang Rosul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rosul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu akan berbalik ke belakang? Barangsiapa berpaling ke belakang, maka tidak akan mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.[Petikan dari laman. fatimah.org]

makalah ilmu pendidikan

MENUJU MASYARAKAT MADANI MELALUI DEMOKRATISASI PENDIDIKAN,
oleh: Husaini Usman

Pelaksanaan demokratisasi pendidikan di kelas harus mampu membawa peserta didik untuk menghargai kemampuan teman dan guru, kemampuan sosial-ekonomi teman dan guru, kebudayaan teman dan guru, dan sejumlah kemajemukan lainnya (Vaizey, 1976: 115). Di samping itu, menurut Battle seperti yang dikutip Shannon (1978: 32) demokratisasi pendidikan dalam PBM juga dapat ditempuh dengan mengajarkan hal-hal yang berhubungan dengan dunia sekarang yang sangat dibutuhkan oleh peserta didik dan masyarakatnya (pragmatisme), tanpa harus melupakan hari kemarin.

Sebagai contoh jika peserta didik kebanyakan berlatar belakang masyarakat petani, maka orang tua atau keluarganya cenderung menuntut hasil nyata dari pendidikan anaknya agar mampu meningkatkan produktivitas hasil pertanian. Jika peserta didik kebanyakan berlatar belakang masyarakat nelayan, maka orang tua atau keluarganya cenderung menuntut hasil nyata dari pendidikan anaknya agar mampu meningkatkan produktivitas hasil perikanannya. Jika peserta didik kebanyakan berlatar belakang masyarakat bisnis, maka orang tua atau keluarganya cenderung menuntut hasil nyata dari pendidikan anaknya agar mampu meningkatkan produktivitas usaha bisnisnya, dan seterusnya.

Contoh-contoh tersebut di atas menggambarkan bahwa dalam melakukan inovasi pendidikan yang berkonteks demokratisasi pendidikan perlu diperhatikan masalah-masalah pragmatik yakni mulai dari pemilihan materi ajar, penentuan tujuan, pemilihan metode, pemilihan evaluasi hasil belajar, output lulusan, sampai kebutuhan yang diharapkan dunia kerja. Hal ini cukup beralasan karena pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik pada gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya. Hal ini juga dinyatakan oleh Barnadib (1997: 1) bahwa pendidikan memang sebagai upaya mengembangkan kemanusiaan dan pengalihan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Itulah sebabnya pengajaran pragmatik yaitu pengajaran yang menekankan pada aspek fungsi akan menjadi salah satu alternatif pencapaian pengajaran yang berwawasan kemanusiaan dan peradaban. Oleh sebab itu, di dalam PBM yang pragmatik akan tercipta suasana kondusif bagi demokratisasi pendidikan.

Asumsi pendidikan pragmatik diturunkan dari pemeo klasik yang dikemukakan Rodrigues dan Badaczewski (1978: 278) yang menyatakan, "Kita boleh membawa kuda masuk ke sungai, namun kita tidak mampu menyuruh kuda itu meminum air." Maknanya adalah pengajar (kita) hanya bisa memberikan dorongan (tut wuri handayani) kepada peserta didik (kuda), namun biarkan peserta didik itu sendiri yang memanfaatkan informasi (air) itu. Biarlah peserta didik itu sendiri yang melakukan SITR (seleksi, interpretasi, tranformasi, dan revisi) terhadap semua informasi yang telah diterimanya. Seleksi berarti memilih informasi yang lengkap, objektif, dan relevan. Interpretasi berarti pemberian makna. Tranformasi berarti mampu mengemasnya kembali dengan bahasanya sendiri dan menawarkan gagasan-gagasan baru ke pihak lain. Revisi berarti terbuka untuk memperbaiki gagasan-gagasannya setelah mendapat masukan yang konstruktif dari pihak lain.

Dalam proses pengajaran pragmatik, pendidik tidak monopoli dalam memberi dan mencari informasi. Intervensi pendidik adalah sebagai fasilitator, dinamisator, mediator, dan motivator. Sebagai fasilitator, pendidik harus memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba menemukan sendiri makna informasi yang diterimanya. Sebagai dinamisator, pendidik harus berusaha menciptakan iklim PMB yang dialogis dan berorientasi pada proses. Sebagai mediator, pendidik harus memberikan rambu-rambu atau arahan agar peserta didik bebas belajar. Sebagai motivator, pendidik harus selalu memberikan dorongan agar peserta didiknya bersemangat dalam menuntut ilmu.

