Saturday 2 October 2010

ulumul qur'qn

KAJIAN ULUMUL QUR’AN
A. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Ungkapan Ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab yaitu dari kata Ulum dan Al-Qur’an. Kata Ulum jamak dari Ilmu dan Al-Qur’an. Menurut Abu Syahbah Ulumul Qur’an adalah sebuah ilmu yang memiliki banyak objek pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, mulai dari proses penurunan, urutan penulisan, kodifikasi, cara pembaca, penafsiran, nasikh mansukh, muhkam mutashabih serta pembahasan lainnya.
B. SEJARAH TURUNNYA ALQUR’AN DAN PENULISAN ALQUR’AN
Hikmah diwahyukan Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah Al-Qur’an diturunkan dalam waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari yaitu mulai dari malam 17 Romadhan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Dzulhijah haji wada’ tahun 63 dari kelahiran nabi atau tahun 10 H. Proses turunnya Al-Quran melalui 3 tahapan yaitu :
1. Al-Qur’an turun secara sekaligus dari Allah ke Lauh Mahfuzh yaitu tempat yang merupakan catatan tentang segala ketentuan dan kepastian Allah. Dalam firman-Nya: “ Bahkan yang didustakan mereka ialah Al-qur’an yang mulia yang tersimpan dalam lauh al-mahfuzh (Q.S AL-buruuj :21-22)
2. Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Mahfuzh ke Bait Al-Izzah ( tempat yang berada di langit dunia )
3. Al-Qur’an diturunkan dari Bait Al-Izzah ke dalam hati Nabi melalui Malaikat Jibril dengan cara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan. Adakala satu ayat kadang satu surat.
Disamping hikmah diatas ada hikmah yang lainnya yaitu
1. Memantapkan hati nabi
2. Menentang dan melemahkan para penentang Al-qur’an
3. Memudahkan untuk dihafal dan difahami
4. mengikuti setiap kejadian yang menyebabkan turunya ayat-ayat al-qur’an dan melakukan penahapan dalam penetapan syari’at
5. membuktikan dengan pasti bahwa al-qur’an turun dari allah yang maha bijaksana
Penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar termotivasi karena kekwatiran sirnanya Al-Qur’an dengan syahidnya beberapa penghafal Al-Qur’an pada perang Yamamah, Abu bakar melakukan pengumpulan Al-Qur’an dengan mengumpulkan Al-Qur’an yang terpencar-pencar pada pelepah kurma, kulit, tulang dan sebagainya.
C. ASBAB AN-NUZUL
Ungkapan Asbab An-Nuzul merupakan bentuk idhofah dari asbab dan nuzul. Secara etimologi artinya sebab-sebab yang melatar belakangi terjadinya sesuatu. Menurut Az-zargani Asbabun-nuzul adalah sesuatu yang terjadi serta hubungan dengan turunya ayat Al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi. Menurut Az-zargani urgensi asbab an-nuzul dalam memahami Al-Qur’an adalah
1. Membantu dan memahami sekaligus mengatasi ketidak pastian dalam menangkap pesan ayat-ayat Al-qur’an.
2. Mengatasi keraguan ayat yang diduga mengandung pengertian umum.
3. Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam ayat al-qur’an bagi ulama yang berpendapat bahwa yang menjadi pegangan adalah sebab yang bersifat kusus.
4. Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan turunnya ayat al-qur’an.
5. Memudahkan untuk menghapal dan memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu ke dalam hati orang yang mendengarnya.
D. MUNASABAH AL QUR’AN
Menurut Manna Al-qathan, Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan di dalam satu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau antar surat dalam Al-Qur’an. As-Suyuti menjelaskan langkah-langkah yang diperhatikan dalam menemukan Munasabah yaitu:
a. Memperhatikan tujuan pembahasan suatu surat yang menjadi objek pencarian
b. Memperhatikan uraian ayat-ayat yang sesuai dengan tujuan yang dibahas dalam surat
c. Menentukan tingkatan uraian-uraian itu apakah ada hubungannya atau tidak
d. Dalam mengambil keputusan,hendaknya memperhatikan ungkapan-ungkspan dengan benar dan tidak berlebihan
Macam-macam Munasabah;
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya: berfungsi sebagai menyempurnakan surat sebelumnya
2. Munasabah antara nama surat dan tujuan turunya
3. Munasabah antar bagian suatu ayat
4. Munasabah antar ayat yang letaknya berdampingan
5. Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kelompok ayat disampingnya
6. Munasabah antara fashilah (pemisah)dan isi ayat
7. Munasabah antara awal surat dengan akhir surat yang sama
8. Munasabah antara penutup suatu surat dengan awal surat berikutnya
E. MAKIYAH DAN MADANIYAH
“Makiyah ialah ayat – ayat yang diturunkan sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di Mekkah. Madaniyah adalah ayat-ayat yang diturunkan sesudah Rasulullah hijrah ke Madinah, kendatipun bukan turun di madinah. Ayat-ayat yang turun setelah peristiwa hijrah di sebut Madaniyyah walaupun turun di Mekkah atau Arafah.”
Ciri-ciri spesifik Makiyah dan Madaniyah
1. Makiyah
a. Di dalamnya terdapat ayat sajadah
b. Ayat-ayatnya dimulai dengan kalla
c. Dimulai dengan ya-ayuha an-nas
d. Ayatnya mengandung tema kisah para nabi dan umat- umat terdahulu
e. Ayatnya berbicara tentang kisah nabi Adam dan Idris kecuali surat al-baqoroh
f. Ayatnya dimulai dengan huruf terpotong- potong seperti alif lam mim dan sebagainya
2. Madaniyah
a. Mengandung ketentuan-ketentuan faroid dan hadd
b. Mengandung sindiran-sindiran terhadap kaum munafikkecuali surat al-ankabut
c. Mengandung uraian tentang perdebatan dengan ahli kitab
F. MUHKAM DAN MUTASYABIH
Ayat-ayat Muhkam adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui dengan gamblang baik melalui ta’wil ataupun tidak
Ayat Mutasyabih adalah ayat yang maksudnya dapat diketahui Allah seperti kedatangan kedatangan hari kiamat, kedatangan dajjal.
Hikmah keberadaan Ayat Mutasabih dalam Al-Qur’an adalah:
1. Memperlihatkan kelemahan akal manusia.
2. Teguran bagi orang-orang yang mengotak atik ayat mutasabih.
3. Memberikan pemahaman abstrak Illahi kepada manusia melalui pengalaman inderawi yang biasa disaksikannya.
G. QIRO’AT AL-QUR’AN
Qiro’at adalah ilmu yng mempelajari cara-cara mengucapkan kata-kata Al-Qur’an dan perbedaan-perbedaannya dengan cara menisbatkan kepada penukilnya.
Macam-macam Qiro’at:
1. Qiro’at Sab’ah ( Qiro’at tujuh ) adalah imam-imam qiro’at ada tujuh orang, yaitu:
a. ‘Abdullah bin Katsir Ad-Dari (w.120 H ) dari Mekkah.
b. Nafi’ bin ‘Abdurrahman bin Abu Na’im (w .169 H ).dari Madinah
c. ‘Abdullah Al-yashibi (w.118 H ) dari Syam
d. Abu Amar (w.154 H ) dari Irak
e. Ya’kub (w.205 H ) dari Irak
f. Hamzah (w.188 )
g. ‘Ashim (w.127 H )
2. Qiro’ah Asyiroh adalah Qiro’ah Sab’ah ditambah dengan 3 imam yaitu: Abu Ja’far, Ya’kub bin Ishaq, Kalaf bin Hisyam
3. Qiro’ah Arba Asyiroh (Qiro’ah empat belas) yaitu qiro’ah sepuluh ditambah dengan 4 imam yaitu Al-Hasan Al-Basri, Muhammad bin Abdul Rohman, Yahya bin Mubarok, Abu Fajr Muhammad bin Ahmad.
Dari segi kualitas Qiro’ah dapat dibagi menjadi :
1. Qiro’ah Mutawwatir yaitu qiro’ah yang disampakan kelompok orang yang sanatnya tidak berbuat dusta
2. Qiro’ah Mashur yaitu Qiro’ah yang memiliki sanad sahih dan mutawatir
3. Qiro’ah Ahad yaitu memiliki sanad sahih tapi menyalahi tulisan mushaf usmani dan kaidah bahasa Arab
4. Qiro’ah Maudhu yaitu palsu
5. Qiroah Syadz Yaitu menyimpang
6. Qiro’ah yang menyerupai hadist mudroj (sisipan)
http://yodisetyawan.wordpress.com/2008/05/02/resume-kajian-ulumul-qur’an/