Dalam pendidikan pragmatik yang bersifat profesional diakui bahwa kelemahan pendidikan semata-mata hanya untuk menyiapkan tenaga kerja yang sifatnya praktis. Kalau demikian halnya, pendidikan hanya akan menciptakan bangsa tukang dan bukan bangsa pemikir. Namun, pendidik tidak hanya menerapkan pendidikan pragmatik melainkan juga pendidikan yang bersifat akademik yang bertugas menciptakan pemikir-pemikir bangsa yang sifatnya teoritis. Di samping tidak hanya teoritis, melainkan harus ada tindakan nyata dari hasil pemikirannya. Oleh sebab itu, perlu ada keseimbangan antara keterampilan operasional dengan kemampuan konseptual sehingga tercipta sumber daya manusia Indonesia yang berwawasan global dan sekaligus bertindak lokal.

Freire (1984: 24) menyarankan upaya untuk mencapai demokratisasi pendidikan yang berwawasan adalah dengan menciptakan kebebasan interaksi antara pendidik dengan peserta didiknya dalam PBM di kelas. Oleh sebab itu, PBM harus terbuka dan penuh dialog yang sehat dan bertanggung jawab antara pendidik dengan peserta didik. Interaksi antara peserta didik dan pendidik dalam bentuk egaliter dan kesetaraan (equity). Dengan adanya kesetaraan ini, kebebasan berinisiatif, berbeda aspirasi dan pendapat, dan keadilan dalam pendidikan akan terakomodasi. Bahkan Wahid seperti yang dikutip Freire (1994: xv) telah meyakinkan kita bahwa pendidikan memang merupakan wahana terpenting untuk mencapai kemerdekaan (kebebasan). Dengan kebebasan ini menurut Russel (1998: 63) akan mewujudkan demokratisasi pendidikan.

Komunikasi dalam demokratisasi pendidikan harus terjadi ke segala arah dan bukan hanya bersifat satu arah yaitu dari pendidik ke peserta (top down) melainkan juga ada keseimbangannya yaitu dari peserta didik dengan pendidik dan antarpeserta didik sendiri (network). Dengan model komunikasi top down timbul kecenderungan pendidik akan merasa capek sementara peserta didik tidak mengerti, pasif, bosan, mengantuk, dan lebih parah lagi peserta didik tidak mendapatkan informasi baru. Pendidik merupakan satu-satunya sumber belajar dengan otoritas yang sangat tinggi dan menganggap otak peserta didik bagaikan tong kosong yang siap diisi penuh dengan berbagai informasi darinya. Sebaliknya, dengan model komunikasi network, sumber belajar bukan hanya terletak pada pendidik melainkan juga pada peserta didik. Guru cenderung tidak merasa capek, peserta didik mengerti dengan belajar dari pengalamannya sendiri, aktif, senang, dan kaya dengan informasi baru.

Namun, selama ini terkesan bahwa pendidikan menganut asas subject matter oriented yang membebani peserta didik dengan informasi-informasi kognitif dan motorik yang kadang-kadang kurang relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan psikologis mereka. Pendidikan yang menyangkut ranah kognitif sudah dijalankan dengan perhatian yang besar. Pengelolaan pengajaran yang ada memberi kesan terlalu berorientasi pada ipteks termasuk juga keterampilan motorik terlalu berorientasi pada teknis (Moeldjanto, 1998: 63). Dengan asas ini dapat dihasilkan lulusan yang pandai, cerdas, dan terampil; tetapi kepandaian dan kecerdasan intelektual tersebut kurang diimbangi dengan kecerdasan emosional. Keadaan demikian terjadi karena kurangnya perhatian terhadap ranah afektif. Padahal ranah afektif sama penting peranannya dalam membentuk perilaku peserta didik. Sekarang, dalam mendukung pelaksanaan demokratisasi pendidikan, tibalah saatnya mengubah asas subject matter oriented ke student oriented. Orientasi pendidikan yang bersifat student oriented lebih menekankan pada pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan peserta didik secara utuh baik lahir maupun batin. Dalam hal ini kecerdasan otak memang penting, tetapi kecerdasan emosional juga tidak kalah pentingnya.

Dalam suasana PBM yang demokratis terjadi egalitarian (kesetaraan atau sederajat dalam kebersamaan) antara pendidik dengan peserta didik. Pengajaran tidak harus top down namun diimbangi dengan bottom up sehingga tidak ada lagi pemaksaan kehendak pendidik tetapi akan terjadi tawar-menawar kedua belah pihak dalam menentukan tujuan, materi, media, PBM, dan evaluasi hasil belajarnya.

Hal serupa juga diakui Martadiatmadja (1986: 70-71) yang menyatakan bahwa jika pengajaran kurang pragmatik dan lebih menekankan pada pengajaran menghafal, maka hal ini jelas kurang bermanfaat. Teknik menghafal mendikte peserta didik untuk menggunakan sistem drill dan hanya akan menjejali materi dalam waktu singkat yang mungkin tidak sesuai dengan minat dan bakatnya. Bahkan menurut Suryadi dan Tilaar (1993: 196) akan menyuap peserta didik dengan berbagai informasi yang tinggal ditelan saja. Peserta didik tidak memiliki kesempatan untuk mencari dan mencerna sendiri informasi sesuai dengan bakat dan minatnya. Menurut Taroepratjeka (1996: 3) pendidikan yang berkonteks pragmatik sedapat mungkin harus mampu menghargai bakat, minat, dan tujuan peserta didik. Bila hal ini dilupakan, akibatnya peserta didik akan menjadi pembebek-pembebek dan bukan menjadi manusia yang lebih beradab dan berbudaya melalui proses pendidikan tersebut.

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam pandangan Acarya (1991: 147-148) menyatakan bahwa demokratisasi pendidikan merupakan pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Dengan komunikasi struktural dan kultural antara pendidik dan peserta didik, maka akan terjadi interaksi yang sehat, wajar, dan bertanggung jawab. Peserta didik boleh saja berpendapat, berperasaan, dan bertindak sesuai dengan langkahnya sendiri dan mungkin saja berbeda dengan pendidiknya asalkan ada argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Peserta didik bukan saja memahami demokrasi tetapi juga menjalani latihan seperti berdebat, menghargai pandangan dan harga diri orang lain, serta mematuhi aturan hukum yang diaplikasikan dalam setting diskusi. Peserta didik ditantang menguji validitas pikirannya dengan argumentasi-argumentasi yang rasional dan jika mungkin berdasarkan hasil penelitian yang seksama. Dalam iklim PBM yang demokratis, pendidik tidak harus merasa paling pandai di dalam kelasnya, tidak merasa paling benar di kelasnya, merasa telah menang belajar satu malam dibandingkan dengan peserta didiknya; tetapi akan terjadi saling tukar informasi dan pengalaman dengan peserta didiknya. Kondisi ini dimungkinkan akan terjadi dalam demokratisasi pendidikan.

Kesimpulan

Secara ontologis, masyarakat madani bermakna ganda yaitu suatu tatanan masyarakat yang menekankan pada nilai-nilai: demokrasi, transparansi, toleransi, potensi, aspirasi, motivasi, partisipasi, konsistensi, komparasi, koordinasi, simplifikasi, sinkronisasi, integrasi, emansipasi, dan hak asasi. Namun, yang paling dominan adalah masyarakat yang demokratis. Secara aksiologis, masyarakat madani perlu segera diwujudkan karena bermanfaat untuk meredam berbagai tuntutan reformasi dari dalam negeri maupun tekanan-tekanan politik dan ekonomi dari luar negeri. Di samping itu, melalui masyarakat madani akan muncul inovasi-inovasi pendidikan dan menghindari terjadinya disintegrasi bangsa. Secara epistemologis, untuk mewujudkan masyarakat madani dalam jangka panjang adalah dengan cara melakukan demokratisasi pendidikan. Demokratisasi pendidikan ialah pendidikan hati nurani yang lebih humanistis dan beradab sesuai dengan cita-cita masyarakat madani. Melalui demokratisasi pendidikan akan terjadi proses kesetaraan antara pendidik dan peserta didik di dalam proses belajar mengajarnya. Inovasi pendidikan yang berkonteks demokratisasi pendidikan perlu memperhatikan masalah-masalah pragmatik. Pengajaran yang kurang menekankan pada konteks pragmatik pada gilirannya akan menyebabkan peserta didik akan terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya.

furniture






anda menginginkan furniture yang antik dan menarik? furniture yang murah tapi gak murahan? mewah tapi gak menguras isi kantong?
cepat hubungi kami:
UD. Bringin Furniture Back to Nature
No.Hp.081904683441
dijamin barang berkualitas dan harga bersaing..
anda puas kami senang.

makalah

KATA PENGANTAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya kepada kita khususnya bagi Penulis, sehingga kami dapat menyusun makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang mana telah menunjukkan kita dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar.
Didalam proses penyusunan makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Akhirnya, kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini bukanlah proses akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan perbaikan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dan kami terima dengan tangan terbuka. Dan kami mengharap makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan umumnya bagi pembaca.


Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Definisi Guru Dalam Pendidikan Islam 2
B. Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam 3
C. Tugas Guru dalam Islam 4
D. Syarat Guru dalam Pendidikan Islam 5
E. Sifat Guru dalam Pandangan Islam 6
F. Kewajiban Guru dalam Pendidikan Islam 7
BAB III KESIMPULAN 9
DAFTAR PUSTAKA 10

BAB I
PENDAHULUAN


Dari segi bahasa, pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberi kesan bahwa pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Dalam bahasa Inggris dijumpai beberapa kata yang berdekatan artinya dengan pendidik. Kata tersebut seperti teacher yang diartikan guru atau pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi atau guru yang mengajar di rumah. Selanjutnya dalam bahasa Arab dijumpai akta ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib.
Beberapa istilah tentang pendidik tersebut mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, ketrampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi tersebut menunjukkan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan dimana pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan. Jika pengetahuan dan ketrampilan tersebut diberikan di sekolah disebut teacher, di perguruan tinggi disebut lecturer atau professor, di rumah-rumah secara pribadi disebut tutor, di pusat-pusat latihan disebut instructor atau trainer dan di lembaga-lembaga pendidikan yang mengajarkan agama disebut educator.
Dengan demikian, kata pendidik secara fungsional menunjukkan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dan memberikan pengetahuan, ketrampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya. Orang yang melakukan kegiatan ini bisa siapa saja dan dimana saja. Di rumah orang yang melakukan tugas tersebut adalah kedua orangtua. Karena secara moral dan teologi merekalah yang diserahi tanggung jawab mendidik anaknya. Selanjutnya di sekolah tugas tersebut dilakukan oleh guru, dan di masyarakat dilakukan oleh organisasi-organisasi kependidikan dan sebagainya. Atas dasar ini, maka yang termasuk dalam pendidikan itu bisa kedua orangtua, guru, tokoh masyarakat, dan sebagainya.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Definisi Guru dalam Pendidikan Islam
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja yang bertanggung-jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung-jawab adalah orangtua (ayah dan ibu) anak didik. Tanggung jawab itu disebabkan oleh dua hal yaitu pertama, karena kodrat yaitu karena orangtua ditakdirkan menjadi orangtua anaknya, dan karena itu ia ditakdirkan pula bertanggung-jawab mendidik anaknya. Kedua, karena kepentingan kedua orangtua yaitu orangtua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya.
Kemudian pendidik dalam Islam adalah guru. Kata guru berasal dalam bahasa Indonesia yang berarti orang yang mengajar. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata teacher yang berarti pengajar.
Dalam bahasa Arab istilah yang mengacu kepada pengertian guru lebih banyak lagi seperti al-alim (jamaknya ulama) atau al-mu’allim, yang berarti orang yang mengetahui dan banyak digunakan para ulama/ahli pendidikan untuk menunjuk pada hati guru. Selain itu ada pula sebagian ulama yang menggunakan istilah al-mudarris untuk arti orang yang mengajar atau orang yang memberi pelajaran. Selain itu terdapat pula istilah ustadz untuk menunjuk kepada arti guru yang khusus mengajar bidang pengetahuan agama Islam.
Jadi, guru yang dimaksud disini ialah pendidik yang memberikan pelajaran kepada murid, biasanya guru adalah pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah.
B. Kedudukan Guru dalam Pandangan Islam
Salah satu hal yang menarik pada ajaran Islam ialah penghargaan Islam yang sangat tinggi terhadap guru. Begitu tingginya penghargaan itu sehingga menempatkan kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan nabi dan rasul. Mengapa demikian? Karena guru selalu terkait dengan ilmu (pengetahuan), sedangkan Islam sangat menghargai pengetahuan.
Sebenarnya tingginya kedudukan guru dalam Islam merupakan realisasi ajaran Islam itu sendiri. Islam memuliakan pengetahuan, pengetahuan itu didapat dari belajar dan mengajar, yang belajar adalah calon guru, dan yang mengajar adalah guru. Maka, tidak boleh tidak, Islam pasti memuliakan guu. Tak terbayangkan terjadinya perkembangan pengetahuan tanpa adanya orang yang belajar dan mengajar, tidak terbayangkan adanya belajar dan mengajar tanpa adanya guru. Karena Islam adalah agama, maka pandangan tentang guru, kedudukan guru, tidak terlepas dari nilai-nilai kelangitan.
Ada penyebab khas mengapa orang Islam amat menghargai guru, yaitu pandangan bahwa ilmu (pengetahuan) itu semuanya bersumber pada Tuhan :