Pengertian Ulumul Qur’an
Menurut Az-Zarqani :
Pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an dari segi turunnya, urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh mansukhnya, penolakan hal-hal yang menimbulkan keraguan terhadap Al-Qur’an dan sebagainya.
Ruang Lingkup Ulumul Qur’an:
 Ilmu Mawatin an-Nuzul
 Ilmu Bada’i Al-Qur’an
 Ilmu Tawarikh an-Nuzul
 Ilmu Asbab an-Nuzul
 Ilmu Qira’at
 Ilmu Gharib al-Qur’an
 Ilmu Wujuh wa an-Nadhair
 Ilmu I’rab al-Qur’an
 Ilmu Muhkam Mutasyabih
 Ilmu Nasikh Mansukh
 Ilmu I’jaz Al-Qur’an
 Ilmu Munasabah
 Ilmu Aqsam Al-Qur’an
 Ilmu Amsal Al-Qur’an
 Ilmu Jidal Al-Qur’an
 Ilmu Tajwid
 Ilmu Adab Tilawah Al-Qur’an
Fungsi dan Faedah Ulumul Qur’an :
• Sebagai alat atau kunci untuk mengkaji dan menafsirkan al-Qur’an




WAHYU DAN PROSES PEWAHYUAN
Pengertian Wahyu
Secara bahasa : pemberitahuan khusus secara capat dan rahasia
Wahyu :
 Insting manusia, QS. Qasas (28) : 7
                        
7. dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul.

 Insting hewan, QS. An-Nahl (16) : 68
             
68. dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia",

 Isyarat, QS. Maryam (19) : 1
 
 Bisikan syetan, QS. Al-An’am (6) : 121
           •           
121. dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya[501]. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.

[501] Yaitu dengan menyebut nama selain Allah.

 Perintah, QS. Al-Maidah (5) 111
         •    
111. dan (ingatlah), ketika aku ilhamkan kepada pengikut Isa yang setia: "Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku". mereka menjawab: Kami telah beriman dan saksikanlah (wahai Rasul) bahwa Sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)".

Wahyu secara istilah
 Abduh : Pengetahuan yang didapati oleh seorang diri dalam dirinya disertai keyakinan bahwa pengetahuan itu dari Allah, dengan perantara atau tidak, dengan suara atau tanpa suara
Proses Pewahyuan:
 langsung tanpa perantara (mimpi Nabi Ibrahim)
 dibalik hijab (Mi’raj Nabi)
 melalui Jibril (seluruh Al-Qur’an)
Ketiga proses pewahyuan itu berdasarkan QS. Asy-Syura (42) : 51
        •                
51. dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan Dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

[1347] Di belakang tabir artinya ialah seorang dapat mendengar kalam Ilahi akan tetapi Dia tidak dapat melihat-Nya seperti yang terjadi kepada Nabi Musa a.s.
AL-QUR’AN DAN PROSES TURUNNYA
Pengertian Al-Qur’an
∞ Secara bahasa : bacaan atau yang dibacakan
∞ Secara istilah :
 Manna’ al-Qattan : Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Yang bernilai ibadah membacanya.
 Subhi as-Saleh : Kalam Allah yang mengandung mu’jizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. yang ditulis dalam mushaf yang dinukilkan dari Nabi secara mutawatir dan membacanya dinilai suatu ibadah.
Al-Qur’an dan Al-Hadis Al-Quds
v Pengertian Al-Hadis Al-Quds
∞ Hadis Nabi yang disandarkan kepada Allah, teks dari nabi, nabi berperan sebagai perawi.

Perbedaan Al-Qur’an dengan Al-Hadis al-Quds
Al-Qur’an:
o Mengandung mukjizat
o Hanya dinisbatkan kepada Allah
o Seluruhnya mutawatir
o Teks dan maknanya dari Allah
o Dibaca bernilai ibadah
Al-Hadis al-Quds
• Tidak mencapai derajat mukjizat
• Terkandung dinisbatkan kepada Nabi
• Kebanyakan hadis ahad
• Makna dari Allah teks dari Nabi
• Dibaca tidak bernilai ibadah khusus
Ayat Dan Surat Al-Qur’an
Pengertian Ayat
Secara bahasa mengandung banyak makna :
 Alamat : QS. Al-Baqarah (2) : 248
   •          •          •        
248. dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya tanda ia akan menjadi Raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan[156] dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman.

[156] Tabut ialah peti tempat menyimpan Taurat yang membawa ketenangan bagi mereka.

 Mukjizat : QS. Al-Baqarah (2) : 211
                 •    
211. Tanyakanlah kepada Bani Israil: "Berapa banyaknya tanda-tanda (kebenaran)[132] yang nyata, yang telah Kami berikan kepada mereka". dan Barangsiapa yang menukar nikmat Allah[133] setelah datang nikmat itu kepadanya, Maka Sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya.

[132] Yaitu tanda-tanda kebenaran yang dibawa nabi-nabi mereka, yang menunjukkan kepada keesaan Allah, dan kebenaran nabi-nabi itu selalu mereka tolak.
[133] Yang dimaksud dengan nikmat Allah di sini ialah perintah-perintah dan ajaran-ajaran Allah.

 Pelajaran : QS. Hud (11) : 103
•             ••   • 
103. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang takut kepada azab akhirat. hari kiamat itu adalah suatu hari yang semua manusia dikumpulkan untuk (menghadapi) nya, dan hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (oleh segala makhluk).

 Sesuatu yang mentajubkan : QS. Al-Mu’minun (23) : 50
   •        
50. dan telah Kami jadikan (Isa) putera Maryam beserta ibunya suatu bukti yang nyata bagi (kekuasaan kami), dan Kami melindungi mereka di suatu tanah Tinggi yang datar yang banyak terdapat padang-padang rumput dan sumber-sumber air bersih yang mengalir[1005].

[1005] Yaitu: suatu tempat di PaIestina.

 Bukti atau dalil : QS. Ar-Rum (30) : 22
         •     
22. dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Ayat secara istilah :
Ø bagian dari pada al-Qur’an yang tersusun dari beberapa lafadz yang mempunyai permulaan dan penutup yang terhimpun dalam suatu surat.
Kesesuaian pengertian ayat secara bahasa dan istilah :
 bahwa ayat al-Qur’an menjadi alamat/tanda kebenaran bagi orang yang membawanya (Nabi)
 bahwa ayat al-quran merupakan suatu mukjizat
 bahwa didalam ayat alqur’an terdapat pelajaran
 Bahwa ayat alqur’an merupakan suatu yang ajib
 Bahwa ayat alqur’an menjadi bukti kekuasaa Allah dan kebenaran risalahnya
2. Urutan ayat alqur’an
Ø Ijma’ ummat bahwa urutan ayat-ayat al Qur’an berdasarkan taufiqi.
3. Pengertian surat
Surat secara bahasa
 Pemberhentian
 Kemuliaan
 Bangunan yang tinggi dan indah
 Alamat
Surat secara istilah : sekumpulan ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai permulaan dan penutup.
4. Hikmah membagi al-Qur’an ke dalam beberapa surat :
 Memudahkan untuk mempelajari dan menghapal
 Menunjukkan pada tema tertentu
 Menggairahkan untuk membaca surat berikutnya
5. Pembagian surat
 At-tiwal ; surat panjang : albaqarah, ali imran, an-nisa, al-maidah, al-an’am, al-a’raf dan at-taubah.
 Al-miun ; surat-surat yang terdiri dari seratus ayat lebih : Hud 123 ayat, yusuf 111 ayat, yunus 109, dll.
 Al-masani ; surat yang kurang dari 100 ayat : al-ahzab 73 ayat, saba’ 54 ayat, luqman 34 ayat, dll.
 Al-mufassal ; surat-surat pendek pada bagian akhir al-qur’an
 Al-mufassal : tiwal, ausat, qisar
6. Urutan surat
 Berdasarkan tauqifi
 Berdasarkan ijtihad sahabat
 Sebagian berdasarkan tauqifi dan sebagian hasil ijtihad sahabat
7. Nama surat
Nama surat berdasarkan tauqifi
Nama surat memberi petunjuk :
 Kedudukan surat. seperti al-fatihah
 Tema sentral. seperti an-nisa, dll
 Kata dan huruf yang paling dominan. Seperti surat an-nas, kata an-nas diulang 5 kali, surat qaf diulang 57 kali. Dll
SEJARAH PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
Masa Nabi : tumbuh dan berkembang secara musyafahah (tidak ditulis)
Faktor penyebab tidak ditulisnya Ulumul Qur’an
1. Shahabat sangat faham bahasa Arab dan memiliki daya ingat yang kuat.
2. Kalau ada kesulitan bertanya langsung kepada Nabi
3. Mayoritas Shahabat Ummi
4. Masih langka alat tulis-menulis
5. Larangan Nabi menulis selain Al-Qur’an
Abad III
 Ali Ibnu al-Madini (234 H) Ilmu Asbab al-Nuzul
 Abu Ubaid al-Qasim bin Salam (224 H) Ilmu Nasikh Mansukh
 Muhammad bin Khallaf al-Marzuban al-Hawi Fi Ulum Al-Qur’an
Abad VII
 Ibnu Abd. Al-Salam (660 H) Ilmu I’jaz al-Qur’an
 Alamuddin al-Sakhawi (643 H) Ilmu Qira’at
Lahir : Ilmu Badai’ Al-Qur’an
Ilmu Hujaj Al-Qur’an
Ilmu Aqsam Al-Qur’an
Ilmu Amsal Al-Qur’an
Abad XV
 Muhammad Abd. Al-Adhim al-Zarqani Manahil al-Irfan
 Suhbi al-Salih Mabahis fi Ulum Al-Qur’an
 Mana’ al-Qathan Mabahis fi Ulum Al-Qur’an
 Syauqi Abu Khalil Peta Al-Qur’an

Lahirnya istilah Ulumul Qur’an sebagai suatu ilmu yang sistematis
1. DR. Suhbi al-Shaleh: abad III H munculnya kitab al-Hawi fi Ulum Al-Qur’an oleh : Imam Ibnu Marzubam (309 H)
MAKKIYAH MADANIYAH
Teori untuk menentukan Makiyah Madaniyah
1. Teori Mulahadhatu Makanin Nuzul (teori geografis)
 Makkiyah : turun di Makkah dan sekitarnya
 Madaniyah : turun di Madinah dan sekitarnya
2. Teori Mulahadhatu Mukhathabin bi Nuzul (teori subyektif)
 Makkiyah : dialog dengan penduduk Makkah
 Madaniyah : dialog dengan penduduk Madinah
3. Teori Mulahadhatu Zamanin Nuzul (teori historis)
 Makkiyah : turun sebelum hijrah Nabi
 Madaniyah : turun sesudah hijrah Nabi
4. Teori Mulahadhatu Ma Tadhammanat al-Surah (teori content analisis)
Membedakan Makkiyah dan Madaniyah dengan isi ayat/surat
 Makkiyah : tentang akidah dan kisah umat masa lalu
 Madaniyah : berisi tentang hukum, tata masyarakat, ketatanegaraan dsb
Ciri-ciri Makkiyah Madaniyah
Tanda-tanda Makkiyah:
a. Dimulai dengan panggilan يا يها الناس
b. Terdapat Lafadz كلاّ
c. Terdapat ayat sajdah
d. Diawali dengan huruf tahajji
e. Cerita umat masa dulu
f. Cerita tentang kemusyrikan
g. Kebiasaan orang kafir dan musyrik
h. Penjelasan dengan argumentasi alam
i. Ayatnya pendek-pendek.
• Tanda-tanda Madaniyah
a. Panggilan kepada orang yang beriman يا يها الذين امنوا
b. Tentang hukum pidana
c. Tentang hukum Faraid
d. Tentang hukum Jihad
e. Tentang sifat-sifat orang munafiq
f. Tentang hukum ibadah
g. Tentang hukum muamalah
h. Tentang hukum mumakahat
i. Tentang hukum kemasyarakatan dan kenegaraan
j. Seruan kepada orang Yahudi dan Nasrani
k. Ayatnya panjang-panjang
Faedah mengetahui Makkiyah Maddaniyah
1. Mengetahui ayat yang turun lebih dahulu
2. Mengetahui tarikh tasyri’
3. Mengetahui hikmah tasyri’
4. Mengetahui tahapan dakwah
5. Mengetahui perbedaan uslub Al-Qur’an
Pengumpulan al-Qur’an
3. Masa Utsman
 Faktor pendorong : perbedaan bacaan al-Qur’an
 Pelaksana penyusun al-Qur’an : Tim Empat (Lajnah Rubaiyah)
a. Zaid bin Sabit (ketua)
b. Abdullah bin Zubair
c. Said bin Ash Quraisy
d. Abdurrahman bin Haris bin Hisyam
 Sumber penyusunan :
a. Mushaf Abu Bakar
b. Uji Sahih oleh para Sahabat
 Mushaf Utsman diterima sebagai ijma’ ummah dan dijadikan sebagai satu-satunya pedoman bagi seluruh umat Islam
Nasikh Mansukh
 Luas dan banyak cabangnya
 Rumit dan lembut
 Digunakan sebagai senjata yang berbisa oleh musuh Islam
 Membuka rahasia perjalanan penerapan Syari’at Islam
 Rukun utama untuk memahi Islam dan hukum-hukumnya
 Menghapus (Al-Haji : 52)
              •              
52. dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang Rasulpun dan tidak (pula) seorang Nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat- nya. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,

 Menyalin (Al-Jasiyah: 29)
       •     
29. (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan".

 Mengubah dan membatalkan sesuatu dengan menempatkan sesuatu yang lain sebagai penggantinya (Al-Baqarah: 106)
               •      
106. ayat mana saja[81] yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu?

[81] Para mufassirin berlainan Pendapat tentang arti ayat, ada yang mengartikan ayat Al Quran, dan ada yang mengartikan mukjizat.

KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
Tujuan Kemukjizatan Al-Qur’an
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu; Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (An-Naml : 88)
“Jika kalian menghendaki ilmu, maka bukalah al-Qur’an karena sesungguhnya di dalam al-Qur’an terdapat ilmu orang-orang dulu dan sekarang” . (Ibnu Mas’ud)
http://madrifa-jogja.blogspot.com/2010/03/ulumul-quran.html
SEJARAH TURUNNYA DAN PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN
BAB I
PENDAHULUAN
Di masa Rasulullah saw dan para sahabat, ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahapi apa yang diturunkan kepada Rasulullah saw. Bila mereka menemukan kesulitan dalam memahami ayat-ayat tertentu, mereka dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah saw.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Turunnya dan Perkembangan Ulumul Qur’an
Dimasa Rasulullah saw dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis. Para sahabat adalah orang-orang Arab Asli yang dapat merasakan struktur bahasa Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul saw.
Adapun mengenai kemampuan Rasul memahami al-Qur’an tentunya tidak diragukan lagi karena Dialah yang menerimanya dari Allah swt, dan Allah mengajarinya segala sesuatu.
Ada tiga faktor yang menyebabkan Ulumul Qur’an tidak dibukukan pada masa Rasul dan sahabat, yaitu:
1. Kondisinya tidak membutuhkan karena kemampuan mereka yang besar dan tidak memahami Al-Qur’an dan Rasul dapat menjelaskan maksudnya.
2. Para sahabat sedikit sekali yang pandai menulis.
3. Adanya larangan Rasul untuk menuliskan selain Al-Qur’an
Semuanya ini merupakan faktor yang menyebabkan tidak tertulisnya ilmu ini baik di masa Nabi maupun di zaman sahabat.[1]
Di zaman Khalifah Utsman, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab. Keadaan demikian menimbulkan kekhawatiran sahabat akan tercemarnya keistimewaan bahasa Arab dari bangsa Arab. Bahkan kekhawatirannya akan terjadinya perpecahan di kalangan kaum muslimin tentang bacaan al-Qur’an selama mereka tidak memiliki sebuah al-Qur’an yang menjadi standar bagi bacaan mereka. Untuk menjaga agar tidak terjadinya kekhawatiran itu, disalinlah dari tulisan-tulisan aslinya sebuah al-Qur’an yang disebut Mushhaf Imam. Dengan terlaksananya penyalinan ini maka berarti Utsman telah meletakkan dasar Ulumul Qur’an yang disebut Rasm al-Qur’an atau Ilm al-Rasm al-Utsman.[2]
Di masa Ali terjadi perkembangan baru dalam ilmu al-Qur’an. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan al-Qur’an, Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Duali (q. 69 H.) untuk menyusun kaidah-akidah bahasa Arab. Hal ini dilakukan untuk memelihara bahasa Arab dari pencemaran dan menjaga al-Qur’an dari keteledoran pembacanya. Tindakan Khalifah Ali ini dianggap perintis bagi lahirnya ilmu nahwu dan I’rab al-Qur’an.[3]
Setelah berakhirnya zaman Khalifah yang Empat, timbul zaman Bani Umayyah. Kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan dan catatan. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya.
B. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Qur’an pada Abad III H dan Abad IV H
Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, para Ulama mulai menyusun pula beberapa Ilmu Al-Qur’an, ialah:
1. Ali bin Al-Madani (wafat tahun 234 H) menyusun Ilmu Asbabun Nuzul.
2. Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam 224 H menyusun Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat.
3. Muhammad bin Ayyub AL-Dhirris (wafat tahun 294 H) menyusun Ilmu Makki wal Madani
4. Muhammad bin Khalaf Al-Marzuban (wafat tahun 309 H) menyusun kitab Al-Hawi fi Ulumil Quran (27 juz).
Pada abad IV H mulia disusun Ilmu Garibul Qur’an dan beberapa kitab Ulumul Qur’an dengan memakai istilah Ulumul Qur’an. Di antara Ulama yang menyusun Ilmu Garibul Qur’an dan kitab-kitab Ulumul Qur’an pada abad IV ini, ialah:
1. Abu Bakar Al-Sijistani (wafat tahun 330 H) menyusun Ilmu Garibul Quran.
2. Abu Bakar Muhammad bin Al-Qasim Al-Anbari (wafat tahun 328 H) menyusun kitab Ajaibu Ulumil Quran. Di dalam kitab ini, ia menjelaskan atas tujuh huruf, tentang penulisan Mushaf, jumlah bilangan surat-surat, ayat-ayat dan kata-kata dalam Al-Qur’an
3. Abul hasan Al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Quran
4. Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H) menyusun kitab: نكت القران الدالة علي البيان في انواع العلوم و الاحكام المنبئة عن اختلاف الانام
5. Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna’ Fi Ulumil Quran (20 Jilid).
C. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Qur’an pada Abad V dan VI H
Pada abad V H mulai disusun Ilmu I’rabil Quran dalam satu kitab. Di samping itu, penulisan kitab-kitab dalam Ulumul Quran masih terus dilakukan oleh Ulama pada masa ini.
Adapun Ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran pada abad V ini, antara lain ialah:
1. Ali bin Ibrahim bin Sa’id Al-Khufi (wafat tahun 430 H) selain mempelopori penyusunan Ilmu I’rabil Quran, ia juga menyusun kitab Al-Burhan Fi Ulumil Quran. Kitab ini selain menafsirkan Al-Quran seluruhnya, juga menerangkan Ilmu-ilmu Al-Quran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Al-Quran yang ditafsirkan. Karena itu, ilmu-ilmu Al-Quran tidak tersusun secara sistematis dlam kitab ini, sebab ilmu-ilmu Al-Quran diuraikan secara perpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini merupakan karya ilmiah yang besar dari seorang Ulama yang telah merintis penulisan kitab tentang Ulumul Quran yang agak lengkap.
2. Abu ‘Amar Al-Dani (wafat tahun 444 H) menyusun kitab Al-Taisir Fil Qiroatis Sab’I dan kitab Al-Muhkam Fi al-Nuqoti.
Pada abad VI H, di samping terdapat Ulama yang meneruskan pengembangan Ulumul Quran, juga terdapat Ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Quran. Mereka itu antara lain, ialah:
1) Abul Qasim bin Abdurrahman Al-Suhaili (wafat tahun 581 H) menyusun kitab tentang Mubhamatul Quran, menjelaskan maksud kata-kata dalam Al-Quran yang tidak jelas apa atau siapa yang dimaksudkan. Misalnya kata rajulun (seorang lelaki) atau malikun (seorang raja)
2) Ibnul Jauzi (wafat tahun 597 H) kitab Fununul Afnan Fi Ajaibil Quran فنون الافنان في عجائب القران Dan kitab Al-Mujtaba Fi Ulumin Tata’allaqu Bil Quran المجتبي في علوم تتعلق بالقران.
3) Abul Hasan Al-Asy’ari (wafat tahun 324 H) menyusun kitab Al-Mukhtazan fi Ulumil Quran.
4) Abu Muhammad Al-Qassab Muhammad bin Ali Al-Karakhi (wafat tahun 360 H) menyusun kitab: نكت القران الدالة علي البيان في انواع العلوم والاحكام المنبئة عن اختلاف الانام
5) Muhammad bin Ali Al-Adwafi (wafat tahun 388 H) menyusun kitab Al-Istgna’ Fi Ulumil Quran (20 Jilid).
D. Keadaan Ilmu-ilmu Al-Quran pada Abad VII dan VIII H
Pada abad VII H, ilmu-ilmu AL-Quran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul Quran dan terus tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantara Ulama abad VII yang besar perhatiannya terdapat Ilmu-ilmu Al-Quran, ialah:
1) Ibnu Abdis Salam yang terkenal dengan nama Al-Izz (wafat tahun 660 H) adalah pelopor penulisan: Ilmu Majazul Quran dalam satu kitab.
2) Alamuddin Al-Sakhawi (wafat tahun 643 H) menyusun Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Qurra ‘Wa Kamalul Iqra’,
3) Abu Syamah (wafat tahun 655 H) menyusun kitab Al-Mur-syidul Wajiz Fi Ma Yata’allaqu bil Quran. المرشد الوجير فيما يتعلق بالقران
Pada abad VIII H, muncullah beberapa Ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang Al-Quran, sedang penulisan kitab-kitab tentang Ulumul Quran masih tetap berjalan terus. Di antara mereka ialah:
1) Ibnu Abil Isba’ menyusun Ilmu Badai’ul Quran, sesuatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa dan kandungan Al-Quran) dalam Al-Quran.
2) Ibnul Qayyim (wafat tahun 752 H) menyusun Ilmu Aqsamil Quran, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam Al-Quran.
3) Najmuddin Al-Thufi (716 H) menyusun Ilmu Hujajil Quran atau Ilmu Jadalil Quran, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti/dalil-dalil (argumentasi-argumentasi) yang dipakai oleh Al-Quran untuk menetapkan sesuatu.
4) Abul Hasan Al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsil Quran, suatu ilmu yang membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yang terdpat di dalam Al-Quran.
5) Badruddin Al-Zarkasyi (wafat tahun 794 H) menyusun ktiab Al-Burhan Fi Ulumil Quran. Kitab ini telah diterbitkan oleh Muhammad Abul Fadl Ibrahim (4 juz).
Di masa Rasulullah saw dan para sahabat, Ulumul Quran belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis,
Di zaman khalifah Utsman, wilayah Islam bertambah luas sehingga terjadi pembauran antara penakluk Arab dan bangsa-bangsa yang tidak mengetahui bahasa Arab.
Dimasa Ali terjadi perkembangan baru dalam Ilmu Al-Quran. Karena melihat banyaknya umat Islam yang berasal dari bangsa non-Arab, kemerosotan dalam bahasa Arab, dan kesalahan pembacaan Al-Quran. Ali menyuruh Abu al-Aswad al-Dauli (wapat tahun 69 H). untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab.
Ulumul Quran memasuki masa pembukuannya pada abad ke-2 H. Para ulama memberikan prioritas perhatian mereka kepada Ilmu Tafsir karena fungsinya sebagai Umm al-Uum (induk ilmu-ilmu al-Quran) para penulis pertama tafsir dalam tafsir adalah Syu’bah Ibnu al-Hajjaj (w.160 H), Sofyan Ibnu ‘Uyaynah dan Wali ‘Ibnu al-Jarrah
Pada abad ke-3 lahir ilmu asbab al-nuzul, ilmu nasikh dan mansukh, ilmu tentang ayat Makkiah dan Madaniah, qiraat, I’rab dan istinbath.
Pada abad ke-4 lahir ilmu gharib al-Qur’an abad ke-5 lahir ilmu Amtsal Quran, abad ke-6 disamping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ilmu-ilmu al-Quran yang telah ada lahir pula ilmu mabhat al-Quran ilmu ini menerangkan lafal-lafal al-Quran yang maksudnya apa dan siapa tidak jelas
Pada abad eke-8 muncul ulama yang menyusun ilmu-ilmu tentang al-Quran, Ibnu Abi al-Ishba’ tentang badai al-Quran, yang membahas macam-macam, keindahan bahasa dalam al-Quran yang membahas tentang sumpah-sumpah al-Quran.
Pada abad ke-9, Jalaluddin al-Suyuthi menyusun dua kitab, al-Tahbir fi ‘Ulum al-Tafsir dan al-Itqan fil ‘Ulum al-Quran. Kedua kitab ini puncak karang-mengarang dalam ulum al-Quran setelah abad ini hampir tidak adalagi yang mampu melampui batas karyanya. Ini terjadi sebagai akibat meluasnya sifat taklid.
Sejak penghujung abad ke-13 H. sampai saat ini perhatian para ulama terhadap penyusunan kitab-kitab Ulumul Quran bangkit kembali. Kebangkitan ini bersamaan dengan masa kebangkitan modern dalam ilmu-ilmu agama lainnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Sejarah Pertumbuhan Ulumu Qur'an
a. Ulumul Qur'an pada masa Nabi dan Sahabat
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya sangat mengetahui makna-makna Al-Qur'an dan ilmu-ilmunya, sebagaimana pengetahuan para ulama sesudahnya. Hal itu disebabkan karena Rasulullah yang menerima wahyu dari sisi Allah SWT, juga mendapatkan rahmat-Nya yang berupa jaminan dari Allah bahwa kalian pasti bisa mengumpulkan wahyu itu ke dalam dada beliau.
Setiap Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Qur'an, beliau menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Qur'an kepada mereka dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan akhlak-akhlak dan sifat beliau. Para sahabat dahulu tidak / belum membutuhkan pembukuan Ulumul Qur'an itu adalah karena hal-hal sebagai berikut:
a) Mereka terdiri dari orang-orang Arab murni yang mempunyai beberapa keistimewaan, antara lain:
Ø Mempunyai daya hafalan yang kuat
Ø Mempunyai otak cerdas
Ø Mempunyai daya tangkap yang sangat tajam
Ø Mempunyai kemampuan bahasa yang luas terhadap segala macam bentuk ungkapan, baik prosa, puisi, maupun sajak.
b) Kebanyakan mereka terdiri dari orang-orang yang Ummi, tetapi cerdas.
c) Ketika mereka mengalami kesulitan, langsung bertanya kepada Rasulullah SAW.
d) Waktu dulu belum ada alat-alat tulis yang memadai.
b. Perintis Dasar Ulumul Qur'an dan pembukuannya
a) Perintis Dasar Ulumul Qur'an
Setelah periode pertama berlalu, datanglah masa pemerintahan kahlifah Utsman bin Affan. Negara-negara Islam pun telah berkembang luas. Orang-orang Arab murni telah bercampur baur dengan orang-orang asing yang tidak kenal bahasa Arab. Percampuran bangsa dan akulturasi kebudayaan ini menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran. Karena itu, Kholifah Utsman bin Affan memerintahkan
Kaum muslimin agar seluruh ayat-ayat Al-Qur'an yang telah dikumpulkan pada masa Kholifah Abu Bakar itu dikumpulkan lagi dalam satu mushhaf, kemudian di kenal dengan nama Mushhaf Utsman. Dengan usahanya itu, berarti Kholifah Utsman bin Affan telah meletakkan dasar pertama, yang kita namakan Ilmu Rasmil Qur'an atau Rasmil Utsmani.
b) Pembukuan Tafsir Al-Qur'an
Setelah dirintis dasar-dasar Ulumul Qur'an, kemudian datanglah masa pembukuan / penulisan cabang-cabang Ulumul Qur'an. Cita-cita yang pertama kali mereka laksanakan ialah pembukuan Tafsir Al-Qur'an. Sebab, tafsir Al-Qur'an dianggap sebagai induk dari ilmu-ilmu Al-Qur'an yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
TM. Hasbie Ash-Shiddieqy, Sejarah dan pengantar Ibnu Al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakarta, 1994
[1]Al-Shahih, Shubhi, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, Dar altlm li al-Malayin, Beirut, 1977, hal. 120.
[2]Al-Zarqani, Op.Cit, hal. 30.
[3]Ibid.
http://makalah85.blogspot.com/2008/11/sejarah-turunnya-dan-perkembangan.html

ULUMUL QUR’AN DAN PERKEMBANGANNYA




I. PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN

Kata ‘Uluum jamak dari kata ‘ilmu. ‘Ilmu berarti al-fahmu walidraak (“paham dan menguasai”). Kemudian arti kata ini berubah menjadi masalah-masalah yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.
Jadi; yang dimaksud dengan ‘ULUUMUL QUR’AN ialah yang membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan Qur’an dari segi asbaabun nuzuul, an-Nasikh wal mansukh, al-muhkam wal mutasyaabih, al-Makki wal Madani, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan Qur’an. Terkadang ilmu ini dinamakan juga USUULUT TAFSIIR (“dasar-dasar tafsir”), karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh seorang mufasir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur’an.

Terdapat berbagai defenisi tentang yang dimaksud dengan Ulumul Qur’an ( ilmu ilmu al-qur’an ). contohnya yaitu :
Imam Al-Zarqani dalam kitabnya manahil al-irfan fi ulum al-qur’an merumuskan Ulumul Qur’an sebagai berikut : “ Pembahasan-pembahasan masalah yang berhubungan dengan al-qur’an, dari segi turunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mukjizatnya, nasikh mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keragu-raguan terhadap al-qur’an dan sebagainya”.
Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
II. PERKEMBANGAN ULUMUL QUR’AN

Ulumul Qur’an itu sendiri bermula dari Rasulullah SAW, tetapi saat itu Rasulullah S.A.W tidak mengizinkan mereka menuliskan sesuatu dari dia selain Qur’an, karena ia khawatir Qur’an akan tercampur dengan yang lain. “ Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-khudri, bahwa rasulullah S.A.W berkata :
“Janganlah kamu tulis dari aku; barang siapa yang menuliskan
dari aku selain Qur’an, hendaklah dihapus. Dan ceritakan apa
yang dariku; dan itu tiada halangan baginya. Dan barang siapa
yang sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya
di api neraka.”
Sekalipun sesudah itu, Rasulullah S.A.W baru mengizinkan kepada sebagian sahabat untuk menulis hadist, tetapi hal yang berhubungan dengan Qur’an, para sahabat menulis tetap didasarkan pada riwayat yang melalui petunjuk di zaman Rasulullah S.A.W., dimasa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar r.a.
Kemudian datang masa kekhalifahan Usman r.a dan keadaan menghendaki untuk menyatukan kaum muslimin pada satu mushaf. Dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf imam. Salinan salinan mushaf itu juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf tersebut dinamakan Rasmul ‘Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman.r.a. Dan ini dianggap sebagai permulaan dari ‘Ilmu Rasmil Qur’an.
Kemudian datang masa kekhalifahan Ali r.a. Dan atas perintahnya, Abul Aswad ad-Du’ali meletakkan kaidah kaidah Nahwu, cara pengucapan yang tepat, baku, dan memberikan ketentuan harakat pada Qur’an. Ini juga dianggap sebagai permulaan ‘Ilmu I’rabil Qur’an.
Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan makna-makna Qur’an dan penafsiran ayat-ayatnya yang berbeda-beda dalam memahami dan karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah SAW. Hal yang demikian diteruskan oleh murid-murid mereka, yaitu para tabi’in.
Diantara para mufasir yang termasyhur dari para sahabat adalah empat orang khalifah, kemudian Ibn Mas’ud, Ibn ‘Abbas, Ubai bin Ka’b, Zaid bin Sabit, Abu Musa al- Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, dan Ubai bin Ka’b. Dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak berarti sudah merupakan tafsir Qur’an yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada makna beberapa ayat dengan penafsiran tentang apa yang masih samara dan penjelasan apa yang masih global. Mengenai para tabi’in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang mengambil ilmu ini dari para sahabat disamping mereka sendiri bersungguh-sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat.
Diantara murid-murid Ibn Abbas di Mekkah yang terkenal ialah Sa’id bin jubair, Mujahid, ‘Ikrimah bekas sahaya (maula) Ibn Abbas, Tawus bin Kisan al-Yamani dan ‘Ataa’ bin Abi Rabaah.
Dan terkenal pula diantara murid-murid Ubai bin Ka’b di medinah, Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’b al-Qurazi.
Dari murid-murid Abdullah bin Mas’ud di Irak yang terkenal ‘Alqamah bin Qais, Masruq, al-Aswad bin Yazid, ‘Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi.
Ibnu Taimiyah berkata : “Adapun mengenai Ilmu tafsir, orang yang paling tahu adalah penduduk Mekkah, karena mereka sahabat Ibn Abbas, seperti Mujahid, ‘Ataa’ bin Abi Rabaah, ‘Ikrimah maula Ibn Abbas dan sahabat sahabat Ibn Abbas lainnya. Begitu juga penduduk Kufah dari sahabat Ibn Mas’ud; dan mereka itu mempunyai kelebihan dari ahli tafsir yang lain. Ulama penduduk Medinah dalam ilmu tafsir diantaranya adalah Zubair bin Aslam, Malik dan anaknya Abdurrahman serta Abdullah bin Wahb.
Dan yang diriwayatkan dari mereka itu semua meliputi ilmu Tafsir, ilmu Gariibil Qur’an, ilmu Asbaabun Nuzuul, ilmu Makki Wal Madani, dan ilmu Nasikh dan Mansukh. Tetapi semua itu tetap didasarkan pada riwayat dengan cara didiktekan.
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwiin)yang dimulai dengan pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam; dan itu juga menyangkut hal berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama membukukan tafsir Qur’an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, dari para sahabat atau dari para tabi’in.
Diantara mereka itu, yang terkenal adalah Yazid bin Harun as-Sulami (wafat 117H), Syu’bah bin Hajjaj (wafat 160H), Waki’ bin Jarraah (wafat 197H), Sufyan bin ‘Uyainah (wafat 198), dan ‘Abdurrazzaq bin hammam (wafat 112H).
Mereka semua adalah para ahli hadist. Sedang tafsir yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.
Kemudian langkah mereka diikuti oleh segolongan ulama. Mereka menyusun tafsir Qur’an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang paling terkenal diantara mereka ada Ibn Jarir at-Tabari (wafat 310H).
Demikianlah tafsir pada mulanya dinukilkan (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadist; selanjutnya ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at-tafsir bil ma’sur (berdasarkan riwayat), lalu diikuti oleh at-tafsir bir ra’yi (berdasarkan penalaran).
Disamping ilmu tafsir, lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Qur’an, dan hal ini sangat diperlukan oleh seorang mufasir.
Pada abad ketiga hijri, ada :
- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
- Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menulis tentang Nasikh-Mansukh dan Qira’aat.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.

Pada abad keempat hijri, ada :
- Muhammad bin khalaf bin Marzaban (wafat 309H), menyusun al-Haawii faa ‘Uluumil Qur’an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.

Kemudian kegiatan karang mengarang dalam hal ilmu ilmu Qur’an tetap berlangsung sesudah itu, seperti :
- Abu Bakar al-Baqalani (wafat 403H), menyusun I’jazul Qur’an.
- Ali bin Ibrahim bin Sa’id al-Hufi (wafat 430H), menulis mengenai I’raabul Qur’an.
- Al-Mawardi (wafat 450H), menyusun tentang tamsil-tamsil dalam Qur’an (Amsaalul Qur’an).
- Al-‘Izz bin ‘Abdus Salam (wafat 660H), menyusun tentang majaz dalam Qur’an.
- ‘Alamuddin as-Sakhawi (wafat 634H), menulis mengenai ilmu Qira’at (cara membaca Qur’an) dan Aqsaaul Qur’an.
Setiap penulis dalam karangannya itu menulis bidang dan pembahasan tertentu yang berhubungan dengan ilmu-ilmu Qur’an.
Sedang pengumpulan hasil pembahasan dan bidang-bidang tersebut mengenai ilmu-ilmu Qur’an, semuanya atau sebagian besarnya dalam satu karangan, maka Syaikh Muhammad ‘Abdul ‘Aziim az-Zarqaani menyebutkan didalam kitabnya Manaahilul ‘Irfan fi ‘Uluumil Qur’an bahwa ia telah menemukan didalam perpustakaan Mesir sebuah kitab yang ditulis oleh Ali bin Ibrahim bin Sa’id yang terkenal dengan al-Hufi, judulnya al-Burhaan fi ‘uluumil Qur’an yang terdiri atas tiga puluh jilid.
Pengarang membicarakan ayat-ayat Qur’an menurut tertib mushaf. Dia membicarakan ilmu-ilmu Qur’an yang dikandung ayat itu secara tersendiri, masing-masing diberi judul sendiri pula, dan judul yang umum disebut dengan al-Qaul fii Qaulihi ‘Azza wa jalla (pendapat mengenai firman Allah ‘Azza wa jalla). Kemudian dibawah judul ini dicantumkan :
- al-Qaul fil I’rab (pendapat mengenai morfologi)
- al-Qaul fil ma’naa wat Tafsir (pendapat mengenai makna dan tafsirnya)
- al-Qaul fil waqfi wat tamaam ( pendapat mengenai tanda berhenti dan tidak)
Sedangkan Qira’at diletakkan dalam judul tersendiri pula, yang disebut al-Qaul fil Qira’at (pendapat mengenai qira’at). Dan kadang ia berbicara tentang hukum-hukum dalam Qur’an.
Dengan metode seperti ini, al-Hufi (wafat 330H) dianggap sebagai orang pertama yang membukukan ‘Ulumul Qur’an/ ilmu-ilmu Qur’an. Meskipun pembukuannya memakai cara tertentu seperti yang disebut diatas.
Kemudian karang mengarang tentang ilmu-ilmu Qur’an terus berlanjut, seperti ada :
- Ibnul jauzi (wafat 597H), dengan menulis sebuah kitab berjudul Funuunul Afnaan fi ‘Aja’ibi ‘Uluumil Qur’an.
- Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794H), menulis sebuah kitab lengkap dengan judul al-Burhaan fi ‘Uluumil Qur’an.
- Jalaluddin al-Balqini (wafat 824H), memberikan tambahan atas kitab al-Burhan didalam kitabnya Mawaqi’ul ‘Uluum min Mawaaqi’in Nujuum.
- Jalaluddin as-Suyuti (wafat 911H), menyusun kitab yang terkenal al-Itqaan fi Uluumil Qur’an.
Kepustakaan ilmu-ilmu Qur’an pada masa kebangkitan modern tidaklah lebih kecil daripada nasib ilmu-ilmu yang lain. Orang-orang yang menghubungkan diri dengan gerakan pemikiran islam telah mengambil langkah yang positif dalam membahas kandungan Qur’an dengan metode baru pula, seperti :
- Kitab I’jaazul Qur’an, yang ditulis oleh Mustafa Sadiq ar-Rafi’i.
- Kitab at-Taswiirul Fanni fil Qur’an dan Masyaahidul Qiyaamah fil Qur’an, oleh Sayid Qutb.
- Kitab Tarjamatul Qur’an, oleh Muhammad Mustafa al-Maragi.
- Kitab Mas’alatu Tarjamatil Qur’an, oleh Mustafa Sabri.
- Kitab an-Naba’ul ‘Aziim, oleh Dr. Muhammad ‘Abdullah Daraz.
- Kitab Mukaddimah tafsir Mahaasinut Ta’wil, oleh Jamaluddin al-Qasimi.
- Kitab at-Tibyaan fi ‘uluumil Qur’an, oleh Syaikh Tahir al-Jaza’iri.
- Kitab Manhajul Furqaan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Muhammad ‘Ali Salamah.
- Kitab Manaahilul ‘irfan fi ‘Uluumil Qur’an, oleh Muhammad ‘Abdul ‘Azim az-Zarqani.
- Kitab Muzakkiraat ‘Uluumil Qur’an, oleh Syaikh Ahmad ‘Ali.
Dan akhirnya muncul Kitab Mabaahisu fi ‘Uluumil Qur’an oleh Dr. Subhi as-Salih. Juga diikuti oleh Ustadz Ahmad Muhammad Jaml yang menulis beberapa studi sekitar masalah “Maa’idah” dalam Qur’an.
Pembahasan-pembahasan tersebut diatas dikenal dengan sebutan ‘ULUUMUL QUR’AN, dan kata ini telah menjadi istilah atau nama khusus bagi ilmu-ilmu tersebut.

III. RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN

Dari uraian diatas tersebut tergambar bahwa Ulumul Qur’an adalah ilmu ilmu yang berhubungan dengan berbagai aspek yang terkait dengan keperluan membahas al-qur’an. Subhi al-shalih lebih lanjut menjelaskan bahwa para perintis ilmu al-qur’an adalah sebagai berikut :
Dari kalangan sahabat nabi
Dari kalangan tabi’in di madinah
Dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi ketiga kaum muslimin)
Dan dari generasi-generasi setelah itu.

Para ulama mufasir dari semua kalangan dan generasi-generasi yang tercakup dalam lingkup Uluumul Qur’an menafsirkan Qur’an selalu berpegang pada :

1). Al-Qur’anul Karim
Sebab apa yang yang dikemukakan secara global di satu tempat/ayat dijelaskan secara terperinci ditempat/ayat yang lain. Terkadang pula sebuah ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya. Inilah yang dinamakan “Tafsir Qur’an dengan Qur’an”.

2). Nabi S.A.W
Mengingat beliaulah yang bertugas untuk menjelaskan Qur’an. Karena itu wajarlah kalau para sahabat bertanya kepada beliau ketika mendapatkan kesulitan dalam memahami sesuatu ayat. Diantara kandungan Qur’an terdapat ayat ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali melalui penjelasan Rasulullah . misalnya rincian tentang perintah dan larangan-Nya serta ketentuan mengenai hukum-hukum yang difardhukan-Nya.

3). Para Sahabat
Mengingat para sahabatlah yang paling dekat dan tahu dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Riwayat dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah SAW cukup menjadi acuan dalam mengembangkan ilmu-ilmu Qur’an. Dan yang cukup banyak menafsirkan Qur’an seperti empat orang khalifah dan para sahabat lainnya.

4). Pemahaman dan ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran dalam Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, dan banyak perbedaan-perbedaan dari kalangan sahabat, maka mereka melakukan ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan mengetahui aspek-aspek yang ada didalamnya.

Pada masa kalangan sahabat, tidak ada sedikit pun tafsir / ilmu ilmu tentang Qur’an yang dibukukan, sebab pembukuan baru dilakukan pada abad kedua hijri. Masa pembukuan dimulai pada akhir dinasti Bani Umayah dan awal dinasti Abbasiyah.

IV. CABANG CABANG ULUMUL QUR’AN

Secara garis besar Ulumul Qur’an terbagi dua, yaitu:
Ilmu yang berhubungan dengan riwayat semata mata, seperti ilmu qira’at, tempat turunnya ayat-ayat al-qur’an, waktu turunnya, dan sebab-sebabnya.
Ilmu yang berhubungan dirayah, yakni ilmu yang diperoleh dengan jalan penelaahan secara mendalam seperti memahami lafal yang gharib (asing pengertiannya) serta mengetahui makna ayat yang berhubungan dengan hukum.
Tujuan mempelajari ulumul qur’an ini adalah untuk memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum syara’, baik mengenai keyakinan atau I’tiqad, amalan, budi pekerti, maupun lainnya. Cabang-cabang dari Ulumul Qur’an adalah sebagai berikut :

Ilmu Mawathin al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan tempat tempat turunnya ayat, masanya, awal dan akhirnya.
Ilmu Tawarikh al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan dan menjelaskan masa turun ayat dan tertib turunnya, satu demi satu dari awal turun hingga akhirnya, dan tertib turun surat dengan sempurna.
Ilmu Asbab al-nuzul yaitu : ilmu yang menerangkan sebab sebab turunnya ayat.
Ilmu Qira’at yaitu : ilmu yang menerangkan rupa-rupa Qira’at ( bacaan Al-Qur’an yang diterima dari Rasulullah SAW ).
Ilmu tajwid yaitu : ilmu yang menerangkan cara membaca al-qur’an, tempat mulai dan pemberhentiannya.
Ilmu Gharib al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa, atau tidak terdapat dalam percakapan sehari-hari. Ilmu ini menerangkan makna-makna kata yang halus, tinggi, dan pelik.
Ilmu I’rabil qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan baris al-qur’an dan kedudukan lafal dalam ta’bir ( susunan kalimat ).
Ilmu Wujuh wa al-nazhair yaitu : ilmu yang menerangkan kata-kata al-qur’an yang banyak arti, menerangkan makna yang dimaksud pada satu-satu tempat.
Ilmu Ma’rifat al-muhkam wa al-mutasyabih yaitu : ilmu yang menyatakan ayat ayat yang dipandang muhkam dan ayat ayat yang dianggap mutasyabih.
Ilmu Al-Nasikh wa al-Mansukh yaitu : ilmu yang menerangkan ayat ayat yang dianggap mansukh oleh sebagian mufasir.
Ilmu Bada’I al-qur’an yaitu : ilmu yang membahas keindahan keindahan al-qur’an. ilmu ini menerangkan kesusastraan al-qur’an, kepelikan, dan ketinggian balaghahnya.
Ilmu I’daz al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan kekuatan susunan tutur al-qur’an, sehingga ia dipandang sebagai mukjizat.
Ilmu Tanasub ayat al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan persesuaian antara suatu ayat dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Ilmu Aqsam al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan arti dan maksud-maksud sumpah tuhan atau sumpah-sumpah lainnya yang terdapat di al-qur’an.
Ilmu Amtsal al-qur’an yaitu : ilmu yang menerangkan segala perumpamaan yang ada dalam al-qur’an.
Ilmu Jidal al-qur’an yaitu : ilmu untuk mengetahui rupa rupa debat yang dihadapkan al-qur’an kepada kaum musyrikin dan lainnya.
Ilmu Adab al-tilawah al-qur’an yaitu : ilmu yang mempelajari segala bentuk aturan yang harus dipakai dan dilaksanakan didalam membaca al-qur’an. Segala kesusilaan, kesopanan, dan ketentuan yang harus dijaga ketika membaca al-qur’an.
Dan ilmu-ilmu lain yang membahas tentang Al-Qur’an.
http://ulumulstai.blogspot.com/2009/03/ulumul-quran-dan-perkembangannya.html

No comments:

Post a Comment