......... .........

“Tidak ada pengetahuan yang kami miliki kecuali yang Engkau ajarkan kepada kami”

Ilmu datang dari Tuhan, guru pertama adalah Tuhan. Pandangan yang menembus langit ini tidak boleh tidak telah melahirkan sikap pada orang Islam bahwa ilmu itu tidak terpisah dari Allah, ilmu tidak terpisah dari guru, maka kedudukan guru amat tinggi dalam Islam.


C. Tugas Guru dalam Islam
Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah mendidik. Mendidik adalah tugas yang amat luas. Mendidik itu sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, sebagian dalam bentuk memberikan dorongan, memuji, menghukum, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain.
Dalam Al-Qur'an juga dijelaskan tentang tugas seorang pendidik atau guru. Al-Qur'an telah mengisyaratkan peran para nabi dan pengikutnya dalam pendidikan dan fungsi fundamental mereka dalam pengkajian ilmu-ilmu Ilahi serta aplikasinya. Isyarat tersebut, salah satunya terdapat dalam firman-Nya berikut ini :



Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”

Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung mengisyaratkan bahwa tugas terpenting yang diemban oleh Rasulullah Saw. adalah mengajarkan al-kitab, hikmah dan penyujian diri sebagaimana difirmankan Allah ini :



“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”.

Dalam literatur yang ditulis oleh ahli pendidikan Islam, tugas guru ternyata bercampur dengan syarat dan sifat guru. Ada beberapa pernyataan tentang tugas guru yang dapat disebutkan disini, yang diambil dari uraian penulis muslim tentang syarat dan sifat guru, misalnya sebagai berikut :
1. Guru harus mengetahui karakter murid.
2. Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya.
3. Guru harus mengamalkan ilmunya.

D. Syarat Guru dalam Pendidikan Islam
Syarat terpenting bagi guru dalam Islam ialah sebagai berikut :
1. Umur, harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung-jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa.
2. Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan, bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya dalam mendidik dan tidak bisa bertanggung-jawab.
3. Keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar)
Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orangtua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah.
4. Harus berkepribadian muslim, berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam meningkatkan mutu mengajar. Selain itu juga harus berkepribadian muslim.

E. Sifat Guru dalam Pandangan Islam
Agar seorang pendidik dapat menjalankan fungsi sebagaimana yang telah dibebankan Allah kepada Rasul dan pengikutnya, maka dia harus memiliki sifat-sifat berikut ini :
1) Setiap pendidik harus memiliki sifat rabbani sebagaimana dijelaskan Allah. Jika seorang pendidik telah bersifat rabbani, seluruh kegiatan pendidikannya bertujuan menjadikan anak didiknya sebagai generasi rabbani yang memandang jejak keagungan-Nya.
2) Seorang guru hendaknya menyempurnakan sifat rabbaniyahnya dengan keikhlasan. Artinya, aktifitas sebagai pendidik bukan semata-mata untuk menambah wawasan keilmuannya, lebih jauh dari itu harus ditujukan untuk meraih keridhaan Allah serta mewujudkan kebenaran.
3) Seorang pendidik hendaknya mengajarkan ilmunya dengan sabar.
4) Ketika menyampaikan ilmunya kepada anak didik, seorang pendidik harus memiliki kejujuran dengan menerapkan apa yang dia ajarkan dalam kehidupan pribadinya.
5) Seorang guru harus senantiasa meningkatkan wawasan, pengetahuan dan kajiannya.
6) Seorang pendidik harus cerdik dan terampil dalam menciptakan metode pengajaran yang variatif serta sesuai dengan situasi dan materi pelajaran.
7) Seorang guru harus mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai proporsinya sehingga dia akan mampu mengontrol dan menguasai siswa.
8) Seorang guru dituntut untuk memahami psikologi anak, psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan sehingga ketika dia mengajar, dia akan memahami dan memperlakukan anak didiknya sesuai kadar intelektual dan kesiapan psikologisnya.
9) Seorang guru dituntut untuk peka terhadap fenomena kehidupan sehingga dia mampu memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak dan akibatnya terhadap anak didik, terutama dampak terhadap akidah dan pola pikir mereka.
10) Seorang guru dituntut memiliki sikap adil terhadap seluruh anak didiknya.

F. Kewajiban Guru dalam Pendidikan Islam
Kewajiban yang harus diperhatikan oleh guru menurut pendapat Imam Ghazali yaitu :
1) Harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri.
2) Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud dengan mengajar mencari keridhaan Allah.
3) Mencegah murid dari sesuatu akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran dan jangan dengan cara terus terang, dengan jalan halus dan jangan mencela.
4) Supaya diperhatikan tingkat akal pikiran anak-anak dan berbicara dengan mereka menurut kadar akalnya dan jangan disampaikan sesuatu yang melebihi tingkat tangkapannya.
5) Jangan timbulkan rasa benci pada diri murid mengenai suatu cabang ilmu yang lain.
6) Sang guru harus mengamalkan ilmunya dan jangan berlain kata dengan perbuatannya.


BAB III
KESIMPULAN


Dalam bab ini telah dibicarakan : (1) pengertian guru, (2) kedudukan guru, (3) tugas guru, (4) syarat guru, dan (5) sifat guru menurut pandangan Islam. Secara sederhana guru ialah pendidik yang mengajar di kelas. Islam mendudukkan guru pada martabat yang tinggi, setingkat di bawah martabat nabi dan rasul. Tugas guru ialah mendidik dengan cara mengajar, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Syarat guru ialah dewasa, sehat lahir batin, ahli, dan berkepribadian muslim. Sifat guru ialah semua sifat yang mendukung (melengkapi) syarat tersebut. Diantara sifat-sifat itu, sifat kasih sayang amat diutamakan.


DAFTAR PUSTAKA


Ahmad Tafsir. 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya.
Abuddin Nata. 2001. Perspektif Islam tentang Pola Hubungan Guru-Murid. Jakarta : Raja Grafindo.
Abdurrahman An-Nahlawi. 1996. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Jakarta : Gema Insani.
Mohd. Athiyah Al-Abrasyi. 1993. Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta : Bulan Bintang.

Tuesday 9 February 2010

bersepeda


olahraga adalah sebuah rutinitas yang harus dijalani oleh manusia karena dengan berolahraga manusia akan selalu terjaga kesehatannya karena metabolisme dalam tubuh manusia harus dikeluarkan dengan cara pembakaran kalori melalui keringat,air kencing ddan lain sebagainya..
keringat bisa keluar dengan cara berolahraga.banyak olahraga yang bisa dipilih mulai yang butuh biaya besar sampai yang tanpa biaya sepeserpun alias gratis...
bersepeda adalah salah satu olahraga yang sangat baik karena dengan bersepeda kiata akan bisa membakar kalori tubuh dengan cepat sebab bersepeda semua anggota badan kita akan bergerak sehingga akan cepat mengeluarkan keringat.

Monday 8 February 2010

akad pernikahan



NIKAH
sebuah kata yang sangat singkat padat tetapi bermakna sangat penting dalam kehidupan manusia dan perkembangan hidup.dari pernikahan manusia dapat eksis dan bertahan dalam kehidupan dunia ini.semuanya berawal dari pernikahan.......
pernikahan adalah merupakan suatu upacara yang sangat sakral...lebih-lebih dalam tradisi jawa yang sangat menjunjung seni dan budaya yang selalu di kaitkan dengan adanya kekuatan lain yang melebihi kekuatan manusia itu sendiri....
unik memang karena banyak kejadian yang terjadi yang tidak bisa di pikir dengan akal manusia itu sendiri....diantaranya adalah upacara 7 bulanan yang harus mengikuti beberapa cara yang sangat banyak tantangan yang harus di jauhi oleh sang ibu yang sedang mengandung,begitu juga terhadap sang mempelai yang akan melangsungkan pernikahan